Presidensi 2024 gaungnya sudah sangat terasa saat ini. Walau perhelatannya masih dua tahun mendatang, namun untuk banyak hal tentu harus dipersiapkan dari sekarang. Termasuk persiapan presiden terpilih untuk dapat membayar utang pemerintah yang menggunung.
Dilansir dari tempo.co.id bahwa Yusuf Kalla mengungkapkan tantangan yang akan dihadapi calon presiden pengganti Jokowi adalah kesiapan untuk membayarkan hutang negara yang berjumlah trilyunan rupiah (18/4/2022).
Kalla juga mengungkapkan kriteria presiden yang cocok untuk Indonesia 2024-2029 adalah harus punya kemampuan besar dan tahan banting karena ekonomi negara masih belum dalam kategori baik.
Antara Utang dan Pemasukan Negara
Menurut laporan kementerian keuangan dinyatakan bahwa posisi utang Indonesia di angka 7000 Trilyun Rupiah hingga akhir Februari 2022. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan di bulan Januari 2022, yaitu sejumlah 6,9 ribu Triyun rupiah. Sehingga dalam waktu sebulan saja ada peningkatan utang sejumlah 95 Triyun rupiah.
Dalam hal ini Bhima Yudhistira, Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) mengatakan bahwa utang menjadi jalan pemerintah dalam menutupi kekurangan pendapatan (Bisnis.com 10/4/2022). Ia melanjutkan bahwa idealnya utang memang dianggap sebagai jalan terakhir yang ditempuh ketika penerimaan negara tengah mengalami tekanan.
Untuk membayar kewajiban utang baik bunga maupun pokok utang, pemerintah akan menggunakan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menaikkan target penerimaan pajak. "Jadi memang betul, pajak di masyarakat digunakan untuk membayar utang. Semakin tinggi jumlah utang, maka pajak yang ditarik akan semakin besar", pungkasnya.
Pembangunan Ibukota Negara tentunya sangat berpotensi dalam membengkaknya utang nasional. Padahal di sisi lain ekonomi negara belum pulih pasca pandemi Covid-19 melanda. Belum lagi akselarasi vaksinasi booster yang membutuhkan anggaran yang tentunya tidak sedikit.
Dengan kebutuhan dana yang tinggi dalam pembangunan IKN, maka tentunya pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan IKN. Namun apabila investasi swasta ini porsinya tinggi sekitar 46 persen, hal ini menjadi kurang realistis. Karena investor mana yang tertarik dengan pembangunan pemerintahan yang tidak ada keuntungan di dalamnya.
Terbukti dengan mundurnya dua investor belum lama ini.
Di lain pihak, pajak untuk perusahaan besar justru dikurangi atau malah di hapus sama sekali. Seperti pajak karbon yang rencana awal April 2022 lalu akan ditetapkan dan mempunyai potensi pendapatan negara senilai Rp 194 miliar. Namun justru dibatalkan dengan banyak alasan. Belum lagi pajak ekspor sebesar nol persen yang sudah berlaku beberapa waktu lalu.
Manajemen dan Pemimpin Negara
Indonesia sejak dahulu terkenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah baik di luar maupun di dalam tanah. Saat ini kekayaaan tersebut sudah banyak tergadaikan akibat kerakusan segelintir orang yang dikatakan sebagai 1 persen dibandingkan 99 persen rakyat lainnya.
Negara yang sudah digenggam oleh oligarki seakan tak bisa keluar dari situasi tersebut. Para oligarki diberi karpet merah untuk melakukan apapun termasuk mengeruk semua kekayaan alam hingga tak terbatas atas nama undang-undang. Penguasa di nina bobokan dengan kekayaan, hasil jerih payah mereka memuluskan urusan tuannya.
Apa yang terjadi dengan rakyat? Mereka hanya menjadi obyek penderita di tengah kekayaan alam yang melimpah ruah. Harga minyak goreng dan BBM menjulang di saat negeri ini merupakan produsen kedua barang tersebut. Kalimantan dan Papua banjir di saat tahunan ke belakang, Indonesia dinobatkan menjadi paru-paru dunia.
Itulah kejamnya kapitalistik, tak hanya merusak sumber daya alam, namun sekaligus sumber daya manusianya dididik menjadi manusia yang sangat rakus. Rakus dengan kekayaan dunia yang fana dan tak dibawa ke alam selanjutnya.
Sangat wajar bila mantan wakil Presiden Yusuf Kalla sepertinya menyangsikan presiden incumbent naik tahta kembali, karena melihat negeri ini sudah sangat jauh dari cita-cita semula, membangun Indonesia yang adil dan makmur. Untuk cita-cita yang demikian memang butuh personal sekaligus dasar pijakan yang kuat agar sebuah entitas negara menjadi rahmat bagi semua makhluk.
Visi luhur tersebut sesungguhnya telah dicontohkan ratusan tahun lalu oleh Rasulullah dengan membangun negara sesuai tuntunan syariat. Syariat telah memberikan petunjuk dengan dasar apa negara berdiri, bagaimana mengelolanya termasuk apa kriteria pemimpin sebuah negara.
Syariat merupakan paket komplit dalam menjawab segala masalah hidup manusia di dunia. Karena Allah swt menciptakan manusia serta segala isinya, lebih mengetahui kelemahan serta kelebihan makhluqnya termasuk manusia. Maka aturan yang diberlakukan pun pasti sesuai dengan kebutuhan seluruh alam.
Ini sangat berbeda saat sistem kapitalis dijalankan. Sistem berlandaskan akal manusia yang terbatas, pastilah terbatas pula dalam menyelesaikan masalah. Sangat banyak kekurangan dari pembentukannya hingga penerapannya.
Maka sudah saatnya negeri ini beralih pada sistem berkah berasal dari Sang Pencipta. Kerusakan yang ditimbulkan sistem rusak kapitalis semakin menganga. Dengan beralih pada sistem yang berkah maka rahmat Nya akan dirasakan seluruh alam.
Wallahu'alam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar