Nikah beda agama seketika menjadi trend baru di negeri yang mayoritas muslim, seperti Indonesia. Berawal dari pernikahan wanita berkerudung di kota Semarang yang sontak viral di dunia maya. Ternyata, pernikahan beda agama ini yang ke 1.424 di kota Semarang. Tak lama kemudian, staf khusus Presiden, Ayu Kartika Dewi pun juga melakukan pernikahan beda agama yang dihadiri oleh Presiden Jokowi dan pejabat negara lainnya.
Seakan mendapatkan angin segar, seorang pria Katolik dengan sangat berani menggugat UU karena ia tidak bisa menikahi wanita muslim. Dilansir dari detiknews pada Kamis 07/04/2022, Ramos Petege mengajukan judicial review UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengutip pendapat Ketua MK Prof. Dr. Anwar Usman yang mengatakan bahwa menikah dengan siapa pun pasangannya merupakan ketetapan dan takdir Allah. Sehingga tidak boleh menghambat warga negara yang memiliki hak menikah dan hak untuk beragama apapun.
Fakta diatas menunjukkan dengan jelas adanya aroma liberalisasi agama yang semakin kental ingin dipaksakan di negeri ini. Hal ini terjadi bukanlah tanpa sebab. Liberalisasi agama kerap kali dijadikan senjata ampuh untuk memanipulasi hukum agama (Islam) demi mengakomodir kepentingan kelompok tertentu. Dan kita tahu bahwa Islam dan kaum muslimlah yang akan merasakan dampak dari adanya liberalisasi agama tersebut.
Kita pun banyak melihat kebijakan yang dikeluarkan oleh menteri agama yang notebene beragama muslim yang memasung hak kaum muslim untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang hamba. Di bulan Ramadhan ini sang menteri justru membolehkan para pedagang, rumah makan dan lain sebagainya untuk tetap buka di siang hari dengan dalih harus menghormati yang tidak berpuasa. Suara adzan yang berkumandang pun diatur agar tidak menganggu non muslim yang minoritas.
Adanya liberalisasi agama ini, sangatlah membahayakan bagi kaum muslim. Bahaya kemusyikan terselubung yang berlindung dibalik undang-undang dan legitimasi negara. Dengan menjunjung tinggi undang-undang walaupun harus melanggar aturan agama, sah-sah saja menurut penguasa sekuler hari ini.
Secara fiqh sudah sangat gamblang dan para ulama empat mahzab telah bersepakat tentang keharaman seorang muslimah menikah dengan pria kafir baik ahli kitab maupun musyrik. Hal yang sama juga ditegaskan oleh pakar Tafsir Al-Qur’an Ustaz Fahmi Salim dan pakar fiqih kontemporer ustaz Shiddiq al Jawie. Menurutnya dalam hukum beda agama menurut fiqh Islam meliputi tiga poin hukum syara.
Pertama, Laki-laki muslim boleh menikah dengan wanita kafir ahli kitab, yaitu wanita kafir yang beragama Yahudi dan Nasrani. Allah berfirman,”Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi)perempuan-perempuan merdeka diantara perempuan-perempuan yang beriman dan merdeka di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu” (TQS Al Maidah : 5).
Kebolehan (mubah) laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab dalam ayat diatas adalah wanita yang beragama Yahudi dan Nasrani, dengan syarat selama tidak menimbulkan kemudharatan bagi laki-laki muslim tersebut. Misalnya, ia akan menjadi murtad dan mengikuti agama sang istri.
Kemubahan ini menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab as-Syakhsihiyyah al-Islamiyyah, bahwa setiap kasus dari perkara yang mubah, jika terbukti bebrbahaya atau membawa kepada bahaya, maka kasus itu diharamkan sedangkan perkara pokoknya tetap mubah.
Kedua, Laki-laki muslim haram hukumnya menikah dengan wanita musyrik, yaitu wanita kafir selain beragama Yahudi dan Nasrani atau yang tidak diturunkan suatu kitab kepada mereka. Dalilnya firman Allah swt,”Dan jangalah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu” (Al Baqarah :221)
Ketiga, wanita muslimah haram hukumnya menikah dengan laki-laki kafir baik ahli kitab maupun musyrik. Dalilnya dalam firman Allah swt,”Maka jika telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu pula tidak halal bagi mereka” (Al Mumtahanah : 10)
Menurut Ibnu Katsir, ayat inilah yang mengharamkan wanita muslimah untuk laki-laki kafir yang pada masa awal Islam diperbolehkan. Imam Al –Qurthubi juga mengatakan, dalam ayat ini Allah swt mengharamkan wanita muslimah bagi laki-laki kafir dan juga mengharamkan laki-laki muslim menikahi wanita musyrik.
Inilah penjelasan Islam terkait nikah beda agama. Dalam Islam sangat jelas antara yang putih dan yang hitam, dan tidak ada warna abu-abu. Yang hak dan yang batil pun dijelaskan perbedaan dan konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan manusia karena pilihannya. Adanya nikah agama ini merupakan kemusyikan nyata yang ada dihadapan kaum muslim dan tentu akan mengancam aqidah kaum muslim.
Ironisnya, kemusyrikan ini difasilitasi oleh negara dibawah payung undang-undang. Inilah yang terjadi apabila kewenangan membuat undang-undang diberikan kepada manusia yang notabene adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Di bawah payung sekularisme berbagai undang-undang dibuat dan disahkan oleh negara serta memaksa rakyat untuk mematuhinya, walaupun harus melanggar aturan dari RabbNYa.
Fenomena kemusyrikan negeri ini, terus menjadi-jadi dan dipelihara oleh negara dengan dalih kearifan lokal yang menjadi budaya baru. Padahal dibalik itu semua ada kampanye ide toleransi dan moderasi, selain liberalisasi agama dan liberalisasi di setiap lini kehidupan lainnya yang terus penguasa gaungkan untuk menjadi opini di tengah umat.
Inilah bentuk kegagalan nyata negara yang bernaung dalam sistem yang menihilkan peran agama dalam menjaga aqidah bagi warga negaranya, walaupun hal ini telah tercantum dalam undang-undang pasal 29 yang mengatakan bahwa negara menjamin setiap warga negara untuk beribadah menurut kepercayaannya.
Kerusakan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena ini sangat berbahaya dan harus ada upaya untuk merubah kerusakan ini menuju kepada aturan yang berasal dari zat yang maha baik yaitu khilafah. Karena khilafah adalah satu-satunya institusi yang akan menumpas habis segala bentuk kemusyrikan sampai ke akar-akarnya.
Khilafah merupakan jawaban dan solusi tuntas untuk menyelesaikan permasalahan multidimensi yang dihadapi umat di dunia. Kerusakan ini diakibatnya ketiadaan khilafah ditengah umat, sehingga kaum muslim bak buih dilautan banyak jumlah namun tidak memiliki kekuatan apapun. Penghinaan, penganiayaan dan segala bentuk diskriminasi terus terjadi dinegeri-negrei muslim karena ketiadaan khilafah.
Oleh karena itu, tidak boleh tidak khilafah harus hadir kembali dan tegak dimuka bumi ini. Seluruh kaum muslim harus merapatkan barisan menjadi bagian dari perjuangan penegakan khilafah dan Insya Allah fajar khilafah akan segera menyingsing untuk menghancurleburkan sistem sekularisme dan turunannya serta sistem-sistem batil lainnya dalam kehidupan umat manusia. Wallahua’lam.
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar