Kejar Target Peningkatan IDSD, IGA dan IPKD, Mampukah Memberikan Kesejahteraan Bagi Rakyat?



Dilansir pada Radar Bogor, 14/04/2022, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menggelar Rakor Persiapan Indeks Daya Saing Daerah (IDSD), Innovative Government Award (IGA) dan Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) Kota Bogor tahap II. Rakor yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah mengatakan bahwa indeks merupakan salah satu tolak ukur kinerja pemerintah daerah. 


IDSD adalah profil kondisi dan kemampuan suatu daerah dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan produktivitas, nilai tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. IDSD Kota Bogor tahun 2021 naik dari sebelumnya di kategori sedang menjadi kategori tinggi dengan indeks 3,066 dan menempati peringkat keenam se-Jawa Barat dan peringkat ke-18 se-Indonesia dengan nilai indeks inovasi 57.


Sementara IPKD adalah satuan ukuran yang ditetapkan berdasarkan seperangkat dimensi dan indikator untuk menilai kualitas kinerja tata kelola keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel dalam periode tertentu. IPKD 2021 merupakan tahun pertama penilaian pengelolaan keuangan daerah, dengan data yang diukur mulai dari 2018, 2019 dan 2020. IPKD Kota Bogor menempati urutan ke-13 Kabupaten/Kota se-Jawa Barat dan masuk dalam kategori perlu perbaikan peringkat B.


Dan IGA merupakan penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri. Penganugerahan IGA 2021 adalah salah satu cara untuk melaksanakan pengukuran indeks inovasi daerah dalam upaya merangsang pemerintah daerah meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Agar mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yakni melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan perannya, serta peningkatan daya saing daerah. Untuk kategori ini, Kota Bogor di tahun 2020 lalu berhasil meraih penghargaan sebagai pemerintah daerah terinovatif di Indonesia


Penilaian-penilaian yang telah diraih Kota Bogor dalam IDSD, IPKD dan IGA perlu diacungi jempol. Tentu hal ini menjadi prestasi yang baik bagi pemerintah dalam kinerjanya memberikan pelayanan masyarakat. Namun, apakah penilaian dengan menempati peringkat yang baik ada korelasinya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat? Ataukah ini hanya penilaian di atas kertas tanpa ada implementasi yang berarti bagi kehidupan masyarakat Kota Bogor?


Karena fakta yang terjadi justru bertolak belakang dengan penilaian yang telah dicapai. Kita banyak melihat buruknya pelayanan publik di Kota Hujan ini, yang berimbas pada rakyat. Begitu banyak permasalahan yang mendera, dari pelayanan transportasi, infrastruktur jalan dan gedung sekolah yang tidak memadai, meningkatnya kasus stunting dan masih banyak lagi yang lainnya.


Hal ini menunjukkan bahwa penilaian-penilaian tersebut hanya diukur berdasarkan kategori yang telah ditentukan oleh sistem yang dianut oleh negara ini, yaitu sistem kapitalis sekuler. Sistem yang meminggirkan aturan agama ke tepi kehidupan, hanya memposisikan negara sebagai fasilitator dan regulator bagi seluruh rakyatnya.


Adanya indeks-indeks penilaian ini justru membuat pemerintah daerah sibuk mengejar target penilaian, namun dalam realitasnya kepentingan rakyat sering kali diabaikan oleh penguasa sekuler. Rakyat bukanlah pihak yang harus dilayani dan diprioritaskan kebutuhannya, yang terjadi malah sebaliknya, rakyat hanya menjadi sapi perahan negara untuk membayar utang dan pajak.


Alih-alih memberikan pelayanan publik terbaik bagi rakyat, justru pelayanan publik dijadikan ladang bisnis untuk menambah pundi-pundi kekayaan bagi para pengusaha penyokong pejabat negara. Belum lagi adanya oknum pejabat yang melakukan korupsi bantuan sosial yang ditujukan bagi rakyat terdampak pandemi yang menyebabkan perekonomian rakyat porak-poranda.


Selama sistem kapitalis sekuler masih bertahta, maka selama itu pula rakyat tidak akan pernah mendapatkan pelayanan yang baik dari negara. Karena dalam sistem kapitalis, urusan pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta yang bermitra dengan pemerintah. Akibatnya ada perbedaan kelas dalam pelayanan publik. Siapa berani membayar lebih maka akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan lebih berkualitas. Bagi rakyat biasa harus siap mengantri panjang dengan pelayanan seadanya. Ini adalah hal yang lumrah terjadi dalam sistem kapitalis.


Berbeda halnya dengan pelayanan yang diberikan oleh negara yang bernaung dalam sistem Islam (khilafah). Khilafah adalah sistem pemerintahan yang fokus bekerja untuk memberikan pelayanan terbaik agar dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya dan dirasakan oleh individu per individu rakyat.


Khalifah sebagai pihak yang diamanahi untuk menjadi pengurus dan pelayan terhadap apa yang dibutuhkan oleh rakyat. “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya”  (HR. Bukhari dan Muslim).


Dalam Islam, negara bertanggung jawab dalam pemenuhan pelayanan publik yang dibutuhkan rakyat.  Dan layanan publik yang dibangun tidak boleh ada campur tangan dari pihak swasta apalagi swasta asing, untuk mencegah mereka mengambil keuntungan. Oleh karenanya dalam kehidupan Islam (sistem khilafah) tidak dikenal kapitalisasi atau komersialisasi pada semua jenis pelayanan publik.


Keberadaan baitul mal sebagai lembaga yang berfungsi menampung, mengelola, mengatur dan mendistribusikan kekayaan negara yang kemudian akan digunakan untuk pemenuhan kemaslahatan umat, menjadi salah satu hal penting dimana negara mampu memenuhi hak masyarakat. Baitul mal mengelola harta milik umum dan harta milik negara. Pengelolaan keuangan berdasarkan hukum syara' inilah yang menjadikan khilafah mampu menjamin kebutuhan publik, juga kebutuhan asasi yang bersifat individual.


Pada saat Rasulullah Saw. menjadi kepala negara di Madinah, beliau mendapatkan hadiah seorang tabib/dokter dari Mesir, yang kemudian tabib tersebut ditugaskan oleh Rasulullah untuk melayani masyarakat secara gratis. 


Pelayan kesehatan untuk rakyat pun berlanjut pada masa kekhilafahan Islam. Di setiap ibu kota pemerintahan Islam berdiri rumah sakit besar. Selain berfungsi sebagai tempat merawat orang-orang sakit, ia juga menjadi tempat bagi para dokter untuk mengajar mahasiswa, tempat pertukaran ilmu kedokteran dan sarana mengembangkan ilmu medisnya.


Sebagai pelayanan kesehatan, rumah sakit pada masa Islam, terkenal dengan manajemen, pelayanan dan fasilitas pengobatan yang sangat luar biasa dan semua itu bisa diakses rakyat dengan gratis. Sehingga kebutuhan kesehatan rakyat terpenuhi. Sebagai tempat pendidikan, ilmu kedokteran di dunia Islam telah menjadi rujukan di seluruh dunia bahkan hingga sekarang. Ini bisa dilihat dari buku-buku, tulisan, penemuan ilmuwan kedokteran muslim pada masa tersebut.  (https://www.trenopini.com/2020) 


Bahkan dalam beberapa kondisi, dokter serta perawat ditugaskan untuk mendatangi rumah-rumah masyarakat sehingga jika ada yang sedang sakit, mereka tidak perlu bersusah payah untuk pergi ke rumah sakit. Hal tersebut membuktikan bahwa kesehatan masyarakat termasuk salah satu prioritas dalam pelayanan publik. 


Demikian pula dalam bidang pendidikan. Pendidikan merupakan hal terpenting karena akan menentukan arah generasi masa depan. Oleh karenanya, negara menyediakan sarana dan prasana sekolah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, lapangan dan lain sebagainya. Semua disediakan secara gratis untuk seluruh masyarakat, serta memfasilitasi bagi siapa saja yang ingin melanjutkan pendidikan ke tahap yang lebih tinggi. Bukan Hanya berkewajiban memenuhi sarana prasarana, tetapi negara juga berkewajiban untuk memberi gaji/upah kepada para guru. Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji kepada setiap guru sebesar 15 dinar per bulan (1 dinar = 4,25 gram emas), setara dengan 60 juta (kurs rupiah saat ini).


Dalam bidang transportasi, pada masa kekhilafahan Utsmaniyah, kereta api beserta infrastrukturnya dibangun untuk memperlancar perjalanan haji umat muslim. Fasilitas ini bisa dinikmati rakyat secara gratis. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi saat ini dimana berbagai pelayanan publik harus dibayar dengan biaya yang mahal.


Demikianlah potret pelayanan negara khilafah yang diberikan kepada masyarakat, bukan hanya untuk mereka yang tinggal di perkotaan melainkan juga mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah pelosok. Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan pelayanan yang adil dan merata, bahkan dirasakan oleh individu per individu masyarakat. 


Khilafah menjalankan tupoksinya tanpa memerlukan penilaian-penilain sebagaimana standar dalam sistem kapitalis saat ini. Oleh karenanya, kehadiran khilafah menjadi sesuatu yang sangat urgen bagi masyarakat. Karena khilafah merupakan satu-satunya sistem pemerintahan terbaik yang telah terbukti, dalam rentang sejarah yang sangat panjang, mampu memberikan penghidupan yang makmur dan sejahtera bagi seluruh umat manusia. Wallahua’lam.



Penulis : Siti Rima Sarinah






Posting Komentar

0 Komentar