Rupanya negeri ini di bawah rezim yang sekarang semakin bertambah runyam. Bukan malah mengalami kemajuan justru kian terpuruk di segala bidang. Pun demikian dengan penyakit islamofobia yang menjangkiti negeri ini semakin akut.
Jika beberapa waktu silam digemparkan dengan digugatnya pemakaian baju seragam muslim di sekolah negeri kepada nonmuslim, kini kasus itu pun kembali mencuat di sebuah SD Negeri di ibu kota.
Dikutip dari m.mediaindonesia.com, Beredar percakapan yang berisi edaran tentang aturan pembelajaran tatap muka(PTM) 100% selama Ramadan di SD Negeri 02 Cikini. (m.mediaindonesia.com,07 /04/2022)
Lagi dan lagi persoalan inipun menjadi topik pembicaraan. Bahkan pejabat di negeri ini pun ikut berbondong-bondong membela. Seolah telah membuat kesalahan yang begitu fatal bagi kaum minoritas ini. Kondisi yang sama pun pernah menimpa sekolah di negeri Padang yang mewajibkan pakaian muslim di padang. Hal ini berlangsung lama namun giba-tiba saja viral akibat protes dari orang tua yang tidak mau anaknya mengenakan pakaian muslim.
Ironisnya justru saat ada warga muslim yang bersekolah negeri di Bali dan ingin mengenakan hijab pun dilarang, padahal sama-sama bersekolah di sekolah negeri. Alasannya karena mengidentitaskan muslim. Bukankah hak bagi seorang muslim untuk menjalankan syariatnya dan pakaian syariat ini tidak mengganggu siapa pun.
Kasus pelarangan mengenakan jilbab di sekolah di Bali ternyata bukan hanya dilakukan SMAN 2 Denpasar. Lebih dari itu, pelarangan mengenakan jilbab di Bali ditengarai dilakukan sebagian besar sekolah yang ada di seluruh kabupaten dan kota di Bali.
Parahnya saat karyawan muslim bekerja di perusahaan swasta yang notabene Tak ada yang membela apalagi memperjuangkan untuk tetap eksis. Di manakah para pejuang HAM dan pegiat gender?
Melihat fakta pelarangan pemakaian atribut Islam pun menegaskan bahwa negeri ini mulai terhinggapi penyakit islamofobia. Persoalan atribut agama baik yang diberikan kepada muslim maupun nonmuslim menandakan masih banyak yang alergi terhadap simbol-simbol keislaman. Padahal sejatinya Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, pemaksaan akidah maupun yang lainnya.
Para pegiat kebebasan beragama begitu gencar teriak manakala kaum minoritas di rasa mengalami hal yang dianggap mengganggu eksistensinya. Sementara manakala kezaliman, persekusi, diskriminasi, kriminalisasi bahkan nyawa hilang dari raga pun tidak ada yang membela. Demokrasi yang dianggap sebagai dewa penyelamat manusia hanyalah bualan belaka.
Tak ada sedikitpun keadilan bagi umat Islam saat ini. Setiap ada isu agama minoritas selalu digoreng dan Islam senantiasa menjadi pihak tertuduh. Demokrasi senantiasa berstandar ganda bagi umat Islam sementara bagi para penikmat kebijakan selalu keuntungan yang didapatkan.
Selama ini jargon toleransi kebablasan yang senantiasa diangkat. Tujuannya tiada lain untuk melegalkan berbagai hal yang dianggap tabu terhadap akidah. Pemakaian atribut nonmuslim, ucapan selamat hari raya agama lain, nikah beda agama hingga penghormatan bagi yang tidak berpuasa.
Intinya semua yang berbau pengokohan akidah akan dianggap tidak toleran atau radikal sedangkan yang dianggap mau berdampingan dengan agama lain sekalipun harus mengorbankan akidah dianggap hal yang baik atau moderat. Akibatnya jika hal ini dibiarkan akan menyeret manusia ke dalam kesesatan.
Islamofobia yang kini menjangkiti nonmuslim merupakan akibat dari dendam kesumat pasca Perang Salib di masa lalu yang mengalami kekalahan. Hal ini terus digaungkan kepada umat Kristen bahkan saat ini pun mulai menjangkiti sebagian kaum muslim. Tujuan nya tiada lain adalah menjauhkan umat Islam dari ajarannya yang mulia.
Islam Rahmatan lil a'lamiin
Agama Islam di bawa oleh baginda Nabi Muhammad saw untuk seluruh alam. Menegaskan bahwa ajaran Islam cocok untuk manusia dan akan menyelamatkan manusia itu sendiri. Ajaran Islam justru membawa manusia menuju manusia agar lebih baik, beradab dan mampu menjadi mercusuar peradaban yang gemilang. Tak ada satu pun di dunia peradaban yang mampu menyejahterakan seluruh umat manusia. Ketakwaan dan akidah yang kokoh sebagai sumber atau akar yang kuat untuk membangun peradaban.
m.mediaindonesia.com
Toleransi dalam Islam adalah saling menghargai akidah agama lain dan tanpa memaksakan akidah Islam kepada nonmuslim. Islam telah membuktikan hidup berdampingan tiga agama besar yakni, Kristen, Yahudi dan Islam. Mereka hidup dalam naungan Islam( khilafah). Mereka hidup berdampingan tanpa saling merasa terganggu.
Kisah ini bisa dibaca diberbagai literatur Islam. Di dalam buku sejarah Islam banyak menggambarka peradaban manusia yang gemilang. Keadilan pun bis dirasakan oleh semua kalangan. Oleh karena itu, jika ingin hidup dalam sebuah toleransi beragama yang benar hanya dalam sistem Islam bukan yang lain.
Walhasil, saat ini yang harus dilakukan adalah memperjuangkan sistem Islam tersebut agar segera tegak di muka bumi. Semua ini agar tidak ada lagi intimidasi beragama.
اللَّهُ الَّذِينَآَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِكَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُالَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam); dan akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa “(TQS an-Nur [24]: 55).
Bisyarah Rasulullah saw.
Kembalinya Khilafah bahkan merupakan kabar gembira (bisyârah) dari Rasulullah saw. Setelah era para penguasa diktator (mulk[an] jabbriy[an]) akan lahir Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah untuk kedua kalinya. Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman, telah bersabda:
ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةًعَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ…
“Kemudian akan ada kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah” (HR Ahmad).
Walllahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu faiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar