Bogor Berlari Demi Bergeraknya Roda Ekonomi



Kota Bogor berlari. Berlari untuk menggerakkan roda ekonomi. Demi tujuan itu, Pemkot mengamini harapan Hipmi Kota Bogor dengan kepengurusan yang baru terbentuk untuk bermitra bersamanya. “Saya apresiasi itu. Saya punya harapan teman-teman HIPMI bisa melanjutkan kolaborasi. Selama ini sudah bagus sekali, dari zamannya Muzakkir, Rifki Thoriq, Zulfikar Priyatna dan semua sinergi dengan Pemkot Bogor. Terlebih dimasa pandemi Covid-19, HIPMI bisa tandem dengan Pemkot Bogor untuk ekonomi recovery dengan membantu mencetak pengusaha muda,” kata Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Bogor. (www.radarbogor.id).

Putaran roda perekonomian Kota Bogor bahkan Indonesia memang sempat melambat  selama pandemi. Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengungkapkan sebanyak 42 persen warga Bogor sempat menganggur selama pandemi covid-19. Dia menyebut Kota Bogor yang selama ini bertumpu pada sektor pariwisata menerima pukulan berat dari pandemi.

Lebih lanjut, Bima juga menyebut, data dari sebuah survei, menemukan bahwa 77 persen warga Bogor mengaku terdampak secara ekonomi atau mengalami penurunan pendapatan. Sementara, hanya 1,04 persen yang mengalami kenaikan pendapatan selama pandemi. (www.cnnindonesia.com).

Dalam menggerakan roda perekonomian diperlukan kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi dari masyarakat. Dalam teori ekonomi kapitalis yang dikemukakan oleh Adam Smith, ketiga fundamental permasalahan ekonomi ini diselesaikan dengan mekanisme pasar bebas, tanpa campur tangan pemerintah. Lebih tepatnya inisiatif produksi dan distribusi diserahkan kepada individu pengusaha. Sementara proses konsumsi diserahkan pada individu.

Menurut Zimbalist, dkk (1989) inti dari sistem ekonomi kapitalis terletak pada penguasaan seluruh proses produksi secara individu oleh orang  yang menginvestasikan modalnya (uang yang digunakan untuk fasilitas produksi), yang kemudian orang ini disebut kapitalis. Proses produksi ini pun dijalankan oleh para kapitalis itu sendiri untuk suatu keuntungan. Sementara sebagian besar dari orang-orang adalah pekerja untuk mendapatkan upah.

Sedangkan, pola distribusi barang, jasa dan faktor-faktor produksi dapat diurutkan melalui mekanisme  harga. Prosesnya sebagai berikut: produsen akan memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Konsumen akan membayar harga barang-barang tersebut dari penghasilannya. Penghasilan konsumen bersumber dari penjualan jasa dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya seperti lahan, modal atau tenaga itu sendiri kepada produsen. Semua ini berjalan tanpa intervensi pemerintah. Karena harga barang serta faktor produksi akan bergerak sendiri lalu menentukan pola distribusi di masyarakat.

Kalau berpijak pada teori di atas, jadi apa yang dimaksud dengan berpatner antara Hipmi dan Pemkot itu bukan dalam ketiga hal di atas. Tetapi, seperti yang diamanahkan oleh kapitalisme bahwa pemerintah adalah pembuat aturan yang memudahkan bagi para kapitalis untuk berproduksi dan mendistribusikan hasil-hasil kegiatan ekonominya demi keuntungan para kapitalis tadi. Aktor utama penggerak ekonominya tetap pengusaha.

Jika kita tinjau kepada sistem Islam, tentu saja akan berbeda. Dalam sistem Islam penggerak perekonomian ada di tangan pemerintah. Dalam Islam tidak ada kebebasan individu dalam berproduksi, konsumsi dan distribusi, serta penguasaan dalam ketiga kegiatan itu. Semua kegiatan itu diatur oleh negara sesuai dengan hukum-hukum syariat.

Dalam berproduksi, individu diperbolehkan melakukannya selama barang yang diproduksi itu tidak haram dan termasuk barang yang boleh dimiliki individu. Karena Islam memang telah membagi barang-barang kekayaan di bumi ini dalam 3 kategori, yaitu (1). Barang milik individu seperti sawah, rumah, mobil, dsb. (2). Barang milik umum seperti barang tambang, hutan, sungai, kekayaan laut dan hasilnya. (3). Barang milik negara seperti tanah milik umum yang diproteksi (hima) negara, tanah bangunan dan sarana umum milik negara. Untuk kedua kategori jenis barang yang disebut terakhir semuanya dikelola oleh negara. Tentu saja kegiatan produksinya akan membuka banyak lapangan pekerjaan.

Untuk dunia usaha, pemerintah Islam (khilafah) akan menjamin dengan menciptakan iklim kondusif bagi para produsen agar bisa berproduksi dengan baik. Seperti dalam permodalan, negara akan menerapkan syariat tentang syirkah. Sehingga orang yang tak punya modal pun bisa menjadi pemilik perusahaan. Tidak seperti saat ini, yang jadi pemilik perusahaan adalah pemilik modal karena bentuk badan usahanya berupa persekutuan modal. Yang susah payah mengelola usaha hanya menjadi pegawai, tidak jadi pemilik perusahaan kalau tidak memiliki saham.

Lalu, pemerintah Islam juga akan menghapus sistem riba. Hingga kredit modal jadi semakin mudah pengembaliannya dan berkah untuk usahanya. Pemerintah Islam pun akan menggelontorkan modal dari kas baitul mal bagi orang yang mau membuka perusahaan.

Pemerintah Islam juga tak akan membebani rakyat dengan pajak. Hingga tidak akan muncul ekonomi berbiaya tinggi. Harga-harga semakin terjangkau. Barang laku, produksi terus melaju.

Itulah sekelumit hukum Islam mengenai perekonomian. Masih banyak hukum-hukum lain yang akan menjamin roda ekonomi bergerak dengan stabil. Oleh karena itu, mari sama-sama dalami Islam kafah agar hidup berkah berlimpah.

Penulis : Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar