Impian hidup sejahtera dan makmur menjadi dambaan bagi seluruh manusia yang tinggal di muka bumi ini. Berbagai upaya dilakukan setiap orang untuk mewujudkan impiannya tersebut. Namun fakta berbicara lain, walaupun segala daya upaya telah dicurahkan untuk meraih penghidupan yang layak, tetapi kesejahteraan dan kemakmuran sangat sulit diperoleh.
Fakta yang ada membuktikan bahwa jumlah rakyat miskin semakin hari semakin bertambah, apalagi ketika wabah Covid-19 melanda dunia. Kota Bogor menjadi salah satu kota yang mengalami penambahan warga miskin setelah dua tahun melewati wabah Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor menyebutkan tercatat, sejak 2013 hingga 2019 jumlah warga miskin di Kota Bogor menurun. Namun, pada tahun 2020 angka kemiskinan merangkak naik kembali yakni sebanyak 75,04 ribu jiwa. Sedangkan pada tahun 2021, jumlah warga miskin tembus 80,09 ribu jiwa. (Radar Bogor, 03/06/2022)
Tidak dipungkiri, adanya wabah yang melanda dunia telah melumpuhkan banyak sektor perekonomian sehingga banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar. Hal ini mengakibatkan terjadi PHK besar-besaran. Faktor ini membuat masyarakat sulit mendapatkan sumber mata pencaharian baru. Sehingga menambah jumlah rakyat miskin di Kota Bogor dan kota-kota lainnya.
Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan pemkot Bogor untuk mengatasi lonjakan angka kemiskinan. Antara lain program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), BPJS kesehatan bagi warga miskin, beasiswa anak kurang mampu, pengembangan kampung tematik, gerakan Bogor berkebun dan pembangunan rumah tidak layak huni.
Begitu banyak program yang telah diupayakan dan telah dijalankan oleh pemerintah. Namun sayangnya, program ini ternyata tidak mampu menuntaskan permasalahan kemiskinan yang mendera masyarakat saat ini. Karena kemiskinan yang terjadi, bukanlah semata-mata karena adanya wabah. Jauh sebelum kemunculan wabah ini, wabah kemiskinan telah lama menghantui kehidupan masyarakat di negeri yang kaya bernama Indonesia.
Ironis memang, rakyat hidup miskin di tengah melimpahruahnya kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri ini. Mengapa hal ini terjadi, tak lain disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan hampir di seluruh negeri di dunia. Sistem ekonomi ini, telah sukses menciptakan kesenjangan sosial dan sekaligus menciptakan kemiskinan secara sistemik. Kekayaan negeri hanya dikuasai dan dinikmati oleh sekelompok orang tertentu saja. Bahkan di pusat penerapan kapitalisme itu sendiri ternyata 1% rakyatnya menguasai 99% kekayaan, sebaliknya 99% rakyatnya hanya menguasai 1% kekayaan.
Di negeri ini, rakyat harus dihadapkan dengan mahalnya tuntutan biaya hidup. Dari biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik, air bersih, BBM dan biaya keamanan, semua sangatlah mahal. Belum lagi rakyat juga terbebani dengan pajak yang diterapkan di semua lini kehidupan. Mahalnya biaya hidup ini lahir dari sistem yang meminggirkan peran agama ke tepi jurang kehidupan. Sistem kapitalis sekuler jelas-jelas dianut dan diterapkan di negeri kita tercinta ini.
Sistem kapitalis membebankan seluruh biaya hidup kepada individu melalui mekanisme ekonomi, padahal seharusnya hal itu menjadi tugas negara sebagai institusi berwenang yang melayani dan mengayomi rakyatnya. Namun, hajat hidup rakyat justru dijadikan ajang bisnis, sehingga sangat terlihat hubungan antara penguasa kapitalis dan rakyatnya bak penjual dan pembeli.
Hajat hidup rakyat diserahkan negara untuk diurus oleh korporasi, dengan harga yang mahal tentunya. Karena prinsip ekonomi mereka adalah pengeluaran sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan negara hanya menjadi regulator, pembuat aturan yang itupun justru banyak berpihak pada korporasi. Bukan hanya itu, penguasa cetakan kapitalis dengan sukarela memberikan kekayaan alam dikelola oleh para korporasi.
Penguasa kapitalis menjadi pelayan setia bagi para korporasi untuk mengeruk habis kekayaan milik rakyat dan memuluskan kepentingan-kepentingan mereka. Maka wajarlah, jika kekayaan negeri ini hanya dikuasai oleh korporasi dan penguasa kapitalis sebagai partner bisnisnya yang akan melanggengkannya untuk terus bisa menikmati duduk di kursi kekuasaan yang menjadi ambisinya. Inilah yang disebut dengan korporatokrasi, yakni korporat yang bermitra dengan birokrat.
