Resesi Seks Melanda Dunia, Permasalahan Turunan pun Muncul Tak Terduga


Dilansir dari CNBC Indonesia.com bahwa resesi seks sudah melanda Jepang (5/6/2022). Negera Asia lainnya juga mengalami hal yang sama seperti Korea Selatan, China, juga Singapura.

Menurut koresponden CNBC Internasional dalam tulisannya menyatakan bahwa resesi seks adalah menurunnya mood pasangan dalam melakukan hubungan seksual, menikah maupun mempunyai anak. Fenomena resesi seks ini sudah dialami oleh negara-negara di dunia bertahun lalu. Seperti Amerika yang telah mengalaminya sejak 2012 lalu.

Dalam studi yang dirilis oleh Institute for Family Studies (IFS) mengatakan bahwa jumlah anak muda di Amerika Serikat yang tidak berhubungan seks meningkat lebih dari dua kali lipat. Dari yang awalnya 8% meningkat menjadi 21% (CNBC Indonesia 6/12/2021).

Menurut IFS faktor pendorong anak muda AS enggan melakukan seks adalah karena faktor ekonomi dan psikologis. Namun ada faktor lain yang cukup signifikan yaitu kekhawatiran moral, utamanya adalah dalam melakukan seks pranikah.

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Christin Whelan, University of Winconsin, menurutnya ketergantungan manusia dengan smartphone dapat mengurangi kedekatan dengan pasangan. Seperti kehadiran Netflix, media sosial ataupun game online yang memberikan kepuasan sesaat. Apalagi di masa pandemi yang membuat manusia tidak melakukan aktivitas sosialnya.

Tidak hanya selesai sampai di sini kekhawatiran negara-negara tersebut dari fenomena resesi seks. Ternyata ada kekhawatiran lain akibat dari resesi seks ini yaitu penurunan demografi negaranya.    Di China, negeri yang telah puluhan tahun mengontrol ketat kepadatan penduduknya dengan hanya mengizinkan tiap pasangan mempunyai satu anak.

Namun sejak Mei 2021 pemerintahnya memperbolehkan tiap pasangan untuk memiliki tiga anak. Bahkan angka kelahiran bayi di negeri tirai bambu ini terus merosot, hanya 0,53% dalam 10 tahun terakhir.

Selain itu, Jepang juga mencatat pada 2021 lalu adanya penurunan angka kelahiran bayi sebanyak 2,8 persen dibandingkan pada 2019. Angka ini menduduki tingkat terendah sejak tahun 1899. Di sisi lain angka kematian justru tinggi mengakibatkan populasi rendah hingga 600 an ribu jiwa.

Begitu pula di Singapura, yang mengalami angka kelahiran 1,12 persen. Angka yang tergolong sangat rendah dibandingkan dengan tingkat kelahiran global yang rata-rata di angka 2,3 persen. Dengan angka kelahiran yang rendah tersebut maka pemerintah Singapura mengambil kebijakan untuk menawarkan insentif "bonus bayi" untuk menaikkan angka kelahiran.

Selain itu pihak pemerintah negeri singa putih ini berencana mengizinkan wanita lajang untuk membekukan sel telurnya mulai tahun depan. Hal ini menurut mereka, membuka kemungkinan sang wanita tetap hamil walau tubuhnya tidak lagi memprodusi sel telur.

Namun bila dipahami lebih dalam, pada tiap kebijakan yang ditetapkan atas asas kebebasan pastilah mengandung dampak yang negatif. Baik itu personal maupun yang lebih sering terlihat yaitu masyarakat luas. Karena kebijakan tersebut tidak bermisi akhirat, hanya kepentingan sesaat, memuaskan hawa nafsu dan akal manusia.

Bila memandang hubungan laki-laki dan perempuan hanya sebatas kenikmatan jasmani saja ditambah dasar pemahamannya adalah kebebasan seperti yang diserukan oleh kapitalis, maka kerusakan sosial pasti datang seperti sekarang.

Kenikmatan seks terus dipuaskan sampai batas tak terhingga. Tidak puas dengan lawan jenis, beralih ke sesama jenis, tidak puas dengan itu beralih ke benda-benda sekitar. Disamping semua sarana informasi terus menerus mengaruskan tayangan seksual hingga butuh lokalisasi untuk memuaskan semuanya.

Hingga akhirnya datanglah titik jenuh yang tidak membutuhkan manusia untuk menyalurkan hasrat seksualnya. Kondisi seperti ini jelas menyerang mental, psikologi maupun sosial kemasyarakatan.

Dengan kondisi masyarakat sakit seperti ini apakah bisa manusia meneruskan amanah sang Khaliq sebagai khalifah di bumi? Padahal Islam telah jauh hari mengatur tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan yang semestinya.

Allah swt mengamanahkan bumi dan segala isinya memang untuk diatur oleh manusia sebagai ciptaan yang paling utama. Namun aturan yang dipakai tidak bisa memakai aturannya sendiri. Karena selain hanya sebagai ciptaan yang tidak memiliki pengetahuan lebih, manusia juga mempunyai sifat serampangan, dekat hanya dengan yang kenal, egois dan lain sebagainya.

Dengan begitu apakah bisa aturan yang dibuat manusia akan adil, merata juga mensejahterakan? Hanya Sang Penciptalah yang mempunyai keluasan ilmu untuk mengatur semua. Seperti penuturan Imam Al Ghazali bahwa syariat Allah diterapkan adalah untuk melindungi agama, jiwa, akal pikiran, keturunan dan harta.

Para pembuat aturan kapitalis akan terus memperbarui aturan yang mereka buat untuk menyempurnakan aturan sebelumnya. Padahal Aturan Allah telah lengkap dan pasti mensejahterakan.  

Islam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan hubungan kerjasama dan tolong menolong bukan hanya untuk kepuasan seksual. Pandangan antar mereka pun adalah pandangan untuk melestarikan keturunan bukan yang lain.

Sehingga bila aturan tersebut diubah sesuka hati, maka kerusakan dan kesengsaraan lah yang datang. Terbukti saat aturan Allah swt diterapkan oleh kholifah dalam wadah Daulah Islam selama ratusan tahun, tidak pernah ada masalah sosial yang timbul karena penyimpangan seksual. Oleh karenanya buanglah sistem kapitalis yang hadir hanya untuk menyengsarakan kehidupan manusia. Wallahu’alam.


Penulis: Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar