Minyak goreng murah, wajah para emak cerah. Harga minyak goreng turun lagi, senyum emak semakin berseri. Tapi, senyum emak gagal mengembang seindah bunga di musim semi, karena yang turun harga hanya minyak goreng curah. Minyak goreng kemasan masih enggan berharga rendah.
Di laman Republika.co.id disebutkan bahwa harga minyak goreng curah di Bogor turun harga menjadi Rp 13.500 per liter pada pertengahan Juni 2022. Hanya saja, mulai 27 Juni 2022 pembelian minyak goreng curah ini tidak memakai sistem beli langsung seperti biasanya. Tetapi harus memakai aplikasi PeduliLindungi atau NIK. Sebagai wilayah yang berada dalam wilayah NKRI, maka Bogor pun akan ikut menerapkan kebijakan ini. Karena hal tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Pusat lewat Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan.
Menurut infografis yang dimuat di laman daring sindonews.com, alur pembeli minyak goreng curah adalah sebagai berikut: pembeli datang ke penjual minyak goreng curah. Lalu, pembeli men-scan QR yang ada di pengecer. Setelah itu, lihat hasilnya. Jika hijau, pembeli bisa membeli minyak goreng curah maksimal 10 liter/hari. Jika tandanya merah, maka pembeli gigit jari.
Jika faktanya seperti ini, sah-sah saja jika muncul tanya dalam hati, “Ada apa ini?” Beli minyak kok jadi pakai aplikasi dan dibatasi.
Tidak Peduli, Tidak Lindungi
Saat ini dunia memang berada dalam revolusi teknologi 4.0 dengan salah satu cirinya adalah Internet Of Thing (IOT). Semua serba “diinternetkan”. Semua jadi serba pakai aplikasi (komputer) yang terhubung dengan jaringan internet. Hanya saja, ruh dari terciptanya teknologi itu sejatinya adalah memberi kemudahan dan efisiensi, bukan menyusahkan atau jadi sarana pembatasan.
Dalam kasus pembelian minyak goreng curah memakai aplikasi PeduliLindungi ditengarai akan menyusahkan. Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto, menilai ide penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk pembelian minyak goreng akan menyulitkan masyarakat kecil. Karena, mayoritas pembeli minyak goreng curah adalah wong cilik yang biasanya tidak akrab dengan smartphone dan kesulitan mengalokasikan dana untuk anggaran paket data. (www.radarbogor.id)
Mulyanto juga menilai bahwa pemberlakuan mekanisme ini tidak menyentuh akar masalah minyak goreng yaitu kelangkaan stok dalam negeri. Hal ini menjadi paradoks karena Indonesia merupakan produsen minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006. Berdasarkan data Indexmundi.com, Indonesia merupakan negara penghasil CPO (bahan minyak goreng) terbanyak di dunia.
Pada 2021, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 44,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun. Bahkan menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) angkanya lebih besar lagi, yaitu menembus 46,8 juta ton. (www.pramborsfm.com)
Dengan stok produksi seperti ini, sungguh ironis jika stok minyak goreng dalam negeri menjadi langka dan rakyat susah mendapatkannya. Hingga harus direka mekanisme pembatasan konsumsinya. Salah satunya dengan penggunaan aplikasi dan KTP.
Tetapi ironi itu seakan bertemu jawaban ketika kita lihat siapa penguasa sektor ini. Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Ali Jamil, menyatakan bahwa total luas lahan sawit 16,38 juta ha, luas lahan sawit rakyat itu 6,94 juta ha. Sedangkan, data Kementan menunjukkan, dari total luasan lahan sawit di Indonesia, sebanyak 5% atau sekitar 800 ribu ha dikuasai oleh BUMN. Sementara, 53% atau sekitar 8,64 juta ha dikuasai oleh perusahaan swasta dan 42% lainnya atau sekitar 6,94 juta oleh rakyat.
Untuk produksi CPO dijelaskan oleh Delima Azahari, Wakil Ketua III Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), dari perkebunan rakyat sebanyak 16,7 juta ton, negara (BUMN) itu 2,2 juta ton, dan swasta 30,7 juta ton. Total 49,7 juta ton.(www.cnbcindonesia.com) Dengan peta penguasaan lahan dan produksi seperti ini, maka jelas pihak swasta bisa mengendalikan produksi CPO (bahan minyak goreng) dari hulu ke hilir. Dari produksi, penentuan harga, hingga distribusi. Jadi, suka-suka pengusaha saja mau jual CPO kemana. Tentu saja, mereka akan menjual kepada pihak yang menawarkan harga tinggi ketimbang memenuhi Domestic Market Obligation (DMO). Dalam hal ini pasar ekspor dengan harga melangit atau produksi biodiesel proyek Pertamina karena harga lebih pasti, tentu lebih menggiurkan. Tak peduli stok dalam negeri untuk kebutuhan minyak goreng langka, lalu berimbas pada menggilanya harga.
Secara legal formal dalam sistem kapitalisme demokrasi yang sedang diemban negeri ini, penguasaan lahan sawit oleh pihak swasta itu sah-sah saja. Regulasi yang mengaturnya adalah undang-undang (UU) no. 01/1967 tentang penanaman modal asing, UU no. 06/1968 tentang penanaman modal dalam negeri, UU no. 12/1970 tentang perubahan dan tambahan UU no. 06/1968, UU no. 25/2007 tentang penanaman modal, dan UU no.11/2020 tentang Cipta Kerja. Semua UU itu dibuat pemerintah dan disahkan oleh Wakil Rakyat yang terhormat.
Itulah cerminan penguasa dalam asuhan sistem demokrasi kapitalisme. Mereka tidak lindungi kepentingan rakyatnya. Karena dalam sistem ini, penguasa ditempatkan sebagai pembuat regulasi saja dan hubungan dengan rakyat seperti penjual dan pembeli. Siapa bisa membeli maka mereka bisa mendapatkan apa yang dia mau, termasuk regulasi. Maka, janganlah heran jika penguasa hampir selalu berpihak pada para corporate (pemilik kapital/modal) yang memiliki cuan tak berseri.
Berlindung di Perisai Pelayan Umat
Mengerikan memang ketika rakyat sudah kehilangan perisai. Akibat kehilangan perisai umat, di negeri-negeri Islam bermunculan para penguasa jahat yang merupakan para pelayan pengusaha bahkan pengusaha dari negara imperialis.
Para penguasa jahat di negeri Islam ini alih-alih mengurus rakyatnya dengan benar. Mereka justru menelantarkan rakyat mereka. Kekayaan alam negeri-negeri Islam yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat diberikan ke pihak swasta. Memang, sudah saatnya kita mengakhiri semua ini. Hijrah ke sebuah sistem yang mewujudkan penguasanya adalah perisai dan pelayan umat. Sistem itu adalah sistem Islam.
Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai; orang-orang akan berperang di belakang dia (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad).
Di hadis lain Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. al-Bukhari).
Dalam sistem Islam, seperti yang diungkapkan oleh Dr.Riyan, M.Ag, prinsipnya negara adalah pengendali seluruh pelayanan kebutuhan rakyat. Baik kebutuhan individu maupun komunal. Pemimpin yang mengatur dan akan dimintai pertanggung jawaban atas yang ia urus. Paradigma yang dibangun adalah pelayanan, bukan bisnis. (www.muslimahnews.net)
Dalam rangka melayani kebutuhan rakyat, hal pokok yang perlu dilakukan negara adalah mengatur tata kepemilikan lahan. Lahan-lahan yang secara strategis berkaitan dengan hajat hidup rakyat tidak akan diserahkan pada swasta (corporate), baik secara langsung maupun tidak langsung (atas nama investasi). Hal ini akan mencegah penguasaan sektor hulu oleh pihak swasta, yang tentunya hanya berorientasi pada kepentingan corporate. Negara pun tidak akan disetir oleh para corporate. Karena negara hadir sebagai pelayan rakyat, bukan pelayan para corporate.
Dalam tataran pelaksanaan, siapa pun yang berkecimpung dalam industrialisasi akan dikontrol oleh negara. Terkait pemenuhan kebutuhan barang dalam dan luar negeri, maka negara akan melihat kemampuan poduksi dalam negeri. Jika produksi dalam negeri hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka ekspor tidak diprioritaskan, bahkan negara akan melarang ekspor walaupun harga di luar negeri sedang melambung tinggi. Apalagi jika ekspor komoditas itu justru akan memperkuat negara lain. Maka hal itu tak akan dilakukan oleh negara.
Penegakan aturan ini hanya mungkin dilakukan oleh pemimpin yang independen. Pemimpin yang lepas dari jeratan sistem kapitalisme yang saat ini menguasai dunia. Sosok pemimpin ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam yakni khilafah. Sosok Khalifah adalah perisai umat, pemimpin bervisi akhirat yang sangat mamahami bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya.
Lebih dari itu, dalam sistem Islam, rakyat bukanlah objek pasif yang tak berdaya akan segala kebijakan yang ditetapkan penguasa. Rakyat diberikan peran dalam jalannya politik. Mereka diberikan hak bahkan wajib untuk senantiasa mengawal kebijakan penguasa. Apakah sudah sesuai dengan hukum syarak atau melenceng darinya hingga berhak diberi koreksi. Rakyat juga berhak mengajukan tuntutan penyediaan kebutuhan, termasuk minyak goreng, kepada penguasa. Dalam hal ini tuntutan rakyat harus dipenuhi oleh penguasa.
Sistem Islam itu indah bukan? Akan menjadi lebih indah, ketika ia hidup secara nyata di tengah-tengah kita dengan wasilah tegaknya khilafah. Allahu Akbar!
Penulis: Rini Sarah
0 Komentar