Bogor Panas, Sejukkan dengan Menapaki Jalan Setapak Menuju Sumber Air





Akhir-akhir ini udara kota Bogor terasa lebih panas. Suhu Bogor pada Selasa (10/5/2022) mencapai 33°C. Sebabnya, bukan karena remote AC langit Rara Sang Pawang Hujan hilang, tapi menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bogor Indra Gustari mengungkapkan, panas terik yang terjadi beberapa hari ini seperti di Kota Depok dan Bogor disebabkan oleh fenomena gelombang panas. (www.suarabogor.id) Karena adanya fenomena tersebut, kini Kota Bogor pada siang hari juga terjadi panas yang sangat terik.


Fenomena suhu udara terik yang terjadi pada siang hari tersebut dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya, posisi semu matahari saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator, yang mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau.

Kondisi ini perlu untuk diwaspadai dan diantisipasi. Disarankan warga Bogor untuk disiplin menjaga asupan air. Apalagi jika sedang beraktivitas di bawah sinar matahari. Agar tidak mengalami dehidrasi. Tanaman dan hewan pun perlu mendapatkan perhatian ekstra dalam asupan cairan.


Tak Hanya Fenomena Gelombang Panas

Suhu udara kota Bogor meningkat sebenarnya bukan hanya karena ada fenomena gelombang panas saja. Tetapi, dunia memang sedang menghadapi perubahan iklim. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan.


Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang diantaranya, terdiri dari karbondioksida, metana, nitrogen, dan sebagainya.


Pada dasarnya, GRK dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akan tetapi, konsentrasi GRK yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal. Penebalan lapisan atmosfer tersebut menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi, yang disebut dengan pemanasan global. (dinukil dari http://ditjenppi.menlhk.go.id)


Menurut laman daring yang sama, ada berbagai aktivitas manusia yang bisa menyebabkan pemanasan global. Seperti pembuatan energi terutama energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil seperti energi listrik dan panas. Ditenggarai proses pembakaran energi fosil dalam sektor transportasi, pembangkit listrik, dan pemanfaatan energi fosil berdasarkan data Climate Watch pada 2017, pemanfaatan bahan bakar fosil berkontribusi terhadap 72% pembentukkan GRK. (www.katadata.co.id) 


Proses manufaktur barang, produksi makanan, dan penyuplaian bahan bangunan pun menyumbang peningkatan GRK. Semua kegiatan tadi dilakukan untuk menunjang gaya hidup manusia dalam iklim penerapan kapitalisme yang berlebihan. Gaya hidup kita pun berdampak besar terhadap planet kita. Yang terkaya dengan gaya hidup 'wah' memiliki tanggung jawab terbesar: 1 persen orang terkaya di seluruh dunia menyumbang lebih banyak emisi GRK dibandingkan dengan 50 persen orang termiskin. 


GRK diperparah dengan adanya penebangan hutan untuk membuat lahan pertanian atau peternakan, ataupun untuk alasan lainnya. Ini akan menghasilkan emisi, karena pohon yang ditebang akan melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Sekitar 12 juta hektar hutan dihancurkan setiap tahunnya. Karena hutan menyerap karbondioksida, penghancurannya juga akan membatasi kemampuan alam dalam mengurangi emisi di atmosfer. Penggundulan hutan, serta pertanian dan perubahan fungsi lahan lainnya, merupakan penyumbang sekitar seperempat dari emisi GRK global.


Komunitas Internasional mengaku menyerah dalam menemukan solusi atas permasalahan ini. Banyak perjanjian ditandatangani untuk mengatasi masalah perubahan iklim dan lingkungan, seperti Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim 1992, Protokol Kyoto 1997, dan Kesepakatan Paris 2015.


Namun, banyak yang berpendapat tetaplah sangat sedikit kemajuan signifikan yang dicapai dalam menangani secara efektif tantangan lingkungan saat ini. Ini karena diskusi dan perdebatan sejauh ini telah gagal untuk mendiagnosis dan mengobati akar penyebab krisis lingkungan global. Karena faktor-faktor yang banyak disalahkan sebagai penyebab seperti: penggunaan bahan bakar fosil yang tinggi, penggundulan hutan massal, produksi daging yang tinggi, kebijakan pertanian yang berbahaya, tingkat produksi dan konsumsi manusia yang berlebihan, aliran air yang terkontaminasi berbagai industri dan pabrik, dan berton-ton sampah plastik, pakaian, dan produk limbah lainnya, pada kenyataannya hanya merupakan gejala bukan akar masalahnya. 

Walhasil kemajuan dalam mengatasi krisis lingkungan ini akan tetap negatif selama proses diagnosis masalah masih cacat.


Jika ditelaah lebih lanjut, akar penyebab krisis lingkungan adalah ideologi dan sistem kapitalis yang materialistis dan mendominasi politik, ekonomi dan sosial yang diterapkan di semua negara saat ini. Sistem yang terobsesi pada profit ini telah menciptakan pola konsumsi dan produksi yang berkepanjangan pada banyak negara, hanya demi mengamankan pendapatan dan keuntungan ekonomi, mengalahkan semua nilai kemanusiaan dan kebutuhan manusia, termasuk perlindungan lingkungan. Penyalahgunaan lingkungan yang berulang dan munculnya sejumlah masalah lingkungan hanyalah buah dari sistem ini. Dan krisis lingkungan yang kita saksikan saat ini tidak lain adalah warisan ideologi ini.


Dunia saat ini berada di persimpangan jalan dalam hal perubahan iklim dan bencana lingkungan yang melanda. Yang pasti, planet ini tidak aman selama sistem kapitalis mendominasinya, dan tidak ada obat yang dapat ditemukan untuk penyakit dunia di bawah arahan dan pemerintahan sekuler kapitalistik. Sebab itulah, tentu diperlukan pendekatan radikal baru dalam menangani krisis dan melindungi planet ini dan umat manusia dari bahaya dan kehancurannya. (Akun FB Fareastern Muslimah & Syariah)


Tapaki Jalan Menuju Sumber Air

Untuk mengatasi semua ini, tentu saja harus menghilangkan akar masalahnya yaitu ideologi dan sistem kapitalisme yang menghasilkan gaya hidup hedonis, materialistik, rakus dan merusak. Kapitalisme harus diganti dengan ideologi Islam dengan syariatnya yang kafah.


Syariat secara bahasa diartikan sebagai sumber air atau jalan setapak menuju sumber air (http://file.upi.edu). Sedangkan secara syar’i, syariat diartikan sebagai seruan dari Pembuat Hukum (Syari) atas perbuatan hamba. Jadi syariat adalah jalan berupa rambu-rambu hukum yang dibuat oleh Allah Swt. ketika manusia akan berbuat sesuatu. Sebagai individu dan masyarakat muslim kita wajib untuk terikat dengan syariat secara kafah.


Dalam gaya hidup, syariat Islam pun memberikan panduan jalan. Dalam QS. Al-Isra:29 dan Al-Furqon:67, bahwa manusia dilarang untuk kikir dan berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta. Menurut Imam Ibnu Katsir, maksud dari israf (berlebihan) adalah membelanjakan harta dengan cara menghambur-hamburkan dan melebihi dari kadar yang dibutuhkan. Adapun taqtir (kikir) adalah memangkas pembelanjaan harta sehingga kebutuhan sendiri tidak tercukupi. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quranil Adzim, 5/608).


Dalam konsumsi ada juga pengingat dari Rasul Saw., “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika dia harus mengerjakannya maka hendaklah dia membagi sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad). Dan berbagai dalil tentang hidup zuhud pun banyak terdapat dalam sumber-sumber syariat Islam.


Untuk lingkungan hidup, syariat Islam pun telah mengaturnya. Muhammad Husain Abdullah dalam buku Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam memerincinya sebagai berikut, Allah Swt. telah menyerahkan tanah dan harta kepada manusia. Allah telah menghalalkan segala yang baik (al-thayyibat) dan mengharamkan segala yang buruk (al-khabaits). Islam telah memberikan aturan berkenaan dengan penjagaan terhadap lingkungan, diantaranya adalah : 


Tidak boleh melakukan kerusakan terhadap segala sesuatu sesudah ada perbaikan. 

Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…” (TQS. Al-A’raf [7]: 56)

Tidak boleh melakukan pencemaran lingkungan dengan kotoran manusia. 


