Wabah Kembali Melanda, Taubatan Nasuha dengan Syariah Kaffah



Belum selesai pandemi Covid-19, muncul penyakit baru yang mengkhawatirkan publik yakni Hepatitis akut. Penyakit ini menyerang hati, berakibat gagal hati. Penyakit yang disinyalir disebabkan virus ini menular lewat asupan makanan, terutama anak-anak di bawah 16 tahun. Karena penyebab pastinya belum diketahui, maka yang harus dilakukan untuk pencegahan penularan sementara ini adalah mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, dan menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan, jelas dr Nadia dalam laman resmi Kemenkes RI, Minggu (1/5/2022).


Beliau juga menyampaikan gejala-gejala yang dialami pasien Hepatitis akut pada anak ini antara lain: gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah, diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, dan penurunan kesadaran. Apabila gejala-gejala tersebut mulai terlihat dan dialami, dr. Nadia mengimbau agar segera memeriksakan kondisi anak ke fasilitas layanan kesehatan (detikHealth.com, 9/5/2022).


Sampai hari Jumat tanggal 13 Mei 2022, diketahui ada 18 kasus Hepatitis akut yang menyerang anak-anak di beberapa propinsi di Indonesia, yang terbanyak di Jakarta sekitar 12 kasus. Kondisi berat seolah bertubi-tubi

dihadapi rakyat negeri ini. Sayangnya, solusinya pun tidak jarang hanya berupa himbauan seperti hanya menunggu saja sejauh apa sebaran wabah ini akan menyerang.


Padahal, tindakan preventif dan kuratif terhadap kasus penyebaran penyakit tidak cukup hanya dijalankan individu-individu rakyat. Butuh peran negara untuk bisa memudahkan masyarakat untuk menerima pelayanan kesehatan yang prima. Hanya saja, itu seringkali itu hanya sekedar angan bagi rakyat yang hidup dalam sistem kapitalisme saat ini.


Bagaimana tidak, BPK mencatat total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp1.035,2 triliun (kontan.co.id, 29/12/2020), sudah dihabiskan untuk pandemi covid19. Namun pandemi Covid-19 hingga kini belum berakhir juga. Belum lagi colapsnya aktifitas ekonomi 2 tahun ini, maka sangat tidak mungkin jika masih hitungan-hitungan materi ala kapitalisme yang selalu jadi acuan, karena akan berakibat sama saja dalam penanganan wabah penyakit yang baru muncul ini.


Bahkan, dilansir dari laman detiknews.com, 5/10/2020, Paus Fransiskus sendiri pernah menyampaikan bahwa kapitalisme gagal lindungi kemanusiaan selama pandemi yang telah menegaskan jutaan orang di dunia.


Oleh sebab itu, jikalau hanya berharap pada kapitalisme yang  penyelesaian masalahnya hanya bertumpu kepada kebebasan pasar dan perputaran ekonomi, nantinya akan sangat memukul rakyat. Karena fakta berbicara, rakyat selalu menjadi korban terutama kelompok masyarakat miskin yang tidak mampu mengakses pelayanan terbaik di rumah sakit. Sampai muncul idiom: "Orang Miskin dilarang sakit," terlebih ini berkaitan dengan nyawa seseorang yang harus diselesaikan dengan cepat bukan untung-rugi materi, atau supply-demand ala ekonomi kapitalistik.


Sebagaimana publik sudah berkaca terkait kasus mafia alat tes Covid-19 (swab PCR dan Antigen), ketika penanganan pandemi harusnya disediakan free untuk rakyat malah mereka harus membayar mahal. Jika tetap begitu sindrom sakit kuning ini juga tidak akan jauh berbeda penyelesaiannya. Maka sudah saatnya rakyat ini memikirkan dan mencari satu sistem alternatif yang lebih unggul untuk menyelesaikan masalah terutama terkait penyelamatan nyawa yang sangat mendesak.


Islam sebagai agama mayoritas penduduk negeri ini, seharusnya menjadikan masyarakatnya kembali kepada habitat aslinya yakni syariat Islam. Karena Syariat Islam terbukti mampu menyelesaikan semua masalah yang ada, karena dia berasal dari Dzat Yang Maha Kuasa. Dalam aturan Islam nyawa menjadi satu hal yang penting untuk dijaga, bahkan menjadi salah satu maqoshidussyariat dalam Islam, yakni hifdzun nafs.


Islam juga memberikan solusi yang bersifat preventif dan kuratif dalam menyelesaikan wabah penyakit. Untuk tindakan preventif agar kesehatan bisa diraih, yaitu dengan pola hidup sehat yang Rasulullah SAW contohkan misal makan ketika lapar, berhenti sebelum kenyang, lebih banyak makan buah (kurma ruthab), mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara; kebiasaan puasa Senin-Kamis; mengkonsumsi madu, susu kambing, habatussaudah, dan sebagainya.


Berikutnya, terkait tindakan kuratif, sedapat mungkin pelayanan terhadap rakyat ini harus sigap dilakukan, jika penyebabnya dan obat belum diketahui maka membiayai smua penelitian-penelitian tersebut secara masif sampai bisa menemukan penyebab penyakit itu dan obatnya, karena dalam satu hadits dijelaskan: "Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya" (HR. Bukhari).


Terbukti banyak ilmuwan Islam dihasilkan sepanjang peradaban Islam. Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang prima semua ditanggung oleh negara melalui kekayaan negara di Baitul Maal, sehingga masyarakat menerima pelayanan kesehatan dengan gratis dengan rumah sakit terbaik, dan dokter-dokter terbaik tanpa dipungut biaya sepeserpun. 

Semua hal itu bisa dilakukan hanya jika negara juga komprehensif menerapkan sistem politik Islam, sistem ekonomi Islam dan sistem sosial kemasyarakatan berdasarkan Islam, yakni dengan negara harus utuh menerapkan Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.


Maka, umat ini seharusnya tidak hanya menunggu perburukan wabah penyakit yang terjadi sampai mengancam jiwa lebih banyak lagi. Namun umat ini harus bersegera kembali kepada aturan Allah SWT dalam bingkai Syariat Islam Kaffah. Sehingga, Allah akan memberi keberkahan dari langit dan bumi dengan segera mengangkat wabah dan penyakit  dan menjadikan negeri yang baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghafur.


Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran surat al A'raaf ayat 96 yang artinya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

Wallahualam bishawab.


Penulis : Hanin Syahidah

Posting Komentar

0 Komentar