“Apakah orang yang berpuasa itu otomatis langsung bisa taqwa Kyai?”, tanya Ustadz Agung kepada Kyai Amirudin Abu Fikri dalam sebuah diskusi online spesial ramadhan di Khilafah Channel, Senin 04 April 2022.
Merujuk kepada ayat tentang perintah puasa ramadhan yang sudah sangat familiar dalam Al Baqarah 183, Kyai Amirudin membenarkan bahwa muara dari puasa adalah taqwa. Namun dengan tegas Kyai Amirudin menjawab, tidak bisa orang yang berpuasa otomatis langsung bisa bertaqwa. Puasa dan ketaqwaan bukan hubungan sebab akibat, melainkan hikmah yang diperoleh dengan serangkaian proses, tidak otomatis.
Bagaimana memaknai puasa tidak hanya sebatas rutinitas menahan lapar, tetapi penuh penghayatan. Mampu mengendalikan nafsu dan menyesuaikannya dengan apa yang dikehendaki Allah. Pribadi yang senantiasa mencari keridhoan Allah dan menjauhi kemurkaan Allah adalah cerminan pribadi yang bertaqwa.
“Ramadhan itu istimewa karena diawali dengan panggilan, bukan nama, bukan suku, bukan jenis kelamin, tapi memanggil dengan predikat tertinggi, yaitu ‘wahai orang-orang yang beriman’. Ini adalah panggilan yang penuh kasih sayang”, ungkapnya. Kyai Amirudin melanjutkan, ketika kita menyambut panggilan tersebut dengan iman pula, maka jadilah amal shaleh, karena jika amal tanda dasar iman maka bukan amal shaleh.
Kyai Amirudin menyampaikan nafsu ingin makan, ingin minum dan berhubungan dengan pasangan adalah manusiawi, namun nilainya sangat rendah karena binatang juga mempunyai itu. “Ketika hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka apa bedanya dengan binatang”, tanyanya.
Maka harus ada nilai kemuliaan yaitu memenuhi kebutuhan yang bersifat jasmani tadi dalam rangka meraih keridhoan Allah. Meraih pendakian spriritual tertinggi yaitu taqwa. Secara umum para ulama mendefinikan taqwa adalah melaksanakan apa saja yang diperintahkan oleh Allah, meninggalkan apa saja yang dilarang Allah. “Ini dilakukan paralel, keduanya satu paket, dua-duanya harus dilaksanakan. Jika hanya salah satu itu menunjukkan sikap yang fasik”, tegasnya.
Kyai Amirudin juga menegaskan point taqwa adalah taat. “Ali Bin Abi Thalib menyebutkan, taqwa adalah rasa takut kepada Allah, beramal berdasar wahyu yang diturunkan, dan mempersiapkan bekal terbaik untuk menghadap Allah SWT”.
Panjang lebar Kyai Amirudin menjelaskan tantang taqwa membuat Ustadz Agung selaku moderator tergelitik bertanya bagaimana mendapatkan ketaqwaan yang hakiki di tengah kondisi umat hari ini yang justru memahami Islam dengan cara pandang moderat, wasitiyah, liberal dan lain-lain.
Kyain Amirudin menjawabnya dengan mengingatkan kembali bahwa berIslam itu harus sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasulnya, bukan yang dikehendaki oleh selain Allah dan Rasulnya. Apalagi dikehendaki oleh musuh-musuh Islam, orang-orang kafir, orang-orang barat yang notabene membenci dan memusuhi Islam. Tantangannya hari ini adalah umat muslim yang ingin kembali kepada Islam sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasulnya akan di cap sebagai sesuatu yang fundamental, radikal. Sementara yang didengung-dengungnya adalah moderat, wasaton dan lain-lain.
Kyai Amirudin berpesan umat muslim jangan terkecoh dengan istilah. “Moderat, wasaton kedengaran keren, tapi sesungguhnya racun. Harus kita pahamkan ke tengah-tengah umat bahwa berIslam itu sederhana, dasarnya adalah Alquran dan Sunnah yang harus dipegang kuat sebagai identitas, sehingga tidak mudah goyah. Jangan sampai kita beragama sesuai dengan yang dikehendaki musuh-musuh Islam, ini jelas upaya untuk menyeret kita perlahan-lahan hingga lama-lama bisa keluar dari Islam, mengikuti keinginan mereka”, pesannya.
“Jangan kalian menjadi pengikut hawa nafsu mereka. Tetaplah kalian pada manhaj syariat yang telah ditetapkan Allah, karena itulah yang menjadi kekuatan dari diri umat ini, menjadi umat yang disegani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya. Tapi ketika kita menjadi umat yang hanyut, larut dengan keinginan mereka, kita akan menjadi mainan mereka yang akan menggiring kita ke jurang kehancuran.
Kyai Amirudin juga meyakinkan tidak ada perahu, kapal, kendaraan yang bisa menyelamatkan kita kecuali dengan Islam. Islam yang yang diajarkan oleh Rasulullah, bukan seperti yang disesain orang barat lalu disuguhkan kepada kita, seolah keren, modern, tapi sesungguhnya racun yang mematikan. “Ini sebenarnya sebuah kekufuran yang dikemas dengan nama-nama Islami”, ungkapnya.
Menanggapi wasaton sendiri, Kyai Amirudin menegaskan maknanya adalah umat Islam yang harus tampil memimpin layaknya wasit, bukan malah dikendalikan, digiring, diarahkan, didorong ke dalam masuk lubang biawak. “Memimpin orang-orang sehingga kalau ada sesuatu yang salah, kita yang meniup peluitnya. Kuntum khairo ummah dan umatan wasaton itu memiliki makna yang sama, yaitu umat yang harus tampil memimpin”, tegasnya.
Lantas bagaimana mendapatkan ketaqwaan hakiki ditengah gempuran ide-ide kufur tersebut? Kyai Amirudin menyampaikan, kembalikan kepada makna ketaqwaan dengan senantiasa mengingat Allah, ingat perintahNya, ingat ridhoNya, ingat surgaNya. Sehingga walaupun harus menggenggam bara api tapi sadar ujung perjuangannya adalah kebahagiaan (surga). Orang yang sungguh-sunguh bertaqwa senantiasa mengyukuri Allah dan tidak mengkufuri. Dan syukur yang paling luar biasa adalah memanfaatkan apa yang diberikan Allah dalam rangka taat kepada yang memberikan nikmat, yaitu Allah.
Di akhir diskusi Kyai Amirudin mengajak kita untuk berjuang menghadapi berbagai rayuan dan tawaran kehidupan yang senantiasa ingin menarik kita keluar dari bingkai ketaatan. “Pembentukan jiwa taqwa menemukan momentum yang pas di bulan ramadhan ini. Semoga ini menjadi ramadhan terbaik yang mengantarkan kita meraih predikat insan muttaqin, yang ingin hidup di bawah naungan syairat islam kaffah dalam bingkai khilafah ala minhajinubuwah. Karena khilafah adalah wadah formal diterapkan syariat Islam secara kaffah dalam rangka meraih ketaqwaan yang hakiki”, tutupnya. [Anita]
0 Komentar