Apalah daya. Kondisi perdapuran sekarang tidak sedang baik-baik saja. Pasalnya, sebagian besar kaum ibu mengeluh akibat harga cabai naik drastis. Tak tanggung-tanggung di Pasar Baru Bekasi, cabai rawit yang sebelumnya harga per kg-nya 60 ribu kini tembus menjadi 100 ribu per kg. Naiknya harga cabai tak sendiri, kenaikan harga juga diikuti oleh komoditas pangan yang lainnya, seperti bawang merah, telor, wortel, sawi, dan tomat yang lebih dulu naik sebelumnya.
Lonjakan komoditas pangan tentu sangat meresahkan. Pun secara otomatis anggaran rumah tangga untuk kebutuhan pokok akan makin membengkak di tengah sulitnya perekonomian. Sekalipun Menteri Perdagangan Zulhas mengatakan kenaikan harga komoditas pangan di Indonesia masih lebih murah dibandingkan negara lain. (www.democrazy.id, Senin, 20 Juni, 2022)
Adanya peringatan potensi krisis dan kenaikan harga pangan juga jauh-jauh hari dilontarkan Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Komoditasangan naik disebabkan oleh beberapa faktor seperti masalah kekeringan, efek Covid-19 serta perang Rusia Ukraina menjadi sebab.
Terjadinya lonjakan komoditas pangan merupakan bukti gagalnya negara dalam menyediakan sistem pengaman pasokan pangan yang memadai bagi rakyat karena asas pemerintah yang menerapkan prinsip Neoliberalisme. Sistem yang melahirkan penguasa bukan berorientasi pada kemaslahatan umat tapi lebih kepada kepengelolaan keuntungan.
Padahal negara harus hadir menyelesaikan terkait masalah pangan yang merupakan sebagai aspek vital sebuah negara. Karena negara adalah pelayan umat mereka wajib memenuhi segala kebutuhan dengan sebaik-baiknya. Seperti mendistribusikan secara langsung pemerintah kepada individu-individu yang membutuhkan karena sulitnya mendapatkan akses pangan akibat harganya yang terlalu tinggi karena gagal panen atau naiknya permintaan.
Selain masalah pendistribusian negara juga melakukan penerapan prinsip dasar ekonomi yang lainnya seperti masalah kepemilikan lahan dan pengelolaannya menjadikan lahan pertanian tetap produktif. Misalnya melarang siapa saja menelantarkan tanahnya atau tidak digarap lebih dari 3 tahun maka negara wajib untuk mengambil alih menyerahkannya kepada individu yang sanggup untuk mengolahnya.
Sehingga keberlangsungan produksi pangan akan tetap optimal. Inilah yang akan menjadikan negara berdaulat dan mandiri tanpa disetir atau diintervensi oleh asing. Kran impor akan terhenti karena negara mampu produksi barang-barang sendiri. Tidak ada lagi kesempatan bagi para kartel untuk memainkan harga karena negara akan lebih mementingkan kesejahteraan para petani.
Tidak hanya berhenti sampai di situ negara akan melakukan riset dan inovasi teknologi demi menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
Semua bisa direalisasikan manakala kaum muslimin menerapkan sistem Islam untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mencampakkan hukum buatan manusia ala kapitalis neoliberalis, secara kaffah dalam institusi khilafah. Niscaya negeri ini menjadi berkah.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96).
Wallahu a'alam bishshawab.
Penulis: Mia Annisa
0 Komentar