Aila, Negeri yang Masyarakatnya Dikutuk Menjadi Kera Akibat Tidak Taat Kepada Allah swt

 




Allah swt sang Maha Pencipta sangat memahami kekurangan dan kelebihan ciptaan Nya. Sehingga selain menciptakan, Allah swt juga membuat aturan yang harus diikuti, baik berupa perintah maupun larangan. 


Setiap aturan yang ditujukan kepada manusia, akan selalu dapat menjawab tantangan jaman kapan pun dan dimana pun manusia berada. Selain itu aturan tersebut selalu sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia, memuaskan akal serta hati pasti akan menjadi tenang.  


Dalam Alquran yang sepertiganya adalah berisi kisah-kisah, di sana banyak menceritakan tentang bagaimana tingkah polah Bani Israil. Mereka adalah kaum yang sangat keras kepala, berbeda dengan kaum lainnya. Sebagaimana kisah Ashabus Sabt dalam Alquran surat Al A’raf: 163-166. 


Dari Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Allah swt memerintahkan kepada Bani Israil, hari Jumat sebagai hari Ied mereka, namun mereka menolak, justru yang mereka inginkan adalah pada hari Sabtu. Mereka beralasan bahwa Allah swt menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (Ahad hingga jumat), sedangkan pada sabtu nya Allah swt beristirahat. 


Sehingga pada hari sabtu itu mereka buat sebagai hari raya mereka ataupun hari yang dikhususkan untuk beribadah kepada Allah swt dan tidak melakukan aktivitas dunia. Berbeda dengan kaum muslimin yang telah dipilihkan oleh Allah swt, hari Jumat untuk beribadah. Karena hari Jumat adalah sayyidul ayyam (pemimpinnya hari). 


Di saat Bani Israil ini memilih hari sabtu sebagai hari rayanya, kemudian Allah swt menguji mereka, yaitu dengan melarang memancing ikan di hari sabtu. Itulah yang terjadi pada kisah Ashabus Sabt. 


Dikatakan bahwa shabus sabt tinggal di negeri bernama Aila pada ribuan tahun lalu. Kurang lebih terletak di tepi pantai dataran Palestina saat ini. Negeri Aila dihuni oleh bani Israil dan nelayan menjadi pekerjaan utamanya. Mereka adalah pengikut Nabi Musa as yang dikutuk menjadi kera karena melanggar perintah Allah swt.


Dikabarkan bahwa penduduk Aila yang notabene adalah bani Israil, sengaja mencari-cari alasan mengapa hukum-hukum Allah swt begini dan mengapa tidak begini. Tujuan mereka bertanya sejatinya adalah untuk mencari celah agar tidak tunduk terhadap aturan Nya.  

Hari sabtu yang dipilih penduduk Aila untuk beribadah, ternyata ikan-ikan saat itu sangat banyak dan berlompatan di pinggir pantai, menggoda mereka untuk mengambilnya. Melihat hal demikian, tentu mereka tergoda untuk memanennya, karena memang sedari awal mereka sudah tidak patuh pada yang Kuasa.


Mereka menebar jala pada hari Sabtu, kemudian pada Minggu nya mereka panen ikan yang sangat banyak tersebut. Kejadian tersebut terus berlangsung. 

Mereka hendak menipu Allah swt juga menipu orang-orang beriman, disinilah bentuk pelanggaran oleh bani Israil. Hal Ini termasuk ciri-ciri kaum Yahudi, yaitu suka menipu Allah swt. Oleh karenanya mereka diuji karena melakukan kefasikan. 


Negeri Aila ini terdapat 3 kelompok masyarakat. Pertama, adalah kelompok masyarakat yang sengaja tidak patuh oleh perintah Allah swt yang memasang jala pada hari Sabtu dan memanennya pada Minggu nya. Kelompok yang mencari jalan atas apa yang Allah swt larang. 


Kelompok kedua adalah orang-orang yang mengingatkan mereka, kelompok pertama bahwa memancing ikan pada hari Sabtu adalah hal yang haram apapun cobaannya. Kemudian akan datang azab Allah swt bila mereka selalu munkar pada Allah swt. 


Selain itu adapula kelompok ketiga, mereka adalah orang-orang yang tidak meluruskan kelompok pertama yang munkar pada Allah swt namun pada saat yang sama mereka juga menahan kelompok kedua untuk tidak perlu mengingatkan kelompok pertama atas kemungkaran perbuatan mereka.


Seperti yang telah difirmankan Allah swt pada surat Al a’raf: 164, “Dan ingatlah ketika suatu umat diantara mereka berkata,’Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab oleh Allah dengan azab yag sangat keras?’, mereka menjawab,’Agar kami mempunyai alasan kepada Tuhanmu dan agar mereka kembali bertaqwa”. 


Kelompok kedua mengatakan kami ingin berlepas agar mempunyai alasan di hadapan Allah swt di hari penghisaban kelak, agar kami ini selamat. Artinya golongan kedua ini hanya menyampaikan kebenaran saja, dan untuk sadar atau tidaknya mereka, itu urusan Allah swt. Karena kemungkaran tidak bisa didiamkan.  


Kemungkaran harus dihapus, karena Allah swt berfirman,”Hendaklah takut kalian kalau seandainya Allah swt mengirimkan fitnahnya, azabnya kepada kalian, karena yang terkena azabnya bukan hanya si pelaku secara khusus, namun orang-orang yang baik yang mendiamkan perbuatan tersebut juga terkena imbas azab tersebut”. Itulah pentingnya aktivitas dakwah. 


Kemudian setelah mereka melupakan akan ancaman Allah swt, maka diselamatkanlah golongan orang-orang salih yang terus berusaha menasihati kemungkaran pada mereka. Orang-orang salih ini dipisahkan dari golongan orang-orang fasik yang pertama juga golongan yang ketiga. 


Seketika itu didatangkanlah azab Allah yang sangat keras kepada orang-orang zalim diakibatkan atas perbuatan mereka yang selalu berbuat fasik. Seperti pada ayat 166, Allah swt berfirman,”Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka ‘Jadilah kamu kera yang hina’ “.


Dengan perasaan khawatir kalau-kalau mereka juga ditimpa azab yang sama, maka orang-orang salih dari golongan kedua membiarkan golongan lainnya dalam azab Nya. Tak ada suara lagi riuh rendahnya saat menjaring dan menangkap ikan saat itu, yang ada hanya keheningan. Kemudian setelah tiga hari, Allah swt binasakan mereka semua, kelompok pertama dan ketiga.

Terkait dengan kisah tersebut, sebuah hadist dari Ummu Salamah dalam riwayat imam Muslim dinyatakan bahwa ia bertanya pada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, apakah kami dapat ditimpa musibah atau siksaan sementara di antara kami terdapat orang-orang sholih? Rasulullah saw menjawab,”Iya, bila kerusakan dan pelanggaran agama sudah merajalela dan tidak ada yang mengingatkan atau luruskan”. 


Oleh karenanya, tidak boleh membiarkan saat terdapat kemungkaran apalagi bila sudah merajalela. Kemungkaran merupakan pelanggaran perintah dan larang Allah swt, sehingga meluruskannya suatu kewajiban.


Wallahu’alam



Oleh Ruruh Hapsari






Posting Komentar

0 Komentar