Ustadz Rokhmat L. Labib: “Meraih Ketaatan Yang Sempura Adalah Mengamalkan Al Quran Seluruhnya.”



“Kita tidak akan tahu kalau babi itu buruk ketika tidak ada berita dari Al Quran. Kita juga tidak akan tahu bahwa makan kambing yang tidak disembelih atas nama Allah adalah buruk. Kita tidak akan tahu bahwa makan daging kambing yang disembelih dengan nama Allah tapi diperoleh dari mencuri adalah buruk. Kita tidak akan tahu bahwa makan daging kambing yang disembelih dengan nama Allah dan milik sendiri tapi di tengah hari di bulan ramadan tanpa udzur syar’i, adalah buruk”, papar Ustadz Rokhmat S Labib di Acara Momen Special Nuzulul Quran, yang disiarkan secara langsung di khilafah Channel, Ahad, 17 April 2022. 


Dalam kesempatan kali ini tema yang diangkat adalah “Mengupas Tafsir Meraih ketaatan yang Sempurna”. Ustadz Rokhmat mengingatkan, pertama yang harus dijadikan tumpuan adalah, bahwa kita diciptakan oleh Allah bukan tanpa tujuan, tapi untuk beribadah. Dalam ayat lain Allah menciptakan manusia untuk mengujinya. Dengan ujian itu Allah akan berikan balasan pahala atau dosa. “Sementara untuk bisa melalui ujian itu, Allah memberikan dua modal. Yang pertama, manusia dimampukan untuk bisa mendengar dan bisa melihat yang merupakan bekal untuk berpikir. Tapi itu saja tak cukup, karena manusia dengan akalnya tidak mampu menghukumi mana yang berpahala mana yang berdosa, maka yang kedua Allah berikan kepada manusia petunjuk yaitu wahyu Al Quran”, jelasnya. 


Ketika petunjuk itu ditinggalkan, maka manusia akan tersesat. Ketika ada yang menyampaikan belum hijrah karena merasa belum mendapat petunjuk, sungguh itu hanyalah dalih tanpa dasar, karena petunjuk itu telah turun sejak 1400 tahun yang lalu. Yaitu sebuah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang yang bertaqwa (QS Al Baqarah:2). Tujuan hidup manusia fitrahnya adalah meraih kebahagiaan, maka Allah berikan petunjuk berupa Alquran, untuk meraih kebahagiaan itu di dunia maupun di akhirat. Ustadz Rokhmat kemudian mengutip Al Quran Surat Thaha 124. 


Panjang lebar Ustadz Rokhmat membacakan sebuah hadist tentang keutamaan dan kemuliaan Al Quran. Ketika benar-benar dipahami, maka tidak ada alasan untuk mengabaikan Al Quran, meninggalkannya, mencampakkannya, apalagi yang lebih parah dari itu, memusuhinya, mengkriminalisasi ajarannya, menganggap Al Quran itu memunculkan keburukan dan seterusnya. “Jika itu terjadi, maka mereka yang punya sikap seperti itu, siap-siap untuk dihinakan Allah SWT di dunia dan di akhirat. Tapi barang siapa yang berpegang teguh kepadanya maka dia akan mendapat kebaikan, dunia dan akhirat”, tegasnya. 


Ustadz Rokhmat mengibaratkan Al Quran itu seperti hujan lebat dan otak manusia ibarat batok kelapa,maka lihatlah betapa banyak yang tidak tertampung oleh akal manusia. Dari sinilah para ulama selalu merasa kurang setiap mengkaji Al Quran. 


Acarapun dilanjutkan dengan dialog. Ustadz Karebet selaku moderator menanggapi pemaparan Ustadz Rokhmat dengan beberapa pertanyaan, diantaranya terkait penamaan ramadan sebagai syahrul quran atau bulannya Al Quran. Dijelaskan bahwa yang menamai ramadan dengan syahrul quran adalah Al Quran sendiri, yaitu bulan diturunkannya Al Quran. Ramadan dipilih oleh Allah karena keutamaan dan keistimewaannya. “Setiap ramadan malaikat Jibril mendatangi Rasululah untuk saling menyimak bacaan Al Quran. Maka, para ulama menganjurkan di bulan ramadan kita meningkatkan kuantitas dan kualitas berinteraksi dengan Al Quran melebihi bulan-bulan lainya”, jelas Ustadz Rokhmat.


