Publik kembali gaduh dengan promosi Holywings yang mengundang kontroversi. Pasalnya promosi yang mengandung SARA ini dianggap bagian dari penghinaan terhadap Islam. Penolakan dan kecaman dari kaum muslimin di negeri ini pada akhirnya membuat polisi bergerak dan mengambil tindakan menangkap 6 orang karyawan yang diduga terlibat dalam proses pembuatan promosi tersebut.
Pihak manajemen Holywings pun sudah menyatakan permintaan maafnya. Bahkan Hotman Paris, pemegang saham terbesar di Holywings pun turut serta bergerak menyambangi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, untuk meminta maaf atas peristiwa yang melukai hati kaum muslimin ini. Dan tindakannya ini mengundang pujian dari para netizen.
Rangkaian peristiwa seharusnya dibaca dengan cermat agar kaum muslimin bisa menyikapinya dengan tepat. Pertama, konten promosi biasanya dibuat dengan semenarik mungkin dengan tetap memperhatikan aspek keberlangsungan usaha. Artinya jangan sampai promosinya justru menuai kecaman yang berujung pada tutupnya tempat usaha. Namun terkadang pada tempat usaha yang memiliki back up kuat, hal-hal seperti ini kadang tidak lagi dipertimbangkan, yang penting produknya jadi viral dan terkenal.
Tampaknya Holywings ini memilih opsi yang kedua. Sebab ini terjadi setelah tempat usaha tersebut mendapat suntikan dari investor terkenal seperti Hotman Paris dan Nikita Mirzani. Karenanya tak heran jika ada yang menganalisa bahwa ini adalah sebuah kesengajaan yang dibuat dengan tujuan agar produknya menjadi viral dan terkenal. Artinya ini adalah bagian dari strategi marketing yang saat ini mulai banyak dimainkan para pengusaha. Buktinya permintaan maaf Hotman Paris justru menuai pujian karena dinilai gentle.
Kedua, kalaupun pada akhirnya masyarakat menuntut Holywings ditutup, realitanya tidak benar-benar ditutup. Kalaupun ditutup, penutupan itu hanya pada kota-kota tertentu, misal Jakarta. Sementara yang lain, ada kesan ogah-ogahan memenuhi tuntutan masyarakat.
Benar, di Jakarta ada 12 outlet Holywings yang ditutup. Namun alasan penutupan itu bukan karena aspek penghinaan kepada kaum muslimin dan juga bukan karena peredaran miras, tetapi lebih pada tidak terpenuhinya syarat-syarat kelengkapan administrasi yang seharusnya dimiliki oleh tempat usaha. Artinya, suatu saat ketika persyaratan ini terpenuhi, maka besar kemungkinan Holywings akan buka lagi.
Ketiga, ada kesan bahwa promosi yang mengundang kontroversi ini tampaknya juga untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya bagi kaum muslimin dan membuat polarisasi di tubuh kaum muslimin. Mana diantara kaum muslimin yang memiliki sikap toleran dan mana yang radikal. Bahkan bisa pula digunakan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana keterpengaruhan kaum muslimin di Indonesia dengan nilai dan budaya Barat ini.
Toh Muhammad hanyalah sebuah nama yang tidak merujuk pada orang tertentu. Tidak ada maksud untuk melecehkan Islam. Faktanya banyak juga yang benama Muhammad dan mereka juga minum miras. Suatu hal yang kebetulan dan tidak disengaja, mengapa harus marah? Begitulah kira-kira opininya.
Demikianlah, poin ini sekaligus menunjukkan betapa negara ini kian menuju liberal dan kaum muda semakin tak mengenal agamanya.
Keempat, kaum muslimin harus banyak belajar tentang strategi Barat dalam meliberalkan masyarakat. Kasus penistaan terhadap Islam ini bukan kali ini saja terjadi dan faktanya protes kaum muslimin terhadap berbagai penghinaan itu tidak pernah berlanjut sampai ke ranah hukum.
Akibatnya pada sebagian kaum muslimin munculnya rasa putus asa dan lama-lama akan diam dengan sendirinya. Efek berikutnya, yang lantang menyuarakan kritik takkan mendapat banyak dukungan hingga dianggap minoritas dan selanjutnya tak digubris. Begitulah, opini di tengah publik diarahkan untuk menggilas perjuangan kaum muslimin dalam membela agamanya.
Artinya kaum muslimin takkan pernah bisa menjaga dirinya dari dosa-dosa besar semacam miras dan perzinahan jika sistem hukum yang berlaku bukan sistem Islam. Karenanya sudah sewajarnya jika perjuangan kaum muslimin ini diarahkan bukan sekedar menuntut penutupan Holywings tetapi ke arah perubahan sistem hukum dan seluruh komponennya. Wallahua’lam.
Oleh: Kamilia Mustadjab
0 Komentar