Mudik lebaran adalah rutinitas rakyat negeri ini dari tahun ke tahun. Setelah dua tahun ada larangan mudik karena meningkatnya kasus Covid-19, maka tahun ini sedikit ada kelonggaran untuk bisa mudik ke kampung halaman. Meskipun ada syarat yang harus dipenuhi bagi pemudik, salah satunya adalah wajib booster vaksin Covid-19.
Bagi pemudik yang sudah menerima vaksin virus corona booster, maka tidak perlu melampirkan hasil negatif pemeriksaan Covid-19 saat melakukan perjalanan mudik. Sementara, warga yang baru menerima vaksin dua dosis wajib melakukan pemeriksaan rapid test antigen. Warga yang baru menerima vaksin Covid-19 satu dosis harus melampirkan hasil negatif Covid-19 dari tes PCR.
Kebijakan ini bertentangan dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah sendiri pada 8 Maret sebelumnya. Yakni, pemerintah telah menghapus syarat negatif virus corona melalui tes PCR maupun rapid test antigen bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) baik melalui jalur darat, laut (CNN Indonesia.com, 26/3/2022).
Sejenak dibuat aturan, sejenak berubah. Sungguh membingungkan. Masyarakat pun mengkaitkan dengan kebijakan yang sangat longgar pada balapan MotoGP, bagaimana di sana tidak ada syarat booster dan juga memicu keramaian, konvoi no prokes dan no masker pun tetap melenggang bebas tanpa aturan ketat. Kemenkes mengklaim balapan MotoGP tidak sebanyak pemudik dengan pergerakan 35 juta orang dalam waktu bersamaan, meskipun publik melihat kan sama-sama kerumunan dan keramaian, potensi penularan covid19 tetap mungkin terjadi.
Dikutip kontan.co.id,26/3/2022, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat, adanya kewajiban vaksinasi booster sebagai salah satu syarat mudik Lebaran di tahun ini belum tentu efektif dalam menangkal penyebaran Covid-19. Di samping masyarakat harus mengeluarkan cost lebih untuk tes swab, bagi yang belum vaksin dan booster vaksin. Meskipun dia juga mendukung adanya tempat-tempat vaksin di jalur mudik dan tempat-tempat umum. Tapi yang terpenting adalah sosialisasi kepada masyarakat harus massif dilakukan.
Melihat kondisi ekonomi semakin berat akhir-akhir ini, terlebih memasuki Ramadhan dan menjelang idul Fitri. Harga-harga barang kebutuhan pokok naik, kebutuhan mereka untuk bisa mudik juga membutuhkan biaya besar. Seharusnya, kebijakan yang diambil bisa lebih memudahkan masyarakat.
Misalnya, sejumlah masyarakat yang menolak booster karena ketika mudik perjalanan ke kampung halaman tidak jarang membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan ada yang keluar pulau. Maka, membutuhkan vitalitas yang cukup tinggi. Mereka khawatir kebijakan vaksin memicu kondisi fisik mereka nge-drop terlebih jika harus disuntik di tempat (posko-posko mudik yang ada) akan sangat membahayakan bagi komorbid. Ahli kesehatan masyarakat menilai kebijakan kelonggaran mudik "tidak realistis" jika bertujuan mendorong target vaksinasi, karena waktu mudik sangat cepat dengan mobilitas penduduk yang besar (BBC Indonesia.com, 25/3/2022).
Seolah kebijakan itu muncul dengan sangat serampangan tanpa pertimbangan yang panjang, semakin menguatkan keraguan publik akan pengelolaan negeri ini. Maka tidak mengherankan pula sinyalemen dan unsur bisnis tetap menjadi pertimbangan dalam kebijakan di negeri ini.
Simak bagaimana gelaran MotoGP tidak dengan syarat berbelit karena itu ajang balapan yang memungkinkan pihak sponsor meraih keuntungan. Jika ada syarat yang berbelit pasti akan menyulitkan dan resikonya jumlah penonton sedikit. Maka kerugian bagi sponsor yang akan didapat.
Berikut deretan sponsor MotoGP Indonesia 2022 di sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu, ada sekitar 15 perusahaan yang telah berkomitmen menjadi sponsor MotoGP Indonesia 2022 tersebut. Diantaranya PT Pertamina (Persero) untuk track naming right serta PT Telkom Indonesia, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., PT Bank Mandiri (Persero), Tbk., PT PGN Tbk. sebagai venue partner. Selanjutnya ada PT GoTo Gojek Tokopedia, dan PT PP (Persero) sebagai main sponsor, serta Aprillia Indonesia, Astra Honda Motor, J&T Express, PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk TDR High Performance Technology, RCB (Racing Boy) dan KYT Helmet sebagai supporting sponsor (motorplus-online.com, 9/3/2022).
Maka, wajar kiranya keuntungan menjadi hitungan yang harus direalisasikan. Sementara dalam mudik lebaran, syarat apapun yang diberikan akan berusaha dipenuhi demi untuk bisa mudik ke kampung halaman. Lagi-lagi jika mereka khawatir booster akan berakibat kondisi tertentu pada badan. Maka mereka akan mengambil opsi untuk tes swab apakah itu antigen atau PCR yang tidak gratis, dan lagi-lagi menguntungkan perusahaan pengadaan fasilitas swab tersebut. Maka, untung-rugi selalu menjadi pertimbangan dikeluarkan kebijakan.
Rakyat seolah jadi lahan bisnis tidak berkesudahan, hajat rakyat selalu jadi incaran.
Memang sulit dipungkiri beginilah watak kapitalisme, negara hanya memberi jalan yang seluas-luasnya kepada individu/pengusaha untuk melaksanakan kegiatan ekonomi dengan keuntungan yang sebesar-besarnya, tidak peduli apakah rakyat terlunta-lunta untuk mendapatkan barang kebutuhannya.
Maka tidak heran kiranya Rasulullah Muhammad SAW berpesan dalam haditsnya: "Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia" (HR Muslim dan Ahmad).
Karena beratnya tanggung jawab ri'ayah (pengurusan) pemimpin kepada rakyatnya. Sementara dalam Islam pemimpin negara adalah ra'in (pengurus) segala urusan rakyatnya, kesejahteraan individu-individu menjadi perhatian, kemudahan demi kemudahan rakyatnya senantiasa disediakan, terlebih pada momen Ramadhan dan Lebaran untuk bersilaturahmi dengan handai-taulan.
Islam memberikan kemudahan demi kemudahan yang luar biasa. Bisa dalam bentuk pengadaan fasilitas gratis yang memudahkan dan bermanfaat bagi rakyat yang sedang dalam perjalanan, bukan pada hal yang mungkin bisa membahayakan sebagian individu yang memiliki penyakit bawaan. Apalagi musafir identik dengan orang yang dalam perjalanan yang sangat membutuhkan uluran tangan, bukan aturan yang menyulitkan.
Contoh yang pernah ada di masa Rasulullah ada suffah masjid Nabawi yang dikhususkan untuk para musafir. Kemudian diteruskan pada Khalifah sesudahnya banyak tempat-tempat persinggahan dibangun. Dia tersebar di sepanjang jalur perniagaan antara kota-kota Islam dan menyediakan makanan dan minuman cuma-cuma kepada para fakir miskin dan ibnu sabil. Funduq (hotel-hotel) dinamakan pula sebagai rumah perjamuan (dar adh-dhiyafah), ada cukup banyak hotel yang berfungsi khusus menampung para pengelana yang miskin atau kehabisan bekal (Republika.co.id,20/2/2019).
Maka, fungsi negara memberi kemudahan bagi rakyatnya bukan menyulitkan, Wallahu a'lam bi asshawwab.
0 Komentar