Keserakahan Kapitalis Sekuler Sumber Malapetaka Kerusakan Alam


Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Salah satu sumber kekayaan alamnya berasal dari hutan. Indonesia memiliki hutan yang luas dengan keanekaragaman hayati serta flora dan fauna. Keