Dilansir pada CNN Indonesia, 17/05/2022, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin menyoroti pengusiran yang dilakukan warga kepada wanita yang bersuami dua berinisial NN. Ia menegaskan kasus NN belum bisa disebut poliandri. Dia menilai warga seharusnya memberikan ruang bagi NN untuk menjelaskan motif dirinya memutuskan untuk menikah siri dengan suami kedua. Selain itu, dugaan kemungkinan ada diskriminasi gender dalam aksi main hakim warga terhadap NN.
Kasus istri yang melakukan poliandri, merupakan sesuatu hal yang masih dianggap tabu dan melanggar aturan agama. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyatakan asas pernikahan di Indonesia monogami, namun ada ketentuan poligami dengan syarat tertentu yang diperbolehkan dilakukan oleh laki-laki.
Asas monogami ini dianggap sebagai diskriminasi gender, karena hanya laki-laki yang diberi kewenangan menikah dengan lebih dari satu wanita sedangkan wanita tidak boleh untuk melakukannya walaupun tak sepengetahuan istri pertama dan boleh menikah secara siri. Sedangkan poliandri tidak disebutkan didalam UU perkawinan tersebut.
UU perkawinan terus menjadi polemik hingga kini, komnas perempuan bersama para aktifis gender terus memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang selalu menjadi korban diskriminasi. Upaya mereka pun membuahkan hasil, setelah pemerintah mensahkan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Kehadiran UU TPKS ini diharapkan dapat melindungi kaum perempuan dari berbagai diskriminasi dan ancaman kekerasan seksual hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Namun, apakah benar dengan adanya UU tersebut menjadi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh kaum perempuan saat ini? Ataukan keberadaan UU ini justru berdampak pada munculnya berbagai penyimpangan seksual, penyakit seksual dan kekerasan seksual yang akan terjadi? Seperti yang kita ketahui bahwa yang menjadi payung hukum lahirnya UU ini adalah kebebasan dan memberikan kewenangan bagi manusia untuk untuk berperilaku seksual sesukanya (liberal sekuler).
Akan halnya dengan kasus poliandri, merupakan bagian kebebasan yang kebablasan yang mendapatkan payung hukum dibawah UU. Padahal sangat jelas, bahwa Islam dengan tegas mengharamkan poliandri. Allah swt berfirman,”Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki” (QS An-Nisa : 24). Maka dari sini jelaslah bahwa wanita yang bersuami haram untuk dinikahi oleh laki-laki lain.
Keberadaan UU yang dianggap akan melindungi kaum perempuan, justru malah menjerumuskannya ke jurang kenistaan. Maka wajarlah jika saat ini berbagai pernyimpangan tumbuh subur bak jamur dimusim hujan. Karena adanya UU ini memberi kebebasan bagi manusia untuk melakukan apa saja yang ia inginkan.
Inilah akibatnya apabila manusia makhluk yang lemah, terbatas dan serba kurang, diberikan kewenangan untuk membuat aturan. Alih-alih dapat menyelesaikan permasalahan justru yang terjadi permasalahan baru semakin bertambah banyak. Inilah kebatilan hukum buatan manusia yang bebas dan mencampakkan aturan sang pencipta. Kerusakan demi kerusakan terus terjadi hingga akhirnya manusia binasa karenanya.
Paradigma berfikir yang salah inilah yang mengakibatkan kaum perempuan terus mengalami kekerasan dan diskriminasi. Dibarengi dengan diterapkannya sistem liberal sekuler yang memandang bahwa posisi kaum perempuan harus sejajar dengan kaum laki-laki agar tidak ada lagi kekerasan dan diskriminasi yang menimpa kaum perempuan. Padahal faktanya, di negeri-negeri Barat yang sangat mengagung-agungkan ide feminisme justru kekerasan dan diskriminasi kepada kaum perempuan semakin merajalela.
Persoalan kaum perempuan takkan berujung apabila masih merujuk pada hukum liberal sekuler yang diterapkan di negeri ini. Persoalan ini akan tuntas, apabila mengambil aturan dari zat pemilik dan pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan yaitu Allah swt. Allah swt telah menurunkan Islam bukan hanya sebagai agama ritual semata.
Islam memiliki seperangkat aturan yang komprehensif sebagai pemandu manusia dalam menjalani medan kehidupan. Diantara kesempurnaan hukum Islam adalah mencegah perilaku kekerasan dan penyimpangan seksual seperti larangan berzina atau berkhalwat (berdua-duaan tanpa mahrom).
Mewajibkan kaum perempuan untuk mengenakan jilbab dan kerudung, sebagai bentuk penjagaan Islam dan memuliakan perempuan dengan patuh dan tunduk terhadap aturan tersebut. Dalam Islam, perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga baik oleh masyarakat dan negara. Bentuk penjagaan dan penghormatan terhadap perempuan, syariat Islam menetapkan bahwa perempuan adalah pihak yang diberi nafkah, bukan pencari nafkah atau menjadi tulang punggung perekonomian negara, seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis sekuler.
Memposisikan perempuan sebagai ummu wa rabbatun bait (ibu dan pengurus rumah dan tangga) dan menjadi ummu ajyal (ibu generasi), yang sangat berkontribusi dalam melahirkan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia. Maka wajarlah dengan penjagaan yang sedemikian rupa, kaum perempuan dalam masa kegemilangan Islam mampu mencetak para generasi penakluk, polymath dan penemu. Yang kontribusinya sangat bermanfaat bagi peradaban dunia hingga kini.
Hanya dalam sistem Islam (khilafah) kaum perempuan mendapatkan perlindungan yang sesungguhnya, dan diberikan posisi yang mulia ditengah umat. Tak satupun ada yang berani mengganggu, khilafah siap untuk memerangi siapa saja yang berani mengganggunya atau melecehkannya seperti yang diterjadi di masa khilafah Mu’tashim billah.
Dengan penerapan Islam kafah dalam naungan khilafah, semua permasalahan manusia mampu untuk diatasi. Karena Islam bersumber dari zat yang menciptakan manusia yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi semua makhluk ciptaanNya.
Kerusakan hukum liberal sekuler harus segera dihancurkan dan diganti dengan hukum yang akan menyinari dunia dengan cahaya Islam, agar seluruh penduduk bumi menjadi hamba yang bertakwa dan hanya tunduk pada aturan dari RabbNya. Allah swt berfirman.”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (QS Al-A’raf : 96). Wallahu a’lam
Oleh : Siti Rima Sarinah
0 Komentar