Pajak Kian Memalak, Pedagang Berontak




Kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia terutama untuk kalangan menengah ke bawah nampaknya masih harus mengalami kegetiran dan gejolak. Belum juga bangkit akibat pandemi covid 19, kini jerat pajak yang ditetapkan negara membuat masyarakat semakin menjerit. Tak tanggung-tanggung, kenaikan pajak setiap tahun untuk berbagai komoditi wajib pajak membuat keadaan perekonomian makin terasa sulit.


Hal inilah yang dirasakan oleh Pedagang Pasar Induk Cibitung. Pemalakan terstruktur atas nama pajak menjadi penyebab memanasnya keadaan pasar. Setelah diadakan revitalisasi pasar pada Juni 2021, para pedagang berharap mampu memperbaiki kondisi hidupnya. Namun sungguh jauh panggang dari api, faktanya justru lebih membuat ruwet dan semrawut.


Dipaparkan melalui wartaterkini.news (1 Juni 2022), pedagang Pasar Induk Cibitung Bekasi menolak peraturan tentang pembayaran pajak penjualan sebesar 11% yang ditetapkan oleh pihak ketiga yakni pengembang. Hal ini disebabkan karena tidak tercantum pada Surat Perintah Kerja (SPK).


Lebih jauh, salah seorang pedagang Pasar Induk Cibitung Bekasi mengatakan bahwa besarnya pajak tambahan tersebut tidak sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Sebab, kios yang disewakan hanyalah hak pakai, bukan hak milik (tidak mempunyai sertifikat). 


Mengenai konflik ini, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Bekasi, Budiyanto menduga adanya penyalahgunaan wewenang oleh pihak ketiga. Menurutnya proses pembangunan pasar sudah di luar kesepakatan yang telah ditetapkan (Radar Bekasi.id, 31 Mei 2022).


Masalah pajak selalu menjadi persoalan rumit yang hadir di tengah-tengah masyarakat dengan kondisi ekonomi yang kian tak menentu. Pemenuhan kebutuhan hidup primer masyarakat yang sulit terjangkau sudah sangat membebani. Sembako yang harganya terus merangkak naik , serta biaya kesehatan maupun pendidikan yang seharusnya digratiskan untuk masyarakat, menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Kini ditambah lagi dengan beban pajak yang terus menyasar segala aspek, sungguh membuat rakyat semakin melarat menjalani hidup.


Namun sayang, sistem kapitalis telah menetapkan pajak sebagai sumber pendapatan negara. Bahkan dengan pongah, menteri keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pajak merupakan tulang punggung nasional, sehingga seluruh lapisan masyarakat menjadi titik tumpu beban pajak. Wacana kebijakan untuk menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sekaligus menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menuai kritik pedas dari masyarakat. Pasalnya, wacana tersebut rentan dijadikan sebagai alat arogansi penguasa untuk memeras keringat rakyat semakin kuat. Sungguh miris.


Walaupun sudah ada penjelasan dari pemerintah tentang implementasi kebijakan tersebut, namun masyarakat awam tetap khawatir. Terlebih kebijakan pemerintah selama ini selalu dianggap merugikan masyarakat, khususnya kaum ekonomi lemah. 


Itulah ironi sistem ekonomi kapitalis, pendapatan anggarannya hanya bertumpu kepada pajak bahkan utang luar negeri. Hal ini sangat berlawanan dengan sistem ekonomi Islam, yang hanya menerapkan pajak pada saat kas baitulmal kosong. Itu pun diperuntukkan kepada warga negara muslim yang kaya saja, yaitu yang memiliki kelebihan harta atas kebutuhan pokok dan kebutuhan sekundernya. 


Dalam sistem Islam, pendapatan negara bertumpu pada 3 sumber. Pertama, kepemilikan individu meliputi zakat, hibah dan sedekah. Kedua, kepemilikan umum yang dikelola negara, yaitu sumber daya alam seperti minyak bumi, batu bara dan barang tambang lainnya. Ketiga adalah kepemilikan negara yang meliputi jizyah, usyur, fa'i dsb.


Demikianlah pajak dalam sistem Islam tidak ditujukan kepada setiap individu warga negara, melainkan hanya individu tertentu saja. Apalagi penduduk yang berekonomi lemah, seharusnya dibantu oleh negara bukan menjadi wajib pajak. 


Maka dari itu, diterapkannya sistem Islam dalam kehidupan sehari-hari jelas sekali urgensinya saat ini. Secara historis sistem Islam telah mampu menjadikan umat manusia berada dalam peradaban yang gemilang serta kemakmuran yang terjamin. Selain itu, diterapkannya sistem Islam juga akan meraih berkah dari Allah Swt. Sebagaimana dalam surat Al a'raf ayat 96 yang berbunyi " Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." wallahu'alam.



Oleh: Hessy Elviyah S,S.



Posting Komentar

0 Komentar