Adapun berbagai program untuk mengatasi kemiskinan, hanyalah lip service agar terlihat penguasa kapitalis peduli terhadap nasib rakyat. Selama sistem yang menuhankan materi sebagai tujuannya masih bercokol di negeri ini bahkan dunia, maka selama itulah masalah kemiskinan tak akan kunjung terselesaikan.
Inilah kemiskinan sistemik yang telah berhasil diciptakan oleh sistem ekonomi ala kapitalis sekuler. Harus ada upaya sistemik untuk mengeluarkan rakyat dari jurang kemiskinan dan penderitaan akibat keserakahan para korporasi dan penguasa kapitalis.
Jika kita melihat tinta emas sejarah, maka kita akan menemukan bahwa umat manusia pernah hidup dalam naungan negara yang rakyatnya hidup dalam kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan. Negara itu adalah khilafah. Khilafah adalah negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh di setiap lini kehidupan umat manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah sekedar agama ritual yang mengatur urusan ibadah semata, melainkan juga ideologi (mabda) yang memiliki aturan rinci dan detail dalam mengatur segala urusan kehidupan manusia serta memberikan solusi terhadap permasalahan hidupnya. Kesempurnaan Islam ini berasal dari sang pemilik alam semesta, manusia dan kehidupan, yakni Allah Swt. yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya.
Islam memiliki mekanisme untuk menuntaskan permasalahan kemiskinan dengan beberapa langkah. Pertama, mengatur dan mengelola kepemilikan. Kepemilikan terdiri atas tiga bagian yaitu, kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan Individu menjadi hak individu untuk mengelolanya. Sedangkan kepemilikan umum dan negara, pengelolaannya dikelola oleh negara. Adapun kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh individu/swasta dan hasil pengelolaan ini dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan hajat hidup mereka dengan harga murah bahkan gratis.
Dengan penetapan jenis kepemilikan dan pengelolaannya, maka harta akan beredar di masyarakat sehingga perekonomian berjalan secara dinamis dan berkembang, serta dapat mengatasi kemiskinan.
Kedua, pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Buruknya distribusi masyarakat menjadi salah satu faktor terjadinya kemiskinan. Sehingga khilafah sebagai pelayan rakyat akan mendistribusikan kekayaan kepada rakyat yang membutuhkan. Negara pun akan memfasilitasi individu untuk mendapatkan harta misalnya dengan sebidang lahan kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya.
Bahkan setiap individu berhak untuk menghidupkan tanah mati dengan cara mengarapnya dengan cara itu maka dia berhak untuk memilikinya. Sebaliknya negara akan mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut untuk diberikan kepada yang mampu mengelolanya. Atau negara akan memberikan ternak atau sejumlah modal untuk dikelola, agar setiap individu mampu menafkahi keluarganya dengan cara yang layak. Artinya dalam sistem Islam bukan hanya mengandalkan mekanisme ekonomi, namun negara juga menerapkan mekanisme non ekonomi.
Ketiga, penyediaan lapangan kerja. Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang dapat menyerap banyak tenaga kerja terutama laki-laki. Karena merekalah penanggung nafkah keluarga. Negara juga membolehkan perempuan berperan dalam ruang publik seperti dokter, perawat, guru dan lain sebagainya. Namun dengan catatan tidak boleh mengabaikan kewajiban utamanya sebagai ummu wa rabbatul bait.
Keempat, jaminan kebutuhan pokok individu dan komunal menjadi tanggung jawab negara. Negara akan memenuhi semua kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan kepada seluruh rakyatnya secara adil dan merata. Pendidikan, kesehatan dan keamanan juga merupakan kebutuhan asasi yang harus didapatkan oleh seluruh rakyat, tanpa ada pembedaan status sosialnya. Semua ini dilaksanakan negara berdasarkan ketentuan syariat Islam.
Penerapan mekanisme di atas tentunya disertai dengan penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, baik sistem ekonomi, sistem keuangan, sistem politik, sistem pendidikan dan lainnya. Dengan demikian permasalahan kemiskinan bukan semata-mata masalah ekonomi, namun terintegrasi dengan seluruh sistem kehidupan.
Walhasil, menuntaskan masalah kemiskinan hanya akan bisa terwujud apabila disertai dengan mengganti sistem yang menjadi penyebab munculnya masalah kemiskinan. Sistem kapitalis sekuler layak untuk diganti dengan sistem Islam sebagai solusi yang mendasar dalam menciptakan kesejahteraan, kemakmuran dan keberkahan bagi umat manusia. Sistem Islam hanya bisa diwujudkan dalam naungan khilafah, bukan yang lain. Allah Swt berfirman, ”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (TQS Al A'raaf :96). Wallahu a’lam.
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar