"Mau untung, malah buntung!". Ungkapan ini tak asing lagi di telinga dan benak pikiran masyarakat. Kita pun sering mendengar ungkapan keluhan semacam ini dalam hidup sehari-hari, terlebih di ranah dunia bisnis.
Alih-alih menuai keuntungan, malah mendapatkan kerugian. Alih-alih mendapatkan kegembiraan, malah dirundung duka. Suasana yang harusnya bahagia, malah menjadi malapetaka.
Seperti apa yang dialami para pedagang di daerah Jakarta Timur sebanyak 15 kios dan 6 ruko dilahap Si Jago merah di awal Ramadhan. Setelah melepaskan lapar dan dahaga lalu sholat tarawih di masjid. Tetiba anak-anak bermain petasan dan akhirnya kebakaran pun tak terelakkan.
Jakarta - Kebakaran kios terjadi di Jalan Kayu Tinggi, Cakung, Jakarta Timur (Jaktim). Kebakaran diduga karena anak-anak bermain petasan. (www.news.detik.com, 06/04/2022)
Semestinya Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh mulia bagi umat Islam, bulan menempa diri menuju derajat taqwa. Apalagi Di malam-malam bulan Ramadhan, masjid-masjid ramai terisi jamaah untuk menjalankan ibadah sholat Tarawih, suara Tadarus Al Quran berkumandang menambah suasana kekhusyukan bulan Ramadhan.
Miris! saat bulan Ramadhan tiba, suara petasan yang memekakkan telinga juga mulai bermunculan. Pedagang petasan dadakan pun bermunculan dan jumlahnya tidak sedikit. Ada yang beranggapan menyambut bulan Ramadhan harus dengan suara petasan agar lebih meriah. Mereka yang membeli dan main petasan mendatangkan kesenangan singkat, dibalik terdapat bahaya yang dapat ditimbulkannya.
Beberapa dampak bahaya yang dapat ditimbulkan dari bermain petasan antara lain ancaman ledakan petasan yang dapat mengakibatkan luka secara fisik dan korban jiwa. Sampai ada kebakaran kios di wilayah cakung jakarta timur beberapa waktu lalu.
Tahun demi tahun petasan selalu memakan korban. Suara petasan yang memekakkan telinga juga berpotensi membuat terkejut orang-orang yang sedang lelap tidur ataupun beristirahat karena bunyi petasan yang tiba-tiba, dan dapat mengancam keselamatan jiwa orang lain yang memiliki gangguan jantung ataupun yang tidak terbiasa mendapatkan kejutan seperti suara petasan. Terutama bermain petasan di jalan yang tentunya dapat mengganggu pengendara di jalan raya. Hal-hal ini seringkali diabaikan oleh orang-orang yang bermain petasan. Demi kesenangan pribadi maka orang lain dirugikan.
Apakah seperti ini yang namanya kemeriahan bulan Ramadhan? Bulan suci umat Islam akhirnya dinodai oleh perilaku tak bertanggung jawab dan pelakunya orang-orang yang mengejar kesenangan sesaat. Bukannya meningkatkan amal shaleh malah mengganggu lingkungan sekitar.
Pertanyaan yang muncul apakah tidak ada larangan bermain petasan ataupun larangan berjualan petasan? Jawabnya sudah ada larangan, bahkan sudah ada peraturan menjual petasan yang dapat meledak dan menimbulkan bunyi dilarang diperjual-belikan, bahkan penjual dan penyulut petasan juga diancam hukuman. Kejar-kejaran dengan aparat juga sering dilakukan. Namun kenapa sampai saat ini perilaku menyalakan petasan terus terjadi?
Yang perlu disikapi adalah akar masalah kenapa petasan selalu ada di bulan Ramadhan?. Bukan untuk menyalahkan kondisi ini pada pembuat atau penjual petasan bahkan pemerintah. Namun mencari solusi agar petasan tidak memakan korban berulang.
Begitupun dengan pribadi yang main petasan. Perlunya adanya kesadaran pemaknaan merayakan bulan Ramadhan dengan petasan adalah cara keliru yang tidak perlu dilestarikan.
Kapitalisme-lah yang menjadi biang penyebab adanya tradisi petasan. Petasan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan generasi setelah dan setelahnya. Sampai akhirnya era Kapitalisme berkuasa di dunia dan umat Islam dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia takut mati). Petasan menjadi tradisi untuk memeriahkan suasana Ramadhan.
Karena Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan penuh bagi tiap orang untuk mengendalikan kegiatan ekonomi seperti perdagangan, industri, dan alat-alat produksi dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Kapitalisme mempunyai sistem ekonomi di mana semua kegiatan ekonomi dilakukan oleh pihak swasta dan bukan pemerintah. Di sini, tugas pemerintah hanya sebagai pengawas saja. Pemerintah tidak akan menghilangkan sama sekali bisnis petasan ini walaupun sudah memakan korban. Wal hasil bisnis petasan terus ada walaupun sudah ada larangan berjualan petasan.
Sistem Kapitalisme-lah di mana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh pemilik modal supaya mencapai keuntungan yang maksimal. Keuntungan berlipat tapi tak peduli akan merugikan orang lain atau tidak. Contohnya bisnis petasan di bulan Ramadhan. Jadi Kapitalisme lah yang menyuburkan tradisi petasan di bulan Ramadhan ini.
Bisnis petasan adalah bisnis yang menggiurkan. Karena keuntungan bisnis petasan, omset bisa mencapai jutaan rupiah setiap harinya terlebih di malam takbiran. Menurut pedagang petasan, omzet yang dia dapatkan dari petasan yang banyak diminati terutama menjelang akhir ramadhan dan malam hari raya.
Seharusnya bulan Ramadhan diisi dengan peningkatan ibadah sehingga kesadaran hubungan dengan Allah semakin baik. Mengejar ampunan dan terbebas dari api neraka. Akhirnya diri kembali dalam keadaan fitrah tanpa dosa.
Sejatinya, main petasan adalah tindak tercela. Karena muslim yang baik itu menjauhkan tangan dan lisannya tidak menyakiti yang lain. Rasulullah Saw. Bersabda :
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41). Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya.” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah).
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
“Janganlah membuat bahaya (terhadap orang yang tidak membuat bahaya terhadapmu). Janganlah pula membuat bahaya (dalam rangka membalas dendam)” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Makna dalam hadits tersebut diisyaratkan oleh Ibnu Daqiq Al ‘Ied berdasarkan pendapat dari sebagian ulama (Ad Durotus Salafiyah Syarhul Arba’in An Nawawiyah, 225).
Petasan bukan tabiat orang-orang beriman. Malah bisa jadi mengikuti tradisi orang-orang kafir dalam merayakan hari raya mereka dengan kembang api. Asal muasal tradisi petasan dan kembang api sebenarnya bukan dari Islam tetapi dari budaya non muslim, yaitu dari negeri Cina. Tradisi petasan dan kembang api sendiri bermula di Cina pada abad ke-11, kemudian menyebar ke Jazirah Arabia pada abad ke-13 dan selanjutnya ke daerah-daerah lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud no. 4031. Shahih, kata Syaikh Al Albani
Sangatlah keliru bila bermain petasan di bulan Ramadhan dianggap sebagai tradisi. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Jadi Orangtua memiliki peran yang besar untuk mencegah kebiasaan bermain petasan dianggap sebagai tradisi. Orangtua perlu memberikan edukasi bahwa bermain petasan tidak memberikan efek positif bagi anak-anak. Selain itu orangtua juga harus memberikan contoh untuk tidak bermain petasan. Perilaku orangtua adalah contoh terbaik bagi anak-anak.
Orangtua jangan hanya sekadar memberikan materi kepada anak-anak dalam bentuk uang sebagai kompensasi cara membahagiakan anak-anak. Anak-anak masih perlu kontrol orangtua demikian juga remaja sehingga bermain petasan di bulan Ramadhan tidak lagi menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Perihal membelanjakan uang untuk membeli petasan termasuk bentuk pemborosan karena termasuk menghambur-hamburkan bukan dalam jalan kebajikan.
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27). Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474-475).
Coba jika uangnya disumbangkan atau dishodaqohkan untuk jalan kebaikan, apalagi di bulan suci Ramadhan yang pahala semakin berlipat? Mengapa orang tua lebih senang anaknya diberi petasan padahal bisa membahayakan diri daripada memanfaatkan uangnya untuk hal yang lebih bermanfaat seperti disisihkan untuk sedekah atau beri makan berbuka?.
Islam melarang jual beli yang berdampak buruk pada orang banyak. Karena sebab menimbulkan bahaya pada orang lain bahkan pada diri sendiri. Begitu juga jual beli petasan adalah jual beli yang terlarang. Jangan sampai kegembiraan kita di bulan Ramadhan menuai kesia-sian akibat kesenangan sesaat bermain petasan.
Akhirnya bukannya untung malah buntung. Alih-alih mendapat ampunan dan keberkahan di bulan Ramadhan, malah kecelakaan dan kerugian. Amat disayangkan jika Ramadhan diisi dengan main petasan, khawatir nantinya dari sekian banyak amalan-amalan yang menjamin pengampunan dosa hanya berlalu begitu saja bagi orang-orang bermain petasan. Dan malapetaka di akhirat didapatkan.
Rasulullah Saw bersabda ;
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ
Artinya : “Nabi bersabda: Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya).” (HR. Tirmidzi).
Oleh : Alin FM
0 Komentar