Kabar ditemukannya sebuah bungkusan yang berisi tiga paket ganja seberat tiga kilogram di Kota Bogor tepatnya di Kelurahan Batu Tulis Kecamatan Bogor Selatan di pinggir jalan seperti dilansir www.merdeka.com, 30/05/2022 membuat masyarakat semakin resah. Betapa tidak, barang haram ini ternyata begitu leluasa beredar di masyarakat.
Semakin meluasnya peredaran narkoba di negeri ini, bahkan di tempat yang notabenenya masyarakat sering berkumpul, menunjukan para pengedar sudah tidak takut lagi jika terjadi sesuatu. Mereka demikian leluasa, tidak takut lagi jika ada penangkapan oleh aparat kepolisian ataupun oleh masyarakat sendiri.
Narkoba berbagai jenis beredar dengan leluasa bak surga di negeri tercinta ini. Setiap hari kita disuguhi penangkapan-penangkapan para pengedar maupun para pemakai, namun nyatanya bukan semakin berkurang tetapi setiap hari semakin banyak peredarannya. Laris manis bak kacang goreng. Jika seperti ini sudah tepatkah sanksi yang diterapkan, karena pada kenyataannya tidak mampu memberikan efek jera atau takut untuk mencoba mengedarkan maupun memakainya. Banyak korban berjatuhan akibat narkoba dari anak kecil hingga lansia, kalangan masyarakat biasa, selebritis, hingga pejabat negara. Dahsyatnya narkoba menghancurkan tatanan kehidupan manusia dari hilangnya akal hingga hilangnya nyawa.
Maka benarlah sabda Rasulullah Saw. "Rasulullah Saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (mufattir)", (HR Abu Dawud dan Ahmad). Mufattir adalah setiap zat penenang, yang kita kenal sebagai obat psikotropika dan narkoba. Al-'Iraqi dan Ibn Taimiyah menuturkan adanya ijmak tentang keharaman candu (ganja) (Subulus Salam, IV/39).
Dalam sistem Islam (Khilafah), barang haram tidak diperbolehkan untuk diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan ke tengah masyarakat. Jika terjadi, maka hal ini termasuk sebagai bentuk kejahatan (jarimah) yang harus ditindak, diberikan sanksi hukum yang tegas. Hanya saja tindakannya berbeda terhadap khamr (miras), karena terkait khamr ada nash syariat yang mengaturnya dengan detail. Nash syariat pun menentukan sanksinya yang diatur dalam sanksi yang disebut hudud.
Namun untuk narkoba, meskipun sama-sama barang yang memabukkan, tetapi tindakan dan sanksinya tidak diatur dengan detail dalam nash syariat, karena ini termasuk dalam ranah ta'zir yang diserahkan kepada hakim yang diangkat oleh Khalifah. Hakimlah yang menentukan sanksinya. Walau demikian, keputusan hakim merupakan keputusan yang mengikat tidak bisa dibatalkan oleh siapapun termasuk seorang Khalifah.
Sanksi atau uqubat dalam sistem Islam (khilafah) berfungsi sebagai jawazir dan jawabir. Jawazir bersifat preventif, yaitu untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan kejahatan yang sama. Sedangkan jawabir sanksi ini bisa untuk penebus dosa bagi pelakunya, sehingga di akhirat kelak akan terbebas dari azab Allah Swt. ( al-Maliki, Nizam al-Uqubat, hal 7).
Hakim bisa memberikan sanksi dari yang berat hingga yang ringan tergantung kadar kejahatannya. Sanksi tersebut mulai dari pengumuman, diekspos di tengah masyarakat, penjara, denda, cambuk bahkan hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
Dalam kitab Nizam al-Uqubat, al-Muhami Abdurahman al-Maliki ada empat garis besar sanksi terhadap narkoba, yaitu: Pertama, Siapa saja yang menggunakan narkoba, seperti ganja, heroin dan sejenisnya, bisa dianggap sebagai pelaku kriminal. Dia akan dijatuhi sanksi cambuk, penjara lima belas tahun, dan denda. Masalah ini diserahkan kepada hakim. Kedua, Siapa saja yang menjual, membeli, menyuling, mengangkut atau mengumpulkan narkoba seperti ganja, heroin dan sejenisnya akan dijatuhi sanksi cambuk, penjara hingga lima belas tahun, dan denda sebesar harganya. Ketiga, Siapa saja yang membuka tempat, baik terbuka maupun tertutup, untuk digunakan mengonsumsi narkoba, maka dia akan dicambuk dan dipenjara selama lima belas tahun. Keempat, Orang yang mengatakan bahwa dia menjual khamr (zat yang memabukkan) untuk pengobatan tidak akan diterima, kecuali jika pabriknya adalah pabrik obat-obatan, dan dia menjual obat-obatan, seperti apotek dan sejenisnya. Hanya saja, jika dia terbukti menjual untuk pengobatan, pembuktian tetap harus didengarkan. (Kebijakan Agung Khilafah Islamiyah, KH. Hafidz Abdurrahman, MA).
Sanksi dalam sistem Islam jelas mengikat bagi seluruh warga daulah khilafah. Tidak ada kata pengurangan maupun pembatalan. Bahkan sanksi ini juga berlaku untuk seorang Khalifah atau pejabat negara sekalipun. Jika suatu tindak kejahatan telah terbukti, dan jenis sanksi telah ditetapkan oleh hakim, maka harus segera dieksekusi pelaksanaannya tanpa jeda waktu setelah vonis tersebut dijatuhkan.
Dengan adanya sanksi yang tegas tanpa pandang bulu, siapapun yang bersalah akan mendapatkan hukumannya. Tegasnya Islam dalam penerapan aturan apapun, menjadikan segala macam tindak kejahatan dan kemaksiatan dapat diminimalisir keberadaannya. Hal inipun diperkuat dengan pilar penegakan syariat yakni ketakwaan individu dan kontrol masyarakat.
Tidak seperti kondisi saat ini dimana kejahatan dan kemaksiatan tak pernah berhenti bahkan semakin menggila, karena individu-individu rakyat yang jauh dari pemahaman halal haram, lemahnya kontrol masyarakat, terlebih lagi penerapan sistem sekuler di negeri ini. Peredaran narkoba hanya akan bisa teratasi dengan tegaknya sistem Islam dalam bingkai khilafah. Hanya dengan tegaknya institusi tersebut hukum-hukum Allah Swt. yang tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunah dapat diterapkan.
Oleh : Titin Kartini
0 Komentar