Investor Asing di Green Industrial Park, Hijau Namun Tidak Menyegarkan



Tahun 2021, tepatnya Selasa (21/12/2021), merupakan hari penyelenggaraan peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI). Pembangunan yang dirancang di atas tanah seluas 30.000 hektar tersebut terletak di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara). Pembangunan kawasan ini merupakan hasil kerja sama investasi antara Indonesia, Cina dan Uni Emirat Arab (UEA).

Green Industrial Park yang dibangun di Tanah Kuning ini akan menjadi kawasan future industries. Karenanya, industri baterai yang akan dibangun nantinya tidak hanya berbasis nikel, tapi juga non nikel. Akan dibangun juga pabrik aluminium smelter guna mempercepat hilirisasi dan mendukung sektor pembangunan Indonesia. Kawasan ini tidak akan menggunakan batu bara sebagai sumber listrik, melainkan menggunakan teknologi lain seperti air, angin dan teknologi lainnya. Setiap perusahaan yang ada di kawasan ini juga harus mengolah sampah yang dihasilkan dan/atau berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca di lokasi produksinya (Kompas.com, 22/12/2021).

Dikutip dari antaranews.com, 21/12/2021, kawasan Industrial Park Indonesia yang dimiliki oleh PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) dan PT Kawasan Industri Kalimantan Indonesia (KIKI) ini disebut sebagai kawasan terluas di dunia. Dalam proyek ini, KIPI menelan investasi sebesar US$132 miliar atau setara dengan Rp1.848 triliun untuk seluruh tahapan konstruksi dan komersialisasi sampai 8 tahun ke depan. Pendanaan proyek sepenuhnya diberikan oleh swasta tanpa ada garansi dari pemerintah.

Terkait hal itu, Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan seperti diwartakan Bisnis.tempo.co, (10/02/2022) mengatakan bahwa pembangunan kawasan ini memerlukan peran investasi dan kontribusi dari sektor swasta. Menurutnya, pendanaan inovatif yang bisa mengafirmasi komitmen pendanaan US$100 miliar per tahun dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang. Dirinya juga mengatakan akan meminta komitmen global atau global deal dari masing-masing G20 leaders untuk bersama-sama menyepakati langkah-langkah konkret dalam percepatan transsi energi.

Terbaru, CNNIndonesia.com, 25/5/2022, merilis berita berkenaan dengan penawaran investasi KIHI kepada CEO Tesla Elon Musk oleh pemerintah melalui Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan. Penawaran tersebut dilakukan secara langsung kepada Musk saat Luhut berkunjung ke Texas, Amerika Serikat (AS).

Menurut Luhut, Green Industrial Park terbesar di dunia itu dapat mewujudkan keinginan Musk untuk memproduksi produk ramah lingkungan. Tindak lanjut dari penawaran itu adalah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Musk di pabrik Space X pada pertengahan bulan Mei lalu. Tim Tesla bahkan diajak berkunjung ke Morowali dan dikabarkan terkesan pada perkembangan hilirisasi nikel di Indonesia.

Proyek yang digadang-gadang nantinya akan menjadi kawasan industri hijau terbesar di dunia ini tentu sangat menggiurkan bagi para investror swasta dan asing. Terlebih masifnya pemerintah yang terus menawarkan kerjasama investasi dalam pembangunan ini kepada negara lain. Pada laman resmi kemenperin.go.id, bahkan tertulis bahwa sejak tahun 2017 Kementerian Perindustrian sudah menawarkan kawasan industri di Kalimantan Utara (Kaltara) kepada sejumlah investor Negeri Tirai Bambu untuk perluasan usahanya. Upaya ini merupakan kelanjutan kerja sama bisnis Indonesia-Tiongkok pada forum One Belt On Road (OBOR).

Pembangunan kawasan industri tersebut akan memberi dampak baik kecil ataupun besar bagi masyarakat Kaltara pada khususnya. Karenanya, menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Unmul), DR. Rudianto Amirta dalam Seminar Nasional Kaltara Menuju Pembangunan Hijau (2/02/2022) dampak tersebut perlu dilakukan pengantisipasian sejak awal.

Salah satunya adalah dampak bagi masyarakat di sekitar wilayah pembangunan industri tersebut. Rudianto mengatakan akan terjadinya perubahan dasar dari komunitas masyarakat yang bergantung pada nelayan beralih ke industri. Hal itu menyebabkan ancaman bagi penghidupan masyarakat sekitar yang apabila tidak dibantu dengan edukasi dan pelatihan dari pergeseran operasi manufaktur. Terutama dampak bagi lingkungan dari pembangunan pusat industri tersebut.

Sementara keputusan yang diambil pemerintah untuk melibatkan peran serta investor swasta dan asing dalam pembangunan mungkin saja akan membantu terealisasinya program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah, namun menurut Hj. Yonani, SH.MH. dalam tulisannya berjudul Pengaruh Investor Asing Terhadap Pengembangan Masyarakat Lokal di Indonesia sebagaimana dilansir dari laman journal.ukb.ac.id, 2016, pengaruh negatif dari adanya investor asing bagi perkembangan masyarakat salah satunya adalah keuntungan yang lebih besar akan diraih oleh investor, sementara bagi rakyat dan negara cenderung sangat sedikit.

