Meski menyandang gelar Kota Layak Anak, namun Tangerang Selatan masih memiliki PR besar terkait anak, diantaranya kasus bullying, kekerasan seksual, dan stunting. Untuk masalah stunting, angka prevalensinya meningkat cukup signifikan selama beberapa tahun terakhir. Kepala Dinkes Tangsel, Alin Hendarlin Mahdaniar mengungkap, pada 2019 penderita stunting sebesar 14 persen. Namun terus merangkak naik pada 2021 hingga 19 persen. (Bantennews, 18/01/2022) Angka ini nyaris menyentuh batas maksimal yang ditetapkan WHO, yaitu sebesar 20 persen atau seperlima dari jumlah total balita. Dengan adanya peningkatan tersebut, Tangsel kini tak lagi menjadi wilayah dengan angka stunting terendah se-Banten.
Di level nasional, prevalensinya mencapai 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Artinya, 1 dari 4 balita menderita stunting. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara keempat dengan angka stunting tertinggi di dunia dan kedua se-Asia Tenggara. Karena itu, pemerintah menargetkan kasus stunting bisa ditekan hingga angka 14 persen pada 2024 nanti. (kompas.com, 20/05/2021)
Tiga penyebab langsung terjadinya stunting menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo adalah masalah kesehatan ibu, kurangnya asupan gizi, dan pola asuh yang tidak baik. Lingkungan yang buruk secara tidak langsung juga dapat menyebabkan stunting, seperti rumah yang tidak higienis, ketersediaan air bersih yang minim, serta sanitasi dan jamban yang kurang layak.
Berbagai Upaya Penanggulangan Stunting
Untuk mewujudkan target penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024, BKKBN merencanakan program konvergensi yang memungkinkan adanya sinergi antar kementerian dan lembaga terkait. BKKBN juga meluncurkan program RANPASTI (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting) yang telah disosialisasikan ke beberapa Pemda sejak Maret lalu. (kemenkopmk.go.id, 07/03/2022). RANPASTI ini merupakan turunan dari Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Untuk Tangsel sendiri, Dinkes terus mengupayakan penurunan angka stunting, diantaranya melalui program pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri, konsultasi perkawinan pada saat pra-menikah, serta edukasi tentang asupan gizi untuk menjaga 1.000 hari pertama kehidupan. Selain melakukan pencegahan, Pemkot Tangsel juga berencana mengubah RSUD Serpong Utara menjadi fasilitas kesehatan khusus penanganan stunting. (sindonews, 15/01/2022)
Di sisi lain, rendahnya kualitas pola asuh sering dikaitkan dengan ketaksiapan menjadi orang tua akibat pernikahan dini. Karena itu, Kemen PPPA menekankan perlunya pencegahan pernikahan dini. Langkah ini dilakukan dengan menggandeng anak-anak, remaja, dan kaum muda, serta pemuka adat dan MUI.
Meski beragam program dicanangkan dan sebagiannya telah dilaksanakan, faktanya masalah stunting tak kunjung selesai karena tak menyentuh akar persoalannya. Beberapa faktor yang dituding sebagai penyebab stunting sejatinya bermuara pada satu hal, yaitu kemiskinan. Orang tua tak bisa memberi asupan gizi yang cukup bagi anaknya karena tak mampu menjangkau mahalnya harga pangan. Rumah dan sarana kesehatan yang layak pun tak bisa mereka penuhi. Bahkan sebagian masyarakat menganggap pernikahan dini sebagai salah satu solusi agar keluarga bisa keluar dari garis kemiskinan.
Fakta ini sejalan dengan pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy pada 2021 saat meresmikan Gedung Pusat Gizi Terpadu di Sulawesi Selatan. Menurutnya, penanganan kemiskinan adalah kunci penurunan stunting. Karena itu, harus dilakukan upaya agar tidak terjadi pertambahan keluarga miskin. (kemenkopmk.go.id, 03/03/2021)
Solusi Tuntas Mengatasi Stunting
Sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini tak akan mampu menyelesaikan masalah stunting, justru malah memperparah. Negara yang tegak di atas kapitalisme meniscayakan kekuasaan dikendalikan melalui persekongkolan antara penguasa dan pengusaha. Akibatnya, peraturan yang tercipta hanyalah untuk memenuhi kepentingan mereka. Jadilah sebagian besar SDA dikuasai oleh segelintir orang saja. Sementara sebagian besar rakyat berebut sisanya. Maka tak heran jika kapitalisme inilah yang sesungguhnya melahirkan kemiskinan.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki berbagai pengaturan untuk mencegah kemiskinan. Karena masalah ini juga berkaitan dengan keberlangsungan generasi yang nantinya menentukan masa depan umat. Islam telah menggariskan bahwa pemimpin adalah pelayan bagi rakyat, karena itu wajib memperhatikan kebutuhan mereka, baik kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, dan papan, juga kebutuhan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara Khilafah harus memiliki ketahanan pangan untuk menunjang pemenuhan gizi, bukan hanya untuk bayi yang baru lahir, melainkan juga untuk semua anggota keluarga.
Negara juga menciptakan suasana kondusif bagi laki-laki untuk bisa mencari nafkah, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja, memberi pelatihan atau modal usaha, dan berbagai sarana yang dibutuhkan agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya secara layak.
Semua itu bisa dilakukan karena negara memiliki anggaran yang memadai, diantaranya melalui pengelolaan SDA yang merupakan harta milik seluruh rakyat. Dengan pengelolaan ini, negara bisa menjamin kesejahteraan rakyat sehingga kemiskinan bisa dihindari. Jika rakyat terhindar dari kemiskinan, maka lahirlah generasi bebas stunting.
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis: Zahro Hamidah
(Pengajar dan Aktivis Muslimah)
0 Komentar