“Al Quran sebagai petunjuk karena isinya menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan manusia. Setidaknya dalam dua hal, yaitu perkara aqidah dan syariah (aspek hukum). Mulai dari makanan, pakaian, utang piutang, penerapan sanksi, hingga masalah pemerintahan”, jawab Ustadz Rokhmat ketika ditanya dimana letak Al Quran sebagai petunjuk. 


“Mukjizat Rasulullah itu banyak, diantaranya peristiwa isra mi’raj, membelah bulan, keluar air dari sela jari. Tetapi yang betul-betul menjadi mukjizat adalah Al Quran. Mukjizat itu ada aspek menantang, dimana Al Quran menantang untuk mendatangkan surat yang serupa. Dan hingga hari ini tidak ada yang bisa menjawab tantangan ini. Setiap nabi pasti membawa mukjizat, sebagai bukti dia benar seorang nabi, yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Al Quran menjadi mukjizat Rasulullah salah satunya karena disesuaikan dengan kondisi masyarakat Arab yang kala itu mengagungkan sya’ir, maka mukjizatnya pun dalam bentuk syair yang ketinggiannya tidak tertandingi”, panjang lebar Ustadz Rokhmat menjelaskan sisi kemukjizatan Al Quran. 


Ustadz Rokhmat menambahkan, mukjizat Rasulullah tidak seperti mukjizat nabi-nabi terdahulu yang sifatnya fisik dan waktunya terbatas. Al Quran mukjizat sepanjang masa yang sifatnya maknawi, bisa diyakini bagi orang-orang yang berpikir. 


Menanggapi sering munculnya perbedaan dalam menafsirkan Al Quran, Ustadz Rokhmat menjelaskan bahwa perbedaan tafsir dalam perkara aqidah, maka tidak diterima, namun jika dalam perkara cabang misalnya tentang fiqih ibadah, masih diperbolehkan selama tidak menyelesihi para ulama muktabar. Tentu ada pihak yang punya otoritas dalam tafsir yaitu yang punya pemahaman tentang Al Quran, menguasai bahasa Arab dan punya keimanan dan ketaqwaan yang tinggi. 


Ramadan adalah momentum meraih ketaqwaan yang sempurna, namun hari ini opini moderasi beragama begitu masif diaruskan ke tengah publik. Apakah moderasi ada di dalam Islam? Ustadz Rokhmat menanyakan kembali apa yang dimaksud dengan moderasi disini? Jika moderasi diartikan menerima sebagian ayat dan menolak sebagian yang lain, maka jelas bertentangan dengan Al Quran. Ketika turunan dari program moderasi ini istilah jihad, khilafah, kafir dihapuskan karena dianggap mendatangkan kekerasan, maka ini tidak sesuai dengan Al Quran. “Inilah bahayanya menafsirkan Al Quran yang hasilnya berbeda dengan yang diinginkan oleh Al Quran”, ungkapnya.  


Lebih lanjut Ustadz Rokhmat menjelaskan istilah wasaton yang dijadikan dalil moderasi hari ini tidak tepat, karena yang dimaksudkan adalah umatnya, bukan agamanya. Dalam beberapa kitab tafsir dijelaskan yang dimaksud dengan umat wasaton adalah umat yang adil, yaitu umat yang memutuskan segala sesuatu justru dengan Islam. Ada juga yang mengatakan umat wasaton adalah umat yang terbaik (khairu ummah), yaitu umat yang menjadi saksi kebenaran yang disampaikan kepadanya kemudian menunaikan amar ma’ruf nahi munkar, menjadi rujukan (memimpin) bagi yang lain. (QS Ali Imran 110). “Bukan wasaton yang malah membebek dengan barat”, tegasnya. 


Di akhir pemaparannya Ustadz Rokhmat menegaskan, Al Quran itu diperjelas dengan hadis, hingga menjadi lebih detail, rinci dan bisa dipahami umat. Ketika mengakui Al Quran tapi menolak hadis, maka tidak mungkin bisa menjalankan Al Quran dan bisa menjadi kafir. Karena perintah taat kepada dan Rasul itu qat’i, pasti. Agar Al Quran bisa diterapkan secara kaffah butuh peran negara, karena ada amalan di dalam Al Quran yang tidak bisa di tunaikan secara individu, misalnya sanksi. Maka Islam butuh kekuasaan untuk bisa menerapkan seluruh syariatnya untuk bisa meraih ketaatan yang sempurna”, tutupnya. 


Reporter : Anita Rachman


Posting Komentar

0 Komentar