Liqo Syawal Tokoh Muslimah Jakarta Ustadzah Estyningtias; Mengembalikan Fungsi Akal, Kunci Meraih Taqwa

 


Bulan Syawal kurang afdhal jika tanpa liqa’ syawal. Muslimah Jakartapun tidak ketinggalan menggelar temu kangen sekaligus halal bihalah bersama para tokoh masyarakat, dosen, mubalighah dan mahasiswa dari Jakarta dan sekitarnya pada Kamis 26 Mei 2022, di Jakarta. Liqa’ Syawal kali ini mengangkat tema “Kembali ke Fitrah dengan Syariah Kaffah”. Momentum membangun semangat, mengajak umat muslim, agar selepas ramadan tidak hanya kembali fitrah, namun kembali fitrah dengan syariah kaffah. Mengundang pula dua narasumber yang telah malang melintang di dunia dakwah, yaitu Ustadzah Ratu Erma Rahmayanti dan Ustadzah Estyningtyas P.

Fitrah artinya kembali kepada Islam, kembali kepada ketaqwaan, yaitu tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan larangan Allah. Bagaimana mewujudkannya? Kali ini Ustadzah Estyningtias membahasnya dari sisi keterlibatan peran dan fungsi akal. Karena sejatinya dengan akal-lah manusia memahami perintah dan larangan Allah SWT. Akal pula yang membuat manusia lebih tinggi derajatnya dari makhluk ciptaan Allah yang lain. Maka, ketika manusia tidak lagi menggunakan akalnya, dalam arti, akalnya tidak ditundukkan di bawah petunjuk Allah, sungguh derajatnya tidak lebih baik dari binatang ternak, bahkan lebih sesat. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran Surat Al-a’Raf: 179.

“Ayam jantan itu tidak akan pernah mengejar ayam jantan kecuali untuk mengajak bertarung, memperebutkan betina. Namun kita lihat hari ini, manusia yang Allah lebihkan dengan akal, justru tidak bisa membedakan mana laki-laki dan mana perempuan. Marak sekali L68T dan kasusnyapun semakin memprihatinkan. Mirisnya mereka dianggap suci, keberadaanya dilindungi, dihormati dengan menjual empati, atas nama kemanusiaan dan hak asasi”, ungkap Ustadzah Esty.

“Disisi lain, umat yang ingin taat pada syariat secara total justru dipermasalahkan dan dicap radikal. Ulama yang menyeru kepada kebaikan dan mengajak bersama-sama mencegah kemungkaran, di serang dengan fitnah sebagai provokator, pemecah belah, ekstrimis, teroris dan tuduhan keji lainnya. Ada pula yang kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa mendirikan negara seperti Rasulullah haram”, lanjutnya heran.

Inilah bukti bahwa akal manusia mustahil mampu menjangkau nilai sebuah perbuatan, apakah itu baik atau buruk, bernilai atau rendah, halal atau haram, karena lebih cenderung terbawa hawa nafsu. Dampaknya haq dan bathil menjadi kabur bahkan tercampur.

Siapakah kemudian yang layak menjadi penentu benar-salah, halal-haram, bernilai atau hina? Dialah Sang Maha Benar, Allah SWT yang telah menurunkan Alquran sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia.  “Mata ini tidak akan bisa melihat jika tidak ada cahaya. Begitu juga dengan akal, tidak akan berfungsi jika tanpa petunjuk dan petunjuk itu tidak lain adalah Alquran. Maka akal manusia akan berfungsi ketika ditundukkan di bawah petunjuk Al Quran”, tegasnya.

Bukti berikutnya bahwa akal manusia tidak mampu menjangkau nilai dari setiap perbuatan dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim as. Ustadzah Esty menyampaikan, logika manusia mana yang bisa menerima perintah untuk menyembelih anaknya, yang semata wayang, yang telah lama ditunggu-tunggu kehadiarannya. Namun ketika Nabi Ibrahim memastikan ini adalah perintah Allah SWT, bukan datang dari hawa nafsu ataupun bisikan syetan, maka tanpa berpikir yang lain-lain, tanpa ada rasa khawatir bagaimana nasib anaknya, atau bagaimana kelanjutan keturunannya, Nabi Ibrahim langsung sami’na wa ato’na. Itulah taqwa. Karena taqwa tidak meminta alasan atapun pertimbangan apapun.

Begitupun dengan perintah puasa. Salah satu hikmah puasa adalah kita dilatih untuk menahan diri, mengendalikan nafsu bahkan dari sesuatu yang halal. “Kita punya makanan yang sudah dipastikan halal, tapi kemudian ketika siang hari, kita diharamkan memakannya dan kita tidak punya pilihan kecuali patuh. Inilah dorongan taqwa”, tegas Ustadzah Esty.

Fungsi akal di dalam Islam adalah untuk memahami syariat, kemudian menjalankannya, bukan untuk mendebat atau membuat hukum sendiri, karena akal manusia tidak akan mampu menjangkau nilai sebuah perbuatan. Sejarah membuktikan selama akal mengikuti petunjuk Alquran, kaum muslimin meraih kejayaannya. Peradaban manusia berhasil mencapai puncaknya dibawah naungan Islam selama lebih dari 1300 tahun.  Sebaliknya kondisi umat muslim hari ini terpuruk di berbagai lini, sebabnya tidak lain karena akal tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu Ustadzah Estyningtias berpesan, harus ada yang menyampaikan kepada umat, agar meletakkan kembali akal kita di bawah petunjuk Alquran. Jangan pernah membebaskan akal tanpa pentujuk Alquran. “Sapi dan kambing itu dinilai dari dagingnya, burung itu dinilai dari suaranya, ikan hias dinilai dari warnanya, maka manusia dinilai dari akalnya. Semakin manusia menggunakan akalnya, akan semakin tinggi nilainya. Karena jika akal bersama dengan hawa nafsu, akal akan terbawa atau terpengaruh. Maka jagalah akal sehat dengan mengikuti petunjuk dari Alquran, supaya kita menjadi orang yang cerdas dan tinggi taraf berpikirnya”, pesan Ustadzah Estynintias sekaligus menutup pemaparannya.

Reporter: Anita Rachman

Posting Komentar

0 Komentar