Gerakan Massif L687 Keji, Harus Dibasmi



L987 menjadi isu yang santer terdengar, pasca ramai podcast Deddy Corbuzier. Sekarang giliran Kedubes Inggris di Jakarta mengibarkan bendera pelangi simbol kebanggaan mereka. Diketahui Bendera L687 dikerek di tiang bendera Kedubes Inggris untuk Indonesia, berjejer dengan bendera Inggris Union Jack pada 17 Mei 2022. Momen 17 Mei diketahui sebagai hari anti-homofobia yang diperingati dunia setiap 17 Mei.

Dilansir situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga ini telah menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional tentang penyakit pada 17 Mei 1990. "Kemarin, pada Hari Internasional Melawan Homophobia, Bifobia, dan Transfobia (IDAHOBIT) - kami mengibarkan bendera L687+ dan menggelar acara, demi kita semua yang merupakan bagian dari satu keluarga manusia," demikian keterangan Kedutaan Besar Inggris untuk RI via akun resmi Instagramnya, diakses detikcom, Sabtu (21/5/2022).

Kondisi ini memunculkan respon penolakan dari berbagai pihak, di antaranya Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh yang mengatakan bahwa aksi dari Kedubes Inggris ini bisa memicu ketegangan. Sebab, ini tidak sejalan dengan keadaban etika persahabatan. Selain itu, dia mendorong agar pemerintah bisa bertindak lewat kewenangannya. Pemerintah diminta untuk mengingatkan Kedubes Inggris. Dia menegaskan apa yang dilakukan oleh Kedubes Inggris adalah pelecehan terhadap norma-norma di Indonesia yang mayoritas muslim.

Ketua PP Muhammadiyah Anwar abbas menyesalkan tindakan Kedubes Inggris di Jakarta yang mengibarkan bendera L687. Muhammadiyah sangat menyesalkan sikap Kedubes Inggris yang tidak menghormati Negara Republik Indonesia dengan mengibarkan bendera L687," kata Anwar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/05/2022).

Senada dengan itu, Pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Teuku Faizasyah menilai pengibaran bendera pelangi tersebut tindakan yang tidak sensitif dan menimbulkan polemik di masyarakat dan tidak sensitif (Tribunnews.com, 22/5/2022).

Namun, seolah tidak menghiraukan berbagai kecaman dan respon masyarakat, Kedubes Inggris setelah dipanggil Kemenlu hanya menyampaikan akan diteruskan kepada Pemerintahnya di London. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, seolah tidak menggubris berbagai respon netizen di negeri ini. Bendera pelangi itu tetap dibiarkan berkibar di depan kedutaan Inggris.

Bahkan Kedubes Inggris menyampaikan seperti dilansir detikNews, 21/5/2022 bahwa seksualitas adalah bagian dari kemanusiaan, tetapi masih ada kriminalisasi terhadap L687. Sebanyak 71 negara mengkriminalisasi aktivitas sesama jenis kelamin, 15 negara mengkriminalisasi ekspresi gender dan atau 'cross-dressing', dan 26 negara mengkriminalisasi orang-orang transgender. Maka, mereka mendesak masyarakat internasional untuk menghapus diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Inggris mendukung keberagaman dan toleransi, serta memperkenalkan undang-undang yang melindungi orang-orang L687+.

Jadi seolah tidak punya taji (mahkota) dan tidak ditakuti di negeri sendiri dengan pongahnya orang asing tetap berani mentransfer nilai-nilai kebebasan ala negeri mereka ke negeri ini. Maka, sangat wajar fenomena ini bukannya semakin surut, malah semakin ramai dan direstui dunia. Bahkan sudah menjadi gerakan sosial yang massif karena didanai PBB.

Dikutip dari detikNews.com, 12/2/2016, disebutkan United Nations Development Programme (UNDP) menjalin kemitraan regional dengan Kedutaan Swedia di Bangkok, Thailand dan USAID. Mereka mengucurkan dana sebesar US$ 8 juta (sekitar Rp108 miliar) dengan fokus ke empat negara: Indonesia, China, Filipina dan Thailand untuk mendukung komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (L687I) agar bebas dari marginalisasi.

Inilah bukti jika dunia mendukung kampanye ini. Mereka selalu berdalih atas nama HAM.  Padahal jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin ras manusia akan hilang di muka bumi karena tidak akan mungkin hubungan sejenis akan menghasilkan keturunan. Ditambah lagi kondisi ini akan mengundang murka Allah SWT sebagai Dzat Pencipta manusia. Apalagi Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam, seharusnya mengembalikan cara menghadapi gerakan ini dengan kacamata Islam. Tetapi kehidupan sekuleristik saat ini menjadikan Islam hanya diambil dalam ranah privat bukan publik, menjadikan umat Islam hanya bisa mengecam dan menolak tanpa bisa berbuat yang lebih dari itu.

Padahal dalam Islam, perlakuan terhadap perilaku liwath dan sejenisnya ini jelas hukumannya. Disebutkan dalam buku sistem sanksi dalam Islam, tulisan Abdurrahman Al Maliki, bagi pelaku liwath dan sejenisnya adalah dengan hukuman mati, bisa dalam bentuk dibakar atau dijatuhkan dari gedung yang paling tinggi di wilayah itu sampai mati. Karena perbuatan ini termasuk perbuatan keji dan menjijikkan.

Allah SWT berfirman dalam Al Quran yang artinya: "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)” (TQS Al a'raaf 80).

"Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya negeri kaum Lut, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar" (TQS Hud 82).

Dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbâs ra berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang kalian dapati sedangkan melakukan perbuatannya kaum Luth, maka bunuhlah keduanya.” Diriwayatkan oleh Imam yang lima kecuali Nasa'i. Jadi, baik muhsan (sudah menikah) dan ghairu muhsan (belum menikah) hukumannya sama yakni hukuman mati. Dari sini tampak jelas bahwa hukum yang berasal dari Allah SWT terbukti lebih adil dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini daripada paham kebebasan yang diusung demokrasi yang merusak dan akan menyebabkan kehidupan manusia punah.

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin"(TQS Al Madinah:50).

Wallahu a'lam bi asshawwab.


Penulis: Hanin Syahidah

Posting Komentar

0 Komentar