Tabloitbisnis.com (2021) merilis sebuah tulisan berjudul Dampak Positif dan Negatif Investasi Asing di Indonesia. Di sana disebutkan salah satu dampak negatif dari investasi asing adalah semakin tingginya ketergantungan terhadap negara asing. Seperti besarnya keterlibatan negara Cina yang berinvestasi di banyak sektor pembangunan di Indonesia menyebabkan Indonesia ketergantungan terhadap negara Cina.

Indonesia akhirnya akan menjadi negara yang tidak berdaulat, demikian pula dalam setiap keputusan politik dan ekonominya akan mudah disetir oleh negara-negara asing. Lebih dari itu, investasi bebas yang dibuka oleh pemerintah semakin memperbesar peluang negara lain untuk menguasai kekayaan sumber daya alam yang ada di negeri ini. Alhasil, negara akan semakin miskin dan rakyat kian sengsara.

Sementara dalam hal keberadaan kawasan industri, meski berdampak positif terhadap pembangunan nasional. Namun sektor industri juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Menurut Aryanto selaku Kepala Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian sebagaimana dilansir melalui laman kemenperin.go.id, (18/3/2014), pada skala makro akan menyebabkan ketimpangan dan tergesernya lahan pertanian hingga eksploitasi sumber daya alam dan pencemaran lingkungan.

Olehnya itu, pemerintah tidak seharusnya menyerahkan proyek pembangunan kawasan industri hijau kepada investor swasta dan asing, sebab hanya akan menguntungkan pihak investor semata. Namun apa yang dilakukan oleh pemerintah yang menawarkan secara langsung proyek tersebut kepada asing menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kelompok pemilik modal dalam hal ini adalah investor asing.

Namun, demikianlah wajah para penguasa dalam negara demokrasi yang menerapkan ideologi kapitalisme. Dengan mekanisme sistem ekonominya, kapitalisme akan memaksa para penguasa di semua negara untuk memberikan loyalitas mereka kepada para pemilik modal baik dalam skala individu, kelompok maupun negara.

Dengan dalih pembangunan nasional, pemerintah sebagai kepanjangan tangan kaum kapital akan membangun alibi agar masyarakat menerima setiap proyek yang diusulkan oleh pemerintah. Bahkan, pemerintah siap untuk mengeluarkan berbagai regulasi untuk mempersempit ruang bagi masyarakat untuk melakukan kritik atas kebijakan yang berimbas pada ancaman kedaulatan bangsa dan terabaikannya kepentingan rakyat.

Lebih jauh, para penguasa yang menjalankan pemerintahan dalam sistem demokrasi akan menjadikan kekuasaan mereka sebagai jembatan untuk menyokong tercapainya kerakusan negara-negara kafir barat untuk menguasai kekayaan di setiap jengkal wilayah di dunia terutama negeri-negrei Islam.

Alih-alih mewujudkan kemaslahatan, keterlibatan investor asing dalam pembangunan industri justru semakin menunjukkan lemahnya pondasi negeri ini sekaligus membuktikan ketidakmampuan pemerintah untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara yang berdaulat, adil, dan sejahtera.

Fenomena kritis di atas takkan dijumpai dalam sistem pemerintahan Islam yang menjalankan fungsinya sebagai khadimatul ummah (pelayan umat). Orientasi dari setiap kebijakan khalifah adalah kemaslahatan umat, keamanan negara dan terealisasinya penerapan hukum-hukum Islam secara kaffah.

Dalam kebijakan pembangunannya, Khilafah tidak akan membangun kerja sama dengan negara-negara lain, terlebih pada negara-negara kafir penjajah yang secara nyata memusuhi bahkan memerangi Islam dan kaum muslimin. Apalagi kerja sama yang dibuat akan menciptakan malapetaka bagi negara dan rakyat.

Sebagai negara mandiri, Khilafah akan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dalam rangka mewujudkan pembangunan negara yang berguna bagi rakyat serta membangun wibawa (haibah)nya di mata dunia. Semuanya dibangun di atas landasan menghadirkan kemuliaan bagi Islam dan kesejahteraan rakyat, sama sekali bukan atas landasan keuntungan materi maupun keberpihakan pada pemilik modal.

Hanya Islam dengan sistem Khilafahnya yang mampu mewujudkan pembangunan yang sesungguhnya, sehingga kehebatan pembangunan dalam mewujudkan kemajuan ekonomi dan terpeliharanya martabat manusia bisa terealisasi secara bersamaan. Suatu capaian yang mustahil diwujudkan oleh ideologi kapitalisme, wallahi alam bishawab.


Penulis: Suriani, S.Pd.I (Pemerhati Kebijakan Publik)

Posting Komentar

0 Komentar