"Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba" (TQS. Al-Baqarah [2]: 275).
Dalam firman Allah Swt. tersebut, sangat jelas bahwa Allah telah mengharamkan riba. Namun pada kenyataannya, praktik riba justru menjamur disetiap kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini tak lepas dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Telah banyak korban akibat muamalah ribawi, mulai dari lenyapnya harta bahkan tak jarang sampai lenyapnya nyawa.
Standar perbuatan dalam sistem kapitalisme adalah ada tidaknya manfaat, bukan halal haram. Praktik ribawi memberikan manfaat pada salah satu pihak yaitu si pemberi pinjaman, namun menzalimi si peminjam dengan besarnya bunga atau riba yang harus dibayarkan selain pinjaman pokoknya. Salah satu yang menjadi permasalahan saat ini adalah banyak sekali warga masyarakat terjerat pinjaman online (pinjol), bank keliling, koperasi liar, renternir, dengan syarat dan cara yang mudah. Tak ayal hal ini membuat masyarakat tergiur baik dikarenakan himpitan ekonomi dengan dalih untuk modal usaha, maupun alasan lainnya demi memenuhi kebutuhan hidup. Merasakan adanya manfaat sesaat di awal, jeratan pinjol justru sangat merugikan masyarakat.
Pada kenyataannya ketika si peminjam (nasabah) tidak mampu membayar pinjaman plus bunga pada waktu yang telah ditentukan, mereka akan digiring untuk menyetujui pinjaman ke akun pinjol lainnya. Ini adalah aksi gurita, yakni ketika nasabah tidak bisa bayar di pinjol legal, dia akan ditawarkan menjadi nasabah di pinjol ilegal, dan datanya diberikan ke pinjol ilegal yang sejatinya merupakan rekanan mereka juga. Ini semacam gali lobang tutup lobang. Inilah cara licik sebagai jebakan tak bertepi yang mereka tawarkan kepada korban. (https://ift.tt/3b9fKLX)
Hal ini tentunya menimbulkan keresahan masyarakat di berbagai daerah, begitu pun di Kota Bogor. Atas dasar permasalahan tersebut, DPRD Kota Bogor mempercepat penyusunan Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda pinjol dan bank keliling, koperasi liar serta rentenir. Menurut Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Endah Puwanti hal ini disebabkan banyaknya aduan warga yang menjadi korban pinjol dan bank keliling. Mulai dari bunga yang tinggi yang harus dibayar setiap pekannya sehingga menyebabkan kehilangan rumah maupun rumah tangga yang akhirnya harus bercerai. Maka dari itu Raperda ini dibuat untuk melindunginya masyarakat dari hal-hal yang sifatnya negatif. (www.radarbogor.id 18/05/2022)
Sungguh disayangkan, pemerintah bukannya menghapus dan meniadakan praktik-praktik muamalah ribawi, namun hanya memberikan perlindungan tanpa melarang masyarakat untuk melakukannya. Padahal dampaknya sangat dahsyat dari kehilangan rumah hingga rumah tangga. Bahkan nyawa sekalipun bisa melayang gara-gara pinjaman berbasis ribawi.
Fakta ini semakin menunjukkan bahwa negeri ini memang menerapkan sistem kapitalisme, dimana negara hadir sebagai regulator dengan memberikan rambu-rambu sebagai aturan. Negara tidak hadir secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat. Inilah ciri sistem yang bukan berdasarkan pada aturan Sang Pencipta manusia namun aturan yang berdasar pada ciptaan manusia dengan standar baik dan buruk menurut hawa nafsu dan akal manusia yang terbatas. Ketika aturan ilahi tak lagi diindahkan, bahkan larangan yang sudah jelas keharamannya pun masih diacuhkan, maka kerusakan demi kerusakan terus terjadi tanpa solusi hakiki.
Sampai kapan ini terus terjadi? Lelah dengan sistem ini, padahal Allah Swt. telah memberikan panduan yang tepat sesuai fitrah manusia yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah Saw. dalam kehidupan yang nyata tertuang semua aturan dalam kitab suci Al-Qur'an dan Al-Hadis sebagai pedoman hidup manusia.
Riba yang jelas haram bukanlah bersandar pada prinsip tolong-menolong. Dalam sistem Islam pemberian utang didasari prinsip tolong-menolong dalam kebaikan, semata-mata untuk menggapai rida Allah, tanpa mengharap keuntungan materi. Jika keuntungan yang ingin dicapai, maka jual-beli lah yang sesuai dengan syara'. Prinsip ini tentunya tak akan didapatkan dari sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan manfaat materi sebagai asasnya, bahkan mampu menghalalkan segala cara.
Rasulullah Saw. menganjurkan untuk meringankan beban saudara sesama muslim, yaitu salah satunya dengan memberi pinjaman. Hal ini sebagaimana dalam hadis At-Tirmidzi yang riwayatkan Abu Hurairah: "Siapa yang melepaskan seorang muslim kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan pula dirinya baik di dunia dan akhirat. Dan siapa yang menutupi aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah akan senantiasa menolong hambanya, selama hamba itu menolong saudaranya".
Prinsip-prinsip ekonomi yang sesuai dengan hukum syara' hanya bisa dilakukan dengan tegaknya sistem khilafah yang akan menaungi tegak dan terlaksananya hukum Islam secara kafah atau menyeluruh. Negara (khilafah) hadir untuk mengayomi dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat agar terhindar dari hal-hal yang tidak diridai Allah. Rasulullah Saw. bersabda "Seorang pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap peliharaannya" (HR. Imam Bukhori, Muslim dari Ibnu Umar).
Sistem Islam (khilafah) tegak berdasar pada nash-nash syara'. Sistem nan sempurna ini didatangkan ke bumi untuk memecahkan semua problematika umat manusia, bukan hanya untuk dibaca tanpa diaplikasikan dalam kehidupan. Allah Swt. berfirman "Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (TQS. an-Nahl:89). Wallahu a'lam.
0 Komentar