Rasulullah ﷺ bersabda, “Berhati-hatilah kepada dua orang terlaknat (al-la’inayn). "Sahabat bertanya, “Siapakah dua orang terlaknat itu?” Rasul menjawab, “Yakni orang-orang yang membuang kotoran di jalan yang dilalui orang dan menzalimi mereka.” Dalam hal ini Rasul menyebut mereka sebagai la’inayn karena perbuatan mereka menyebabkan orang yang melakukannya mendapat laknat (kecaman). Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah siapa pun kencing di dalam air yang tidak mengalir (al-maud daim) kemudian ia berwudu dengannya.” (HR Bukhari)


Islam melarang penebangan pohon secara sia-sia. 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja yang memotong pohon bidara (lotus jujube-inggris, penerj.) yang ada di atas tanah lapang —yang sering digunakan sebagai tempat bernaung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) ataupun binatang-binatang— secara sia-sia dan penuh kezaliman tanpa alasan yang benar, maka Allah akan menaruh api neraka di atas kepalanya.” (HR Bukhari)


Islam mendorong untuk menyuburkan tanah dengan cara ditanami, atau menyitanya (tanah pertanian tersebut) dari siapa saja yang tidak menanaminya. 


Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ia menanaminya atau diberikan kepada saudaranya.” Sabda beliau ﷺ lagi, “Tidaklah seorang muslim menanam sesuatu lantas tanaman itu dimakan orang lain, burung, ataupun binatang-binatang lain kecuali hal itu menjadi sedekah baginya.”

Islam mendorong untuk menyayangi binatang.


Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seseorang telah melihat seekor anjing yang sedang kehausan, kemudian ia melepaskan sepatunya untuk menciduk air untuk diminumkan ke anjing itu. Allah memuji orang itu dan memasukkannya ke dalam surga.” Berkenaan dengan orang yang mengambil anak burung, beliau bersabda, “Siapa yang membuat cemas (induk) yang melahirkan anak burung ini? Kembalikanlah ia kepada induknya!” Beliau pun bersabda, “Seorang wanita dapat masuk neraka hanya karena soal kucing yang dipeliharanya, tetapi tidak diberinya makan dan juga tidak mencegahnya tatkala kucing itu memakan tanah yang kotor.”


Islam mewanti-wanti dalam persoalan api dan hal-hal yang dibakar dengan api. 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Jangan kalian membiarkan api menyala di rumah kalian, sedang kalian akan tidur.” (Muttafaq ‘alaih)

Islam menganjurkan untuk berobat. Hal ini dilakukan demi menjaga kesehatan. 


Rasulullah ﷺ bersabda, “Berobatlah kalian, wahai para hamba Allah, karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan juga obatnya.”

Islam memerintahkan untuk menyingkirkan hal-hal yang mengganggu dari tempat-tempat umum seperti jalan dan tanah lapang. 


Beliau bersabda, “Ketika seseorang berjalan di sebuah jalan, lantas ia menjumpai ranting pohon berduri, kemudian ia mengambilnya, maka niscaya Allah akan memujinya dan mengampuninya.” Sabda beliau pula, “Singkirkanlah gangguan dari jalanan.” 


Kaum muslim sesungguhnya telah komitmen dengan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan menjaga kebersihan suasana kota dan jalanan. Mereka juga pernah membangun tempat-tempat pemandian dan memperhatikan kebersihannya.


Seorang Muhtasib, yakni qadhi (hakim) yang ada di pasar, senantiasa mengawasi makanan yang diperdagangkan dan menguji sejauh mana kelayakannya untuk tetap dijual. Demikian juga halnya dengan toko roti, tempat penjualan daging, dan warung-warung makan.


Kaum muslimin juga telah membangun kebun-kebun untuk hewan-hewan darat. Harun al-Rasyid pernah menghadiahkan gajah dan kera yang diambil dari kebun binatang di Baghdad pada saat itu kepada Raja Charleman, Raja Prancis. Yaqut al-Hamawiy berkata, “Adalah Kaisar Ja’fari menyukai tempat-tempat Khalifah al Ma’mun karena di sana terdapat kebun binatang untuk binatang-binatang liar.”


Khalifah Al-Mutawakkil membangun kebun yang luas di Kota Samura sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan seperti singa, kijang, burung, dan lain-lain. (Dikutip dari www.MuslimahNews.com) 

Inilah syariah Islam. Sumber/mata air yang akan membawa kehidupan. Jika syariah Islam diterapkan secara kafah oleh khilafah, Insya Allah kerusakan lingkungan berakibat pemanasan global bisa diatasi.



Oleh : Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar