“Bulan ramadhan bukan alasan untuk lemes ya, karena Rasulullah pun melakukan banyak perjuangan di bulan ramadhan. Bahkan penaklukan demi penaklukan dilakukan di bulan ramadhan”, seloroh Ustadzh Ita Novi Rosita mengawali kajian Tadabur Al Quran yang diadakan Muslimah Jakarta, di salah satu Masjid di Jakarta, Sabtu, 09 April 2022. Acara yang di hadiri tokoh muslimah dari berbagai latar belakang ini mengangkat tema “Ramadhan Bulan Perjuangan”.
Sebagai prolog, Ustadzah Ita panjang lebar memaparkan keutamaan dan keistimewaan bulan suci ramadan yang seolah tiada habisnya. Bulan ramadhan adalah bulan pembakaran, yaitu pembakaran dari aktifitas kemaksiatan, dimana pintu surga dibuka seluas-luasnya, pintu neraka ditutup dan syetan-syetanpun di ikat. Bulan ramadan adalah bulan Al Quran. Umatpun menyambutnya dengan berlomba-lomba memperbanyak membaca Al Quran di bulan ini. Bahkan dalam sebuah hadist disebutkan, puasa dan Al Quran adalah dua hal yang memberikan syafaat untuk seorang hamba di hari akhir.
Bulan ramadhan merupakan kesempatan di hapuskannya dosa-dosa. Shalat malam di bulan ramadhan yang dilakukan dengan penuh keimanan, keimanan yang jujur semata hanya mengharap ridho Allah, maka Allah akan mengampuni semua dosa hambaNya. Ramadhan juga disebut bulan jihad. Sebagaimana kita tahu, perang pertama kaum muslimin yaitu perang Badar, terjadi di bulan ramadhan. Rasulullah mempimpin pasukannya, mengerahkan ikhtiar dengan penuh totalistas dan berdoa kepada Allah meminta kemenangan.
Bulan ramadhan adalah bulan taubat. Rasulullah SAW suatu ketika naik mimbar, tiba-tiba mengucapkan “aamiin” hingga tiga kali. Para sahabatpun bertanya, dan Rasulullah menjawab “Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Siapa saja yang datang bulan ramadhan tapi tidak sempat minta ampun, maka celaka lah dia’”. Lalu Rasulullahpun mengatakan aamiin.
Ustadzah Ita kemudian bertanya kepada jamaah, “Memang ada ya yang sampai lupa meminta ampun di bulan ramadhan?. Yang kemudian langsung dijawab sendiri oleh Ustadzah Ita, “Ada lho ternyata, yaitu mereka yang tidak punya ilmu, atau yang imannya nggak tulus, hatinya nggak bersih, nggak serius, hingga lupa minta ampun sama Allah, gara-gara terlalu sibuk dengan aktifitas duniawi. Padahal Allah siapkan kendaraan yaitu puasa, agar kita bisa meraih taqwa, tapi malah terlewat sia-sia”, ujarnya.
“Sebegitu istimewanya bulan ramadhan, sudahkah kita memperlakukannya dengan istimewa juga?”, tanya Ustadzah Ita kepada jamaah. Ustadzah Ita melanjutkan, “Bayangkan kita punya baju yang harganya mahal, pasti perlakuan dan perawatannya sangat hati-hati, karena spesial. Nah, seharusnya demikian juga kita memperlakukan bulan ramadhan, jangan biasa-biasa saja. Jangan sampai ada cacatnya, karena detik demi detik ketika kita beramal pahalanya dilipatgandakan lho”, Ustadzah Ita mengingatkan.
Ustadzah Ita menegaskan, bahwa puasa tidak hanya menahan dari lapar dan haus, tetapi menahan diri agar tidak meninggalkan semua perintah dan menahan diri agar tidak melakukan semua yang dilarang Allah, alias taatnya total. Meskpikun tidak bisa dipungkiri, kondisi hari ini memang tidak kondusif untuk kita benar-benar maksimal dalam beribadah. Mungkin untuk ibadah secara individu masih bisa ditunaikan. Tapi ada ibadah-ibadah lain yang sulit untuk ditegakkan karena terbentur dengan aturan atau sistem yang berlaku di negeri ini.
Ustadzah Ita mencontohkan, umat hari ini masih bisa menjalankan shalat, puasa, zakat, haji, tapi untuk menghindari godaan riba, zina, khamr, judi menjadi sesuatu yang berat. Karena regulasinya justru membiarkan hal-hal yang dilarang tadi, beredar bebas. Atau urangtua yang sudah mendidik anak-anaknya dengan sangat berhati-hati agar menjadi anak yang shalih dan shalihah, tetapi lingkungan tidak mendukung, pergaulan dan media bebas mempertontonkan perilaku maupun konten yang bisa merusak iman.
“Maka, bulan ramadan selain momen mendidik hawa nafsu juga menjadi bulan dakwah, melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Apa yang urgen untuk didakwahkan ke tengah umat hari ini? Tidak lain adalah membangkitkan kesadaran umat, agar yang tadinya hanya fokus pada ketaqwaan pribadi, menjadi peduli kepada ketaqwaan umat. Karena taqwa tidak bisa sendiri”, tegas Ustadzah Ita.
Ustadzah Ita mengingatkan, ‘kuntum khoiru ummah’ atau ‘umat terbaik’ adalah predikat yang Allah berikan. Tetapi faktanya hari ini umat muslim terpuruk. Ini adalah dampak dari diterapkannya sistem kufur dan tidak adanya atau masih lemahnya aktifitas amar ma’ruf nahi munkar.
Jika ada yang tidak shalat, berzina, mengambil riba, membunuh, ini sejatinya hanyalah kemungkaran kecil, karena kemungkaran itu untuk dirinya sendiri. Sementara kemungkaran yang jauh lebih besar adalah kemungkaran penguasa yang membiarkan umat tadi tidak shalat, berzina, mengambil riba karena memang kebijakan tak melihat standar halal-haram.
Ustadzah Ita kemudian mengutip AL Quran Surat Thaha ayat 124; “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sungguh dia akan mengalami kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
Maka, amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa adalah amalan yang paling agung. Karena ketika penguasa menerapkan hukum sesuai dengan standar halal haram alias sesuai syariat Allah, maka segala bentuk kemaksiatan baik kecil maupun besar akan lenyap. Apalagi dakwah di bulan yang suci ini dimana pahalanya dilipatgandakan.
“Umur umat Muhammad itu hanya sekitar 60-70 tahun, lantas bagaimana caranya kita memaksimalkan yang singkat tadi dengan amalan yang banyak bahkan melampaui umur kita, alias bernilai pahala jariyah?”, tanya Ustadzah Ita. “Maka amalan itu adalah berdakwah. Dakwah demi tegaknya agama Allah”, jawabnya langsung.
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (H.R. Muslim). Bayangkan berapa pahala yang terus mengalir kepada para sahabat, para ulama terdahulu, misalnya Imam Syafii dan lain-lain, wali songo, yang ilmunya menjadi acuan umat hingga hari ini.
Jalan cepat menuju surga selain syahid adalah dakwah. Jihad yang paling utama adalah menyampaikan yang haq kepada penguasa yang zalim. Hamzah adalah penghulu para syuhada karena melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa.
“Hari ini umat muslim terzalimi dan tidak ada yang bisa menolong karena tidak adanya pemimpin dan sistem yang melindungi. Maka, marilah kita bangkit, bersama-sama menuntut ilmu, mendalami Islam, mengejar ketaatan, kemudian melakukan amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya syariat islam secara kaffah demi meraih ketaqwaan bersama”, tutup Ustadzah Ita yang disambut dengan takbir seluruh jamaah.
Reporter: Anita Rachman
0 Komentar