Antara Stigma Negatif Pernikahan Dini Dan Kemerosatan Moral Generasi




Pernikahan dini terus menjadi polemik diberbagai kalangan hingga hari ini. Hal ini bukanlah tanpa sebab, pernikahan dini dianggap momok yang sangat menakutkan dan terus diopinikan ditengah generasi muda. Di sisi lain, kemerosotan moral generasi terus menjadi tontonan keseharian yang seakan-akan diabaikan begitu saja dampaknya bagi masa depan generasi.

Saat sosialisasi dan pendampingan agen perubahan pencegahan perkawinan usia anak dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Sitti Rohmi Djalilah  pada siswa/siswi SMA/SMK se Lombok Timur, yang mengajak para remaja di wilayahnya untuk tidak menikah dini karena mempunyai banyak resiko. “Masa remaja adalah masa paling indah. Gairah dan penuh semangat, maka berusahalah untuk tidak menikah dini. Bahkan ia menambahkan para remaja lebih baik menjombo daripada menikah dini, khususnya kepada kaum perempuan (Antara 14/06/2022)

Pernikahan dini dengan beragam resiko yang sering dikemukakan antara lain belum matang secara mental dan psikologi dalam keluarga dan resiko kesehatan yang mengakibatkan pada kematian ibu. Hal ini menjadi opini yang terus menerus digaungkan agar menjadi peringatan untuk pernikahan dibawah umur. Bahkan untuk mendukung opini ini, undang-undang pun menjadi payung hukum yang semakin menguatkan opini tersebut.

Secara hukum melakukan pernikahan di bawah umur dianggap tidak sah sebab melanggar undang-undang, diantaranya UU No 1 tahun 1974 tentang pernikahan, UU No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan. Bahkan pemerintah dan para aktifis perempuan terus memperjuangkan hal ini hingga di resmikan UU TPKS sebagai implementasi melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan termasuk pernikahan dini.

Sikap masyarakat terkait pernikahan dini pun ada yang mengecam dan ada juga yang menerima. Sebagian masyarakat yang mendukung dan menerima pernikahan diri karena memahami bahwa Islam membolehkan hal tersebut. Menikah menurut mereka lebih baik ketimbang melakukan perzinahan seperti pacaran dan pergaulan bebas. Sedangkan di Indonesia sendiri pernikahan dini sudah menjadi budaya bagi sebagian kelompok masyarakat yang merasa malu apabila anak mereka yang sudah berumur belasan tahun belum menikah dan takut di cap sebagai perawan tua.

Opini pernikahan dini yang selalu dilabeli dengan stigma negatif oleh kaum feminis. Perjuangan kaum feminis  ini juga  digaungkan hampir diseluruh dunia, termasuk dunia Islam. Yang seakan-akan apa yang dilakukan oleh kaum feminis sebagai bentuk perlindungan kepada perempuan dan anak. Namun apabila kita melihat dengan jeli dibalik narasi negatif terkait pernikahan dini ini ada maksud terselubung. 

Perjuangan kaum feminis didukung oleh kepentingan kuat dari kelompok sekuler dan liberal yang mengedepankan hedonidme dan kepuasan jasadiyah semata. Keperntingan ini pun sejalan dengan program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah dengan salah satu programnya mencegah pernikahan di usia muda. Berbagai penyuluhan dan edukasi terus dilakukan pemerintah dan kaum feminis ke sekolah-sekolah ditingkat atas. 

Tanpa disadari, bahwa geliat dibalik opini pernikahan dibawah umur yang semakin massif, seiring dengan massif kemerosotan moral yang seakan diabaikan begitu saja. Kita melihat potret generasi muda saat ini yang rentan dengan liberalisasi. Gaya hidup remaja yang bebas tanpa batas sebagai bukti kehancuran dan suramnya masa depan mereka.

Liberalisasi dan sekularisasi yang menjadi aturan kehidupan yang telah mencengkeram negeri-negeri muslim, telah menghilangkan identitas mereka sebagai seorang muslim dan sebagai tulang punggung agen perubahan yang akan membawa bangsa ini ke masa depan. Para remaja hanya disibukan dan difasilitasi untuk melakukan kerusakan demi kerusakan yang mengakibatkan mereka bangga memiliki kepribadian yang amoral.

Menolak pernikahan dini dan memberi kebebasan kepada remaja adalah bentuk perang ideologi yang telah dilancarkan negara-negara Barat agar bisa menguasai dan menancapkan kuku kekuasaan mereka di negeri muslim yang menjadi negara jajahannya. Hal ini juga merupakan bukti bahwa mereka memerangi hukum-hukum Islam dan ingin menjauhkan kaum muslim dari aturan agamanya. Dan menginginkan kaum muslim menjadi liberal dan sekuler yang sama dengan potret peradaban Barat.

Paradigma yang dangkal melihat pernikahan dini dengan menjadikan fakta sebagai sumber hukum. Fakta bahwa pernikahan dini rentan dengan resiko kesehatan, kematian akibat melahirkan di usia yang sangat muda hingga perceraian.  Seharusnya fakta yang ada tidak bisa dijadikan sumber hukum, karena tidak semua yang menikah dini berujung pada resiko kesehatan dan perceraian.

Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Islam membolehkan pernikahan dini dan bukanlah menjadi hal yang terlarang. Adapun dalil tentang kebolehan menikahkan anak di usia dini, yaitu hadis dari Aisyah ra, dia berkata :”Bahwa Nabi SAW telah menikahi Aiyah ra sedang Aisyah berumur 6 tahun dan berumah tangga dengannya pada saat Aisyah berumur 9 tahun, dan Aisyah tinggal bersama Nabi saw selama 9 tahun” (HR Bukhari)

Persoalan kesehatan yang selalu dijadikan tameng untuk mencegah pernikahan dini. Justru kanker serviks yang dianggap disebabkan karena pernikahan dini, setelah dilakukan penelitian penyebab penyakitnya karena perilaku seks bebas yang menjadi gaya hidup Barat. Fakta kasus HIV/AIDS tertinggi justru terjadi negeri yang kebebasan menjadi sistem sosialnya.

Kebatilan sistem buat manusia akan membawa manusia pada jurang kenistaan dan menjadi bukti nyata bahwa ada agenda terselubung dari negara Barat dari berbagai opini yang dihembuskan di negeri-negeri muslim termasukan opini tentang pernikahan dini. 

Islam dengan aturan yang komprehensif bersumber dari sang pencipta manusia, paling mengetahui apa yang terbaik atas semua ciptaanNya. Aturan yang mengatur manusia agar manusia selalu berada pada posisi mahkluk yang mulia karena telah dibekali akal sebagai penimbang baik dan buruk sesuai kacamata syariat. 

Seperangkat aturan yang telah dipersiapkan Allah dalam melaksanakan aturan yang dibolehkan untuk dilakukan. Pernikahan dini adalah solusi untuk menyelamatkan generasi dari hal yang menghantarkan pada kemerosotan moral. Maka dalam hal ini, semua generasi telah dipersiapkan untuk menjadi seorang istri dan suami yang teraplikasi dalam sistem pendidikan.

Sehingga anak laki-laki dan perempuan memahami hak dan tanggungjawabnya sebagai hamba yang telah mendapat taklif hukum (baligh) dari Allah. Setiap generasi dibekali dengan berbagai pemahaman Islam agar dapat menunaikan tugasnya sebagai seorang hamba yang beriman. Dan senantiasa menstandarkan perbuatannya kepada hukum Islam bukan hanya untuk memenuhi hawa nafsu belakang. Selain itu, setiap muslim diberi pemahaman bahwa setiap perbuatan yang ia lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Inilah pondasi akidah yang dilakukan oleh negara (khilafah), sebagai bekal dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Dari segi ekonomi, negara sebagai institusi pelayan umat akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar setiap kepala keluarga bekerja dan mendapatkan harta agar dapat menafkahi keluarganya dengan cara yang layak.

Demikianlah kesempurnaan Islam dalam memberi solusi atas setiap persoalan yang dihadapi oleh umat manusia. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam akan akan terwujud dalam institusi khilafah, senantiasa akan melindungi rakyatnya dengan berbagai anacaman yang dapat merusak masa depan generasi.


Oleh : Siti Rima Sarinah


Posting Komentar

0 Komentar