Menyikapi Narasi Kaum Pelangi

Keyakinan kaum pelangi bahwa penyimpangan orientasi seksual dalam dirinya adalah sesuatu fitrah sangatlah kuat. Itulah yang menyebabkan mereka terus gencar mengkampanyekan dan mempromosikan eksistensinya kepada khalayak. Bahkan di bulan Juni, kesempatan ini benar-benar digunakan untuk mengubah opini publik akan eksistensinya. Tak tanggung-tanggung pride month yang dikenal dengan bulan kebanggaan kaum pelangi ini berlangsung selama 1 bulan penuh.

Dalam kesempatan yang cukup panjang (satu bulan) ini mereka terus menebar dan menularkan pemahaman mereka akan konsep dan gaya hidup yang salah ini ke tengah masyarakat. Menggunakan berbagai media, link, dan berbagai akses untuk bisa menjangkau semua lapisan masyarakat.

Berawal dari Konsep Kebebasan

Tentu pemahaman mendasar yang melandasi pemikiran mereka adalah kebebasan. Kebebasan untuk memilih jalan hidupnya, untuk berperilaku dan berekspresi sesuai dengan keinginannya. Konsep kebebasan seperti ini ada dalam ajaran demokrasi. Sebab demokrasi menjadi 4 kebebasan sebagai pilar utamanya, yakni kebebasan beragama, kebebasan memiliki sesuatu, kebebasan berperilaku dan kebebasan berpendapat.

Karenanya wajar jika awal mula kemunculan kaum pelangi ini adalah di Barat yang menganut konsep akan kebebasan ini. Konsep ini jelas bertentangan dengan konsep Islam. Ajaran Islam justru sangat sarat dengan aturan. Mengapa demikian?

Sebab Islam mengajarkan kepada manusia bahwa kehidupan di dunia bukanlah kehidupan yang abadi. Setelah kehidupan dunia, ada alam akhirat yang manusia kekal hidup di dalamnya. Jadi dalam pandangan seorang muslim, hidup di dunia hanyalah sementara, fana dan tidak kekal.

Itulah yang membuat kaum muslimin ketika ada di dunia sibuk berburu mengejar amal sholih agar bisa masuk surga kelak di akhirat. Mereka sangat paham akan konsekuensi amal perbuatannya di dunia, jika melakukan amal sholih maka mereka akan mendapatkan surga dan sebaliknya jika melakukan maksiat mereka akan masuk neraka.

Berbeda dengan pandangan kaum pelangi yang tak pernah memiliki pengetahuan akan alam akhirat. Karenanya bagi mereka, kehidupan di dunia adalah satu-satunya kehidupan yang mereka miliki. Dan karena itu mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan duniawi.

Konsep ini membuat kaum pelangi tak mengenal baik-buruk, halal-haram, surga-neraka, amal sholih-maksiat. Mereka meyakini kebahagiaannya di dunia adalah kekal. Sama sekali mereka tak takut akan azab di neraka, karena konsep itu tak ada dalam benaknya. Mereka bahkan tak mengetahui bahwa apa yang dilakukannya adalah pengundang murka Allah, Rabb semesta alam.

Karenanya jika orang Barat dan non muslim menjadi bagian dari komunitas L69T adalah wajar sebab konsep hidupnya memang demikian. Tapi seharusnya itu tak terjadi bagi kaum muslimin sebab konsep kebebasan ini memiliki pertentangan yang amat kuat dengan konsep akidahnya. Artinya jika ada kaum muslimin yang menjadi bagian dari komunitas ini bisa dikatakan bahwa keyakinannya pada akidah Islam sangatlah lemah.

Karenanya komunitas L96T pasti akan ditentang oleh kaum muslimin yang memiliki keyakinan pada akidah Islam yang benar. Apalagi hukum dan sanksi yang diberitakan dalam Al Quran untuk kaum gay (kaum sodom/pelaku liwath) sangatlah terang benderang.

Jika saat ini kaum pelangi terus menjajakan ide kebebasannya di negeri muslim, maka sangat wajar jika kaum muslimin menolaknya. Sudah seharusnya kaum muslimin menolaknya dan wajib untuk mendakwahi mereka ke jalan yang benar. Bahkan jika Khilafah Islamiyah sudah tegak, mereka berhak untuk dijatuhi sanksi sesuai apa yang termaktub dalam nash-nash syar’i.

Konsep Fitrah yang Disalahgunakan

Selain ide kebebasan, kaum pelangi juga selalu menyatakan bahwa penyimpangan orientasi seksual yang ada pada dirinya adalah sesuatu yang fitrah. Bahwa Tuhan sudah menciptakan dirinya dengan disorientasi seksual seperti itu. Dia tak bisa menolaknya karena itu sudah ada dalam dirinya. Narasi ini terus digaungkan, hingga akhirnya sebagian kaum muslimin mengakuinya dan ikut mendukungnya.

Padahal apa yang dirasakan itu belum tentu benar. Bisa jadi itu adalah prasangka dan asumsi pada awalnya, bisa pula itu berawal dari bisikan syaitan, dan bisa pula itu  berasal dari dorongan nafsunya yang kemudian diklaim sebagai sebuah fitrah. Itulah sebabnya Islam mengajarkan kepada kaum muslimin untuk senantiasa merujuk pada Al Quran dan As Sunnah, tidak memperturutkan hawa nafsu, dan menjauhi godaan syeitan.

Rasulullah saw bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.”

Apalagi secara medis sudah terbukti bahwa tidak ada gen khusus L96T. Karenanya pernyataan bahwa disorientasi seksual itu fitrah adalah klaim yang tidak mendasar. Pernyataan ini jelas berasal dari hawa nafsu yang terus mendorong manusia pada kesesatan dan kebinasaan.
Karenanya jika ada kaum muslimin yang ikut mendukung dan mengkampanyekan narasi ini berarti mereka tidak memahami larangan Allah dan Rasul-Nya untuk tidak mengikuti hawa nafsu. Mereka justru lebih memilih jalan mengikuti hawa nafsunya.

Seandainya Allah memang telah menciptakan disorientasi seksual itu, mengapa Allah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya? Mengapa pula Allah mengazab kaum Nabi Luth as? Bahkan Allah juga menghukum istri Nabi Luth as yang hanya mendukung kaumnya namun tidak ikut melakukan perbuatan hina tersebut?

Dukungan Sistem

Menjamurnya kaum pelangi tentu tak lepas dari peran sistem kehidupan yang memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya komunitas ini. Sistem demokrasi yang mendewakan kebebasan membuat kaum L96T leluasa untuk mengekspresikan hawa nafsunya dan menyampaikan narasi sesatnya untuk mempengaruhi opini publik. Dengan konsep kebebasan dan hak asasi yang menjadi dasar pemikiran dalam sistem demokrasi, sebuah masyarakat akan sangat mudah menerima gaya hidup semacam ini.

Karena itu tak ada cara lain bagi kaum muslimin untuk menghentikan pergerakan ini kecuali dengan meninggalkan sistem demokrasi dengan segala konsepnya. Sebab jika mereka masih hidup dalam kungkungan sistem demokrasi ini, maka sampai kapan pun takkan bisa menghentikan pergerakannya. Kaum muslimin harus berada dalam sebuah tatanan masyarakat yang menerapkan aturan sesuai syariat Islam saja. Dengan begitu masyarakatnya juga akan memiliki pandangan dan perasaan yang sama akan buruk dan bejatnya perilaku ini. Wallahualam. 


Penulis: Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar