Peternakan Dalam Pandangan Islam

Tak berapa lama lagi kaum muslim merayakan Hari Raya Idul Adha. Perayaan ini identik dengan penyembelihan hewan kurban, karena hari raya ini disebut juga hari raya kurban. Permintaan pasar akan ketersediaan hewan ternak seperti sapi, kambing dan domba, tentu akan mengalami peningkatan. Namun, muncul kekhawatiran dengan merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak.

Dilansir pada Radar Bogor 11/05/2022, untuk mengantisipasi wabah PMK Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim meminta seluruh jajarannya untuk memperketat suplai sapi dan hewan ternak lainnya masuk ke wilayah Kota Bogor. Kebijakan ini dilakukan dikarenakan ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia hewan ternak yang terkena wabah PMK.

Disisi lain, Kementerian Pertanian memastikan stok hewan kurban tak akan terganggu oleh munculnya wabah PMK yang mulai merebak di sekitar wilayah Jawa Timur dan Aceh. Karena untuk perayaan Idul Adha ini hewan ternak tersedia, dan dari pengalaman sebelumnya hanya 10-20 persen populasi yang dipakai.

Adanya wabah PMK ini tentu akan mendatangkan kerugian bagi para peternak, karena wabah ini mengakibatkan kematian pada hewan ternak. Pengajar Analisis Risiko Pemasukan Hewan dan Produk Hewan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Denny W Lukman mengatakan bahwa wabah PMK bisa dikendalikan secara terukur dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. (Republika.co.id,12/02/2022)

Walaupun dikatakan bahwa ternak yang terkena wabah PMK tidak membahayakan kesehatan manusia, namun ketika hewan tersebut akan digunakan sebagai hewan kurban, Islam memiliki aturan yang jelas. Hewan ternak yang akan dikurbankan haruslah hewan yang sehat dan usianya cukup. Sehingga hewan ternak yang sakit tidak layak untuk dijadikan hewan kurban.

Fakta yang sering terjadi, para peternak mengalami kepanikan kala hewan ternak yang dimilikinya terserang wabah penyakit. Sehingga berbondong-bondong hewan ternak tersebut mereka jual agar mereka tidak mendapatkan kerugian besar apabila hewan ternak tersebut banyak yang mati karena terserang penyakit.

Berbagai aturan diterapkan oleh pemerintah kepada para peternak, salah satunya  harus mengantongi surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) atau sertifikat veteriner (SN) atau sertifikat sanitasi. Selain itu, pemerintah juga menghimbau masyarakat untuk menanyakan dokumen kesehatan daging (KTTD) kepada penjual sebelum membeli hewan ternak. Langkah ini dilakukan untuk memastikan agar masyarakat membeli hewan ternak yang sehat dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Seharusnya upaya pencegahan ini dilakukan oleh pemerintah sebagai institusi berwenang dan sebagai penanggung jawab terhadap semua kebutuhan masyarakat. Karena demi mendapatkan rupiah, terkadang para pedagang dan peternak berlaku curang untuk tetap mendapatkan keuntungan dengan menjual hewan ternak yang sakit kepada masyarakat. Kelengkapan surat kesehatan hewan pun bisa mereka palsukan untuk mengelabui para pembeli dan meyakinkan bahwa hewan ternak yang mereka jual adalah hewan yang sehat.

Disinilah kita melihat bahwa pemerintah yang bernaung dalam sistem kapitalis sekuler mengalihkan tugasnya sebagai pengurus urusan rakyat kepada masyarakat. Peran pemerintah tak lebih hanyalah sebagai regulator dan fasililator, tidak terjun langsung dalam mengurusi urusan masyarakat. Pemerintah hanya mengatur dan mengimbau tanpa memberikan solusi tuntas terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh rakyatnya.

Dalam kondisi seperti ini, biasanya pemerintah mengambil langkah impor daging atau ternak dengan dalih kondisi hewan ternak di dalam negeri sedang terserang wabah. Seperti yang sudah sering terjadi sebelumnya, impor menjadi solusi ampuh pemerintah yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Padahal kebijakan impor justru membuat para peternak mengalami kerugian karena harus bersaing dengan barang impor yang terus dimasifkan oleh penguasa negeri ini.

Inilah langkah salah kaprah yang senantiasa dilakukan oleh penguasa kapitalis. Padahal sesungguhnya, para konsumen dalam hal ini masyarakat dan para peternak sangat membutuhkan kehadiran penguasa agar dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh rakyatnya, bukan malah membuat kebijakan yang membuat kerugian bagi rakyat. Namun, hal ini takkan pernah terwujud dalam sistem yang menihilkan peran agama pada tepi jurang kehidupan. Inilah bukti batil dan rusaknya sistem buatan akal manusia yang diagung-agungkan saat ini.

Potret pelayanan penguasa hari ini sangat bertolak belakang dengan potret pengurusan penguasa dalam sistem Islam (khilafah). Dalam khilafah, penguasanya (khalifah) hadir di tengah-tengah rakyat untuk memenuhi, menjamin dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh rakyatnya. Karena peran penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban apabila ia lalai dengan amanah yang diberikan padanya.

Tak terkecuali kebutuhan rakyat akan hewan ternak. Hewan ternak sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi manusia. Begitu pentingnya peran hewan ternak yang memiliki nilai gizi tinggi, dari susu dan dagingnya, agar tubuh manusia menjadi sehat. Bukan itu saja, hewan ternak pun diperlukan untuk pelaksanaan hari raya kurban, menunaikan zakat (zakat hewan ternak) dan sebagai dam (pembayaran denda) pada saat melaksanakan ibadah haji. Allah Swt berfirman, ”Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran yang penting bagi kamu. Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada didalam perutnya, dan juga pada binatang itu terdapat manfaat yang banyak untuk kamu, dan sebagian dari padanya kamu makan.” (TQS. Al-Mukminum : 21)

Oleh karena itu, penyediaan hewan ternak yang sehat dan layak untuk dikonsumsi oleh rakyat menjadi tugas negara untuk memfasilitasinya. Dalam hal ini, maka khilafah akan mengupayakan bibit ternak yang terbaik, pakan terbaik, riset terbaik, modal yang layak, mekanisme kerja peternakan yang baik, jaminan perdagangan bagi produsen terhadap tengkulak dan kartel, juga termasuk perlindungan konsumen dari daging oplosan maupun beragam kecurangan yang lainnya.

Kebutuhan daging memang menjadi komoditas pangan yang strategis. Apabila karena sesuatu hal (misalnya terdapat wabah penyakit yang menyerang ternak) maka negara akan mengambil peran secara langsung untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam sistem khilafah, kondisi darurat tersebut membolehkan negara melakukan impor. Namun khilafah menjadikan impor hanya bersifat insidental. Khilafah tetap mengupayakan memberdayakan peternakan di dalam negeri dengan sesegera mungkin menyelesaikan masalah kurangnya pasokan daging atau hewan ternak. Sehingga swasembada daging dapat terealisasi, bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri saja bahkan khilafah mampu memenuhi kebutuhan daging hingga ke luar negeri.

Dengan mekanisme seperti ini, maka negara dapat menyediakan hewan ternak yang sehat dan aman bagi rakyat terlebih menjelang hari raya kurban. Maka suatu keharusan secara mutlak bagi khilafah untuk melakukan tata kelola dan tata niaga peternakan dengan sebaik mungkin. Semua kebutuhan penunjang produksi ternak beserta hasil ternak dari hulu hingga hilir akan diberi fasilitas yang terbaik.

Inilah potret tugas khalifah sebagai pengurus urusan rakyat dan pelayan bagi rakyatnya. Khalifah menjalankan tupoksinya sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya" (HR. Muslim).

Hanya dengan perubahan paradigma tata kelola peternakan sesuai dengan syariat Islam, permasalahan perternakan akan bisa diselesaikan hingga tuntas. Kesempurnaan Islam sebagai pemecah problematika kehidupan manusia menunjukkan bahwa Islam satu-satunya aturan hidup yang layak diterapkan di muka bumi ini, bukan aturan yang lain. Dan aturan Islam hanya bisa tegak dalam naungan khilafah. Wallahua'lam.


Penulis : Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar