Setiap kita berjalan ditengah kegelapan maka memerlukan cahaya penerang. Cahaya itu yang akan menentukan kemana arah melangkah kaki kita. Bagi seorang muslim cahaya itu adalah petunjuk dari Allah atau hidayah.
Namun, saat ini banyak yang menukar cahaya penerang itu berupa keimanan dengan kekufuran. Taburan harta, tingginya jabatan, kepopuleran hingga pesona kemolekan menyeret manusia ke dalam jurang kesesatan.
Lihatlah bagaimana di media sosial yang orang-orang munafik dan kafir menebar perangkap agar kaum muslim meninggalkan cahaya Allah. Pernikahan beda agama terus diblow up agar semakin banyak yang mengikuti jejak mereka. Di sisi lain ada juga mencari harta dengan cara mencaci, memaki ulama hingga agama agar mendapatkan cuan yang menggiurkan. Saat kebenaran itu hadir dia menutup kuping, membungkam mulut dan menutup mata. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam TQS al Baqarah 17-18:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali [ke jalan yang benar],” (QS. 2:17-18).
Penggalan ayat ini memberi banyak pelajaran bagi kita semua. Bahwa siapapun yang menukar kebenaran dengan dunia maka yang terjadi Allah akan menutup pintu hatinya dari hidayah Allah. Orang yang seperti ini sungguh merugi. Dia menyangka bahwa dunia mampu memberi kebahagiaan buat diri dan keluarganya. Nyatanya justru akan membuat hati dalam gelapnya kesesatan dan menampikan hidayah.
Tak mampu membedakan yang akan membawa ke surga justru menggenggam api neraka.
Kezaliman, kemungkaran hingga perampasan nyawa pun kian dipertontonkan. Sementara tangisan, keluh kesah saudaranya, tak mampu menggetarkan kalbunya. Tak ada rasa iba ataupun gelisah saat kemungkaran dilakukan. Mata hati, mulut membisu dan pendengaran tuli. Bahkan lepasnya akidah pun seolah hal yang biasa bagi dirinya. Bicaranya senantiasa dihiasi kebencian terhadap Islam sementara sikapnya layaknya Abu Jahal, Abu Lahab. Hatinya mengakui kebenaran Islam tetapi kebencian dan enggan menerima hidayah ini keduanya masuk neraka. Hari ini kriteria orang-orang seperti tokoh kafir Quraisy begitu bertebaran. Naudzubillah.
Orang yang menukar hidayah dengan kesesatan bahwa Allah menyerupakan tindakan mereka membeli kesesatan dengan petunjuk dan perubahan mereka dari melihat menjadi buta, dengan orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, dan ia dapat melihat apa yang berada di sebelah kanan dan kirinya, tiba-tiba api itu padam sehingga ia benar-benar berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat dan tidak pula memperoleh petunjuk.
Ibnu Katsir sebagai penulis mengatakan saat penyebutan perumpamaan berlangsung, terjadi perubahan ungkapan dari bentuk mufrad (tunggal) ke bentuk jama’ (banyak) dalam firman Allah Swt.:
“Setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah menghilangkan cahaya mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan. Mereka tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak akan kembali.” Ungkapan seperti ini lebih benar dan lebih tepat juga lebih mengena dalam susunannya. Firman-Nya, dzahaballaahu binuurihim “Allah menghilangkan cahaya mereka,” artinya, Allah mengambil sesuatu yang sangat bermanfaat bagi mereka, yaitu cahaya, serta membiarkan sesuatu yang membahayakan bagi mereka, yaitu kebakaran dan asap.
Wa tarakahum fidh-dhulumaatin (“Dan membiarkan mereka dalam kegelapan.”) Yaitu keberadaan mereka dalam keraguan, kekufuran, dan kemunafikan. Laa yubshiruun (“Mereka tidak dapat melihat.”) Maksudnya, mereka tidak mendapat jalan menuju kebaikan serta tidak mengetahuinya. Lebih dari itu mereka shummun “Tuli,” bukmun “tidak mendengar kebaikan yang bermanfaat bagi mereka dan ‘umyun “Buta”, yaitu berada dalam kesesatan dan kebutaan hati, sebagaimana firman-Nya: “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46).
Oleh karena itu, mereka tidak dapat kembali ke tempat semula di mana mereka mendapatkan hidayah yang telah dijualnya dengan kesesatan. Mengenai firman Allah: matsaluhum kamatsalil ladzis tauqada naaran falammaa adlaa-at maa haulaHuu (“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya,”) Abdur Razak meriwayatkan dari Mu’ammar, dari Qatadah, mengatakan, kalimat itu adalah kalimat “Laa ilaaha illallaah” yang memberikan penerangan kepada mereka, lalu dengan penerangan itu mereka makan, minum, dan beriman di dunia, menikahi para wanita, dan mempertahankan darah (baca: nyawa) sehingga ketika mereka meninggal dunia, Allah mengambil cahaya itu dan membiarkan mereka dalam kegelapan (tidak dapat melihat).
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni ummufaiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar