Ada yang bilang jangan memandang orang dari luarnya, tetapi harus dari hatinya. Pada kenyataannya orang akan menilai dari baju yang dikenakan. Manakala busana yang dipakai tak karuan, apalagi memamerkan sebagian aurat, tentu naluriah jika kita akan berasumsi bahwa orang tersebut tak memiliki sopan santun dan akhlak yang baik. Sekalipun kita juga kadang terkecoh dengan penampilan luar, yang ternyata bisa membuat persepsi kita salah dalam menilai seseorang.
Jika membahas tentang busana, tentu erat hubungannya dengan aurat. Dari segi bahasa, aurat mengandung arti aib, buruk, dan malu. Pengertian dari aurat mengandung makna menyeluruh tentang hal yang tidak pantas untuk dilihat. Sedangkan dalam pengertian hukum Islam, aurat adalah terkait perintah Allah mengenai batasan minimal bagian tubuh yang harus ditutup.
Sebaik apapun orang yang tidak menutup aurat, tetap saja memiliki nilai minus. Sejatinya kebaikan harus senantiasa beriringan dengan kebenaran. Artinya kebaikan yang terpancar dari sikap tidaklah menyelisihi aturan-Nya. Kita tidak boleh sepakat dengan ungkapan, "Jilbabi hati dulu." Sebab, sesungguhnya menutup aurat adalah kewajiban mutlak muslimah yang tidak boleh ditunda-tunda, harus disegerakan di saat telah memasuki usia baligh.
Mirisnya, hari ini kita hidup dalam cengkeraman sistem sekularisme yang serba liberal. Mengakibatkan setiap orang bebas mengekspresikan diri termasuk melalui pakaian yang dikenakan. Pemahaman yang minim tentang agama membuat perilaku hidup serba bebas dan enggan diatur oleh aturan Islam. Inilah yang terjadi dengan remaja saat ini. Mereka terus dihantam oleh pemikiran kufur, salah satunya dalam gaya berpakaian.
Para remaja perempuan mengenakan pakaian seadanya, aurat diumbar demi sebuah sensasi. Ketenaran atau viral di media sosial menjadi dorongan untuk memamerkan yang ada pada dirinya, di mana selama ini untuk bereskspresi seolah sulit bagi kaum tak berdasi. Decak kagum serta sambutan hangat dari penonton menambah semangat untuk meraih pamor dan tenar di media.
Dari sudut pandang Islam, sungguh menyedihkan kondisi para remaja tersebut. Berlenggak-lenggok dengan pakaian tak karuan laksana model di atas cat walk. Aurat diumbar, ikhtilat (campur baur) terus ditebar. Belum lagi pelaku L68T pun ikut menunjukkan eksistensinya. Lengkap sudah, semua beralih ke gaya hidup yang penuh kebebasan.
Padahal dalam Islam setiap perbuatan, termasuk mengenakan pakaian harus sesuai dengan aturan. Kita tidak bisa menentukan pilihan sendiri tanpa bimbingan Al-Qur'an. Sebagaimana dalam Al-Qur'an disebut tentang aturan pakaian., "Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." (QS. Al-A'raf Ayat 26)
Dari ayat ini memberi petunjuk bahwa ketika kita mengenakan pakaian, maka harus sesuai dengan aturan Al-Qur'an. Pakaian yang dikenakan bukan untuk ajang pamer, apalagi kesombongan, melainkan sebagai bentuk ketaatan pada Ilahi.
Sejatinya Islam menjaga kehormatan umat, sehingga busana atau apapun yang dikenakan akan mencerminkan citra diri, menjadi bagian penting yang menunjukkan jati diri.
Wallahualam bissawab.
Penulis: Heni Ummu Faiz - Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar