Sejak awal dibangun, alun-alun Kota Bogor menjadi icon yang menarik untuk dikunjungi masyarakat. Tempat yang strategis berada di tengah-tengah kota serta tata letak yang cantik membuat masyarakat penasaran untuk mengunjunginya. Pada awal pembukaan, pengunjung tempat ini sempat membludak sehingga Pemkot menutupnya. Namun pada liburan Idul Fitri Pemkot membukanya kembali, tentu saja membuat masyarakat senang. Tak ayal ini menjadi tempat liburan yang murah meriah bagi masyarakat Kota Bogor untuk mengisi liburan bersama keluarga tercinta.
Akan tetapi sungguh disayangkan faktor keamanan tidak menjamin warga untuk bisa tenang menikmati semua fasilitas yang ada di alun-alun. Seperti baru-baru ini viral seorang copet dengan lihainya mencopet barang pengunjung di tengah keramaian, seakan tidak ada rasa takut ketika melakukan aksinya. Pihak kepolisian sekarang sedang menyelidiki kasus ini. (news.detik.com 8/2/2022)
Bukan cerita baru memang, kawasan ini sejak dulu terkenal rawan pencopetan. Problematika yang seharusnya sudah dapat ditangani, tetapi pada kenyataannya masalah ini tidak pernah selesai. Keamanan memang harga yang sangat mahal untuk bisa didapatkan oleh masyarakat dalam sistem kapitalisme saat ini. Untuk menikmati liburan di tempat yang nyaman, faktor keamanan menjadi suatu keniscayaan bagi masyarakat. Negara seakan lepas tangan dan menyerahkan keamanan pada individu masing-masing untuk tetap waspada. Negara tidak mampu menjamin keamanan agar terhindar dari bahaya yang selalu mengintai masyarakat dimanapun mereka berada.
Tidak adanya jaminan keamanan tentu menjadi beban yang sangat meresahkan masyarakat. Ini akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme dimana negara melakukan sesuatu bukan atas dasar untuk melindungi dan bertanggung jawab terhadap rakyat, namun semua dilakukan berdasar pada manfaat yang didapat. Aparat keamanan cenderung bertindak pasif, baru bertindak ketika ada pengaduan, itupun sebatas menerima laporan dari pihak korban. Benda atau harta yang hilang karena dicopet tak kan pernah kembali. Pelaku kejahatan pun bebas beroperasi tanpa ada kekhawatiran akan tertangkap aparat keamanan. Alhasil keamanan dan kenyamanan bagi rakyat hanyalah slogan belaka, tanpa langkah yang nyata.
Memberikan jaminan keamanan merupakan kewajiban negara dalam sistem Islam, yakni khilafah. Keamanan merupakan salah satu kebutuhan asasi yang harus diwujudkan oleh negara. Oleh karena itu, jaminan keamanan bukan sesuatu yang bisa dipandang sebelah mata. Negara melakukan langkah-langkah yang nyata demi memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh rakyatnya.
Aparat keamanan yang dalam sistem Islam dikenal dengan istilah syurthah (polisi), akan ditempatkan diberbagai tempat strategis, tempat-tempat pelayanan umum, juga di lingkungan rumah warga. Syurthah secara aktif melakukan patroli untuk memastikan keamanan rakyat. Artinya tidak bertindak pasif menunggu pengaduan rakyat yang jadi korban. Syurthah juga bertindak cepat ketika terjadi tindak kejahatan. Koordinasi yang cepat antara syurthah dan aparat hukum (qadhi) akan memudahkan rakyat merasakan jaminan keamanan dan keadilan atas tindak kejahatan yang terjadi. Ini pun tanpa birokrasi yang berbelit dan tanpa harus mengeluarkan dana.
Selain itu sistem Islam tegak atas tiga pilar, yaitu: Pertama, ketakwaan individu yang mendorong setiap individu untuk terikat dengan hukum syara' dimana setiap orang mempunyai rasa takut jika berbuat keharaman yang akan mendatangkan murka Allah Swt. kepadanya. Kedua, adanya kontrol masyarakat, saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ketiga, penerapan sistem Islam yang kafah oleh negara. Tak ada satu hukum pun yang akan terlalaikan, atau adanya permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara tuntas. Ini karena penerapan sistem Islam semua mengacu pada Al-Qur'an dan Al-Hadis sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Dari sisi preventif/pencegahan, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap rakyat. Negara juga menjamin terpenuhinya kebutuhan komunal yakni pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini meminimalisir adanya kejahatan dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan asasinya. Negara pun bertanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan sehingga rakyat mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya. Bagi fakir dan miskin, ataupun orang-orang yang memiliki kelemahan atau keterbatasan fisik dan mental, maka negara akan memberikan santunan yang diambil dari kas negara (baitul mal). Artinya negara khilafah benar-benar hadir menjamin kesejahteraan lahir dan batin rakyatnya.
Sedangkan dari sisi kuratif, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi para pelaku tindak kejahatan. Sanksi yang diputuskan oleh qadhi (hakim) akan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan, sekaligus menjadi pelajaran bagi yang lain karena eksekusi hukuman disyiarkan di hadapan rakyat.
Dalam sistem Islam, pencopetan termasuk tindak pencurian. Jika harta yang dicuri sudah mencapai nishab yakni seperempat dinar atau setara dengan 1,0625 gram emas, maka akan diterapkan hukum potong tangan. Allah Swt. berfirman, "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (TQS. Al Maidah; 38). Hukum potong tangan ini diperjelas dalam hadis "Potonglah tangan pencuri pada seperempat dinar, dan janganlah kalian memotong tangan pencuri (karena mencuri) kurang dari itu". (Al-Hadis)
Berbeda kondisinya jika kejahatan itu semacam perampok jalanan atau pembegal yang dalam sistem Islam dikenal dengan istilah qutha' at-thariq. Yaitu orang yang mengambil harta orang lain dengan senjata dan menakut-nakuti korban. Mereka akan mendapatkan hukuman sesuai dengan tindakannya, jika mereka membunuh tanpa mengambil harta maka mereka harus dibunuh. Jika membunuh dan mengambil harta maka hukumannya dibunuh dan disalib. Jika mengambil harta tanpa membunuh, maka hukumannya dipotong tangan kanan dan kaki kirinya. Jika hanya menakut-nakuti orang yang lewat tanpa membunuh maupun mengambil hartanya, maka hukumannya mereka harus dibuang dari daerah tempat mereka tinggal.
Adanya jaminan terpenuhinya kebutuhan asasi, dan adanya sanksi hukum yang tegas yang diterapkan oleh negara, menjadi gambaran yang jelas bahwa hanya sistem Islam (khilafah) yang mampu mewujudkannya. Khilafah menerapkan hukum Allah Swt. dengan sistem yang sempurna dan paripurna, sehingga mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan tak terkecuali keamanan. Dengan demikian, rakyat dapat merasakan keamanan dan kenyamanan yang hakiki dimanapun mereka berada. Menegakkan dan menerapkan sistem Islam (khilafah) tak dapat ditunda-tunda lagi, jangan biarkan rakyat semakin terzalimi.
Penulis : Titin Kartini
0 Komentar