Urbanisasi Pasca Lebaran, Bekasi Kota Impian : Mengadu Nasib Demi Kesejahteraan.


Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bekasi Taufik Rahmat Hidayat mencatat ada 2.776 warganya yang pindah kependudukan. Data itu diambil selama periode 9-19 Mei.

Di sisi lain, Taufik mengatakan ada 1.818 permohonan masyarakat untuk menjadi penduduk Bekasi. Taufik menyebut banyak warga datang dan pergi karena Bekasi merupakan kota transit.

Urbanisasi masih terus berlanjut sepanjang dekade ini. Gelombang manusia berpindah dari desa ke kota hanya untuk mendapatkan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pekerjaan yang lebih baik. Itulah harapan dan bayangan masyarakat desa yang berbondong-bondong datang ke kota demi mengadu nasib mencari kesejahteraan yang diimpikan dan tidak didapatkan diwilayahnya.

Bekasi menjadi kota satelit bagi Jakarta. salah satu peran kota Bekasi bagi Jakarta adalah sebagai sumber tenaga kerja, lokasi kegiatan industri, sumber pinjaman modal dll.

Bekasi sebagai kota transit para pencari kesejahteraan yang mungkin sebagian besar hendak mengadu nasib ke jakarta, akan mengalami berbagai masalah sebagai dampak dari urbanisasi.

Salah satu efek negatif dari urbanisasi adalah meningkatnya pertumbuhan daerah kumuh. Hal ini terjadi dikarenakan warga yang melakukan urbanisasi tersebut tidak langsung bekerja dan tidak memiliki cukup uang untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Selanjutnya masalah-masalah sosial akan bermunculan seperti naiknya angka kriminalitas, kualitas lingkungan yang rendah pola interaksi sosial yang semakin semrawut dll.

Daerah perkotaan seperti Bekasi kebanyakan memang lebih makmur daripada daerah pedesaan. Kedekatan jarak akibat penumpukan atau aglomerasi melahirkan inovasi dan memungkinkan aktivitas ekonomi berskala besar.

Hal ini sejalan dengan fakta bahwa Bekasi merupakan kota industri dan tempat penumpukan modal (investasi). Pabrik terus menghasilkan limbah, sementara konsumen terus menghasilkan sampah konsumsi.

Klop dari hulu ke hilir, semua berkontribusi merusak lingkungan. Akibatnya sangat mahal, masalah penumpukan sampah hingga pemkot angkat tangan, ancaman banjir yang sudah menjadi langganan di Bekasi, cuaca ekstrim, serta wilayah pesisir seperti Muara Gembong yang terancam tenggelam karena muka air laut makin naik.

Urbanisasi merupakan simbol dua hal yang paradoks : pertama, kemajuan perkotaan.  kedua merupakan simbol Kesenjangan antara desa dan kota. Pembangunan perkotaan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sangat kontras dengan di desa yang identik dengan ketertinggalan.

Hal ini mencerminkan kegagalan distribusi kekayaan yang merupakan ciri khas sistem ekonomi kapitalis, dimana fokus pertumbuhan ekonomi hanya pada kenaikan kapasitas produksi dan kenaikan pendapatan nasional bukan pada distribusi kesejahteraan individu per individu.

Distribusi merupakan masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat dalam sistem kapitalis sekarang ini. Kemiskinan pada dasarnya terjadi karena mekanisme distribusi yang tidak berjalan.

Berbeda dengan konsep ekonomi Islam yang  memandang kesejahteraan dengan standar terpenuhinya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat kepala perkepala. Secara kasarnya jika ada satu saja warga negara yang tidak terpenuhi kebutuhan pokonya maka negara dianggap gagal dalam menjalankan ekonominya.

Di dalam Islam, distribusi dilakukan secara ekonomis dan non ekonomis. Mekanisme ekonomi diarahkan kepada sektor produktif, sedangkan mekanisme non ekonomi tidak melalui aktivitas ekonomi produktif, melainkan melalui aktivitas non produktif misalnya zakat, waris, dan sedekah sunnah.Dengan begitu pemerataan kesejahteraan baik di desa dan kota akan terjadi secara alami dan sistemik.

Demikianlah maka penumpukan kesejahteraan tidak akan terjadi dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi islam sehingga urbanisasi bukan lagi sebuah masalah yang akan menimbulkan banyak masalah baru.


Penulis: Oom Badriah S.Psi
(Aktivis Muslimah)

Posting Komentar

0 Komentar