Jalan Rusak, Salah Siapa?



Jalan merupakan sarana untuk menghubungkan daerah satu ke daerah lainnya. Selain itu, jalan terutama dalam hal ini jalan raya, sangat berperan dalam aktivitas masyarakat, baik itu di bidang ekonomi, sosial, pendidikan hingga kesehatan. Namun, situasi berbalik justru terjadi di beberapa titik jalan yang rusak di wilayah Tangerang hingga Tangerang Selatan, seperti di area Muncul sudah menjadi hal yang umum dirasakan oleh warga. Meski telah melalui beberapa kali perbaikan, namun kondisi jalan yang merupakan penghubung antara Bogor tidak kunjung membaik. Belum lagi jalan ini juga merupakan akses bagi kendaraan-kendaraan besar yang hendak ke luar kota.

Tak hanya itu, di Batuceper, Tangerang, warga juga sampai melakukan aksi protes kepada pemerintah karena kondisi jalan yang tak kunjung mendapatkan perbaikan. Jalan Ir. Juanda dan Jalan Garuda, yang merupakan akses utama keluar masuk mengalami kerusakan parah. Bahkan sejak 2020 pemerintah kota belum juga menangani kerusakan jalan tersebut.

Pada Maret 2022 lalu, aksi protes yang digelar warga Batuceper dilakukan lantaran mereka geram, jalan tersebut kerap memakan korban. Hampir setiap hari selalu ada kasus kecelakaan yang terjadi akibat kondisi jalanan yang rusak parah. Sebelumnya, warga setempat pun sudah melakukan berbagai upaya hingga menghadiri diskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang. Namun, dari diskusi tersebut warga tak mendapatkan respon yang memuaskan.

Sementara, menurut Kepala Bidang Bina Marga untukm Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Tangerang, mengatakan belum ada respon Pemkot Tangerang lantaran jalanan itu merupakan aset Angkasa Pura II. Namun saat diminta untuk melakukan perbaikan jalan, PT. AP II justru ingin mengajukan legal opinion terkait perbaikan jalan tersebut. Legal opinion atau pendapat hukum tersebut diajukan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Nantinya, legal opinion itu yang dapat menentukan apakah Pemkot Tangerang dapat melakukan perbaikan pada jalan tersebut atau tidak. Namun, Humas Kejaksaan Tinggi Banten mengakui, belum menerima legal opinion yang diajukan oleh AP II. Hingga detik ini, pihak AP II belum memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai hal ini.

Walikota Tangerang, Arief Wismansyah mengungkapkan jika AP II tidak memiliki kepedulian terhadap kondisi jalan di wilayah Tangerang tersebut, termasuk di wilayah sekitar Bandara Soekarno Hatta yang kondisinya sudah lama memprihatinkan. Namun, karena aset kepemilikan Jalan Garuda dan Jalan Ir. Juanda yang terbagi dua, yakni aset pemerintah dan aset AP II, mengakibatkan pemerintah daerah tak serta merta mampu untuk langsung melakukan perbaikan.

Jika dilihat dari kacamata Islam, posisi jalan sebagai fasilitas umum yang seharusnya bisa dinikmati rakyat sangatlah diperhatikan oleh pemimpin. Dalam salah satu kisah yang masyhur pada masa Umar bin Khattab ra. menjadi khalifah, , beliau selalu khawatir apabila ada hewan atau keledai yang terperosok akibat kondisi jalan berlubang atau pun tidak rata di wilayah Iraq. Umar ra. Sangat yakin bahwa nantinya ia akan ditanya oleh Allah, “Mengapa tak kau sediakan jalan yang rata?”

Jika keselamatan binatang saja sangat membuat Umar takut, apalagi berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia. Tentu, bila kita hari ini dipimpin oleh mereka yang memahami Islam dan mengatur dengan aturan Islam, tidak akan ditemui kasus sebagaimana huru hara antara pemerintah dan AP II ini. Jelas sekali terlihat bagaimana pemerintah tidak memiliki power  di hadapan korporasi swasta.

Dalam kehidupan sekuler hari ini pun, keberadaan jalan hanya dilihat sebagai infrastruktur yang mesti dikelola, sebab dianggap sebagai bagian penting dalam perindustrian dan penyediaan layanan publik saja. Paham sekuler yang demikian, akhirnya membuat mereka yang memiliki kekuasaan mengesampingkan keberadaan agama dalam mengatur kehidupan rakyat. Dan keberadaan jalan sebagai kebutuhan urgen rakyat, tidak betul-betul diperhatikan kondisinya karena merasa tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas hal itu. Padahal dalam pandangan Islam, infrastruktur serta pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah secara penuh.

Artinya, jika pemimpinnya saja belum mampu untuk menyediakan infrastruktur yang memadai seperti jalan, maka bagaimana ia mampu mensejahterakan rakyatnya mengingat, transportasi merupakan poros utama untuk pendistribusian kebutuhan rakyat. Jika sarana transportasi dan infrastrukturnya tidak memadai, bagaimana kebutuhan lainnya. Tentunya, memadai juga bukan dibuktikan dengan memperbanyak jalan tol yang untuk melewatinya rakyat diharuskan membayar biaya tertentu. Ini jelas berlawanan dengan konsep ingin mensejahterakan rakyat.

Pemenuhan pelayanan ini, hanya akan mampu terwujud dengan pengaturan ekonomi Islam. Hanya sistem ekonomi Islam lah yang mampu mengatur bagaimana pembagian dan peruntukkan sumber daya alam kepada masyarakat. Selain itu, fasilitas-fasilitas umum pun dibangun bukan sekedar untuk mencari keuntungan, melainkan dikelola oleh negara untuk bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh rakyat. Dari sini, kita tahu betapa mustahilnya untuk mewujudkan sarana dan prasarana murah dan berkualitas di alam demokrasi. Wallahu ‘alam bishshawwab.


Penulis: Ayu Fitri N.

Posting Komentar

0 Komentar