Jelang Idul Adha dan PMK yang Terus Menghantui


Idul Adha akan segera tiba dalam beberapa hari lagi.  Hari raya yang identik dengan hari raya kurban ini menjadi momen yang dinantikan seluruh umat Islam. Kita akan disuguhi hewan-hewan kurban yang banyak diperjualbelikan di pinggir jalan raya. Tentu saja ini menjadi sesuatu yang menarik terutama bagi anak-anak.

Namun, menjelang hari raya kurban, masyarakat masih dihantui dengan adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak, terutama sapi.

Hal ini hampir menyebar di seluruh pelosok negeri, tak terkecuali Kota Bogor. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor Anas S. Rasmana mengatakan kebutuhan hewan kurban pada hari raya Idul Adha mencapai 17 ribu ekor setiap tahunnya. Namun tahun ini, baru ada sekitar 2.000 ekor.

Pasokan hewan ini tersendat karena banyaknya penyekatan akibat marak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan. Biasanya sebulan jelang Idul Adha sudah ada 4.000 ekor hewan ternak yang disiapkan untuk kurban namun kali ini baru ada 2.000 ekor. Untuk itu DKPP mencoba memasok dari daerah yang bebas PMK seperti Bali, NTB dan sebagian Jawa Tengah. (www.beritasatu.com 7/6/2022)

PMK bukanlah penyakit baru pada hewan, namun hal ini selalu terjadi menjelang perayaan hari raya Idul Adha. Walaupun dikatakan bahwa ternak yang terkena wabah PMK tidak membahayakan kesehatan manusia, namun ketika hewan tersebut akan digunakan sebagai hewan kurban, Islam memiliki aturan yang jelas. Hewan ternak yang akan dikurbankan haruslah hewan yang sehat dan usianya cukup. Sehingga hewan ternak yang sakit tidak layak untuk dijadikan hewan kurban.

Nampak sekali pemerintah kewalahan menghadapi permasalahan ini. Bak hantu, PMK meresahkan masyarakat baik peternak maupun pembeli. Hantu PMK sengaja dimunculkan demi suatu 'kepentingan' yakni memasifkan impor hewan ternak.

Presiden Joko Widodo resmi meneken Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 yang isinya mengizinkan pelaku usaha swasta untuk melakukan kegiatan usaha impor daging sapi dan kerbau. (www.merdeka.com 5/3/2022)

Inilah ciri khas pemerintahan dengan sistem kapitalisme, dimana kepentingan pengusaha lebih diutamakan daripada nasib peternak lokal. Tentunya kebijakan tersebut akan merugikan peternak lokal. Miris, pemimpin minim empati tak mau tahu dampak kesulitan atas kebijakan yang dibuatnya.

Seharusnya pemerintah melalui DKPP melakukan pendampingan untuk para peternak agar masalah yang muncul (terutama PMK) dapat diatasi dengan tuntas. Selain peternak sebagai penjual, pembeli pun (sebagai konsumen) mendapatkan pelayanan yang sama dari penguasa. Bahkan jika terjadi perselisihan diantara peternak (produsen), pedagang dan pembeli (konsumen) maka penguasa akan hadir memberikan keadilan bagi semua pihak.

Namun semua hanya ilusi belaka jika sistem kapitalisme masih bercokol di negeri ini, kita tentu membutuhkan sistem yang berbeda dimana penguasa hadir dan mengurusi semua kepentingan rakyat dengan seadil-adilnya.

Penguasa berperan sebagai garda terdepan bagi rakyatnya, karena dengan sadar ia mengetahui jika tugasnya tersebut harus ia pertanggung jawabkan dihadapan sang pencipta. Standar halal dan haram menjadi asas dalam setiap kebijakan yang akan diambilnya. Bukan manfaat untuk diri maupun segelintir golongan saja namun menzalimi rakyat kecil.
Ingatlah doa Rasulullah Saw. untuk penguasa zalim, "Ya Allah, siapa saja yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia" (HR.Muslim dan Ahmad).

Ngeri dengan isi doa manusia mulia suri teladan kita. Hendaknya hal tersebut menjadikan para pemimpin takut membuat susah rakyatnya. Akan tetapi pemimpin yang takut pada Allah dan Rasul-Nya hanya akan didapati dalam sistem yang juga menerapkan dan menegakkan hukum-hukum Allah, yaitu sistem Islam (Khilafah).

Karena hanya dengan sistem khilafah, keadilan dan kesejahteraan akan terwujud secara hakiki. Keselamatan di dunia dan akhirat, baik bagi pemimpin maupun rakyatnya, hanya ada dalam naungan khilafah. Maka segera campakkan sistem rusak kapitalisme yang semakin nyata menzalimi rakyat. Saatnya berjuang untuk menegakkan sistem Islam, yakni khilafah. Wallahu a'lam.


Penulis: Titin Kartini

Posting Komentar

0 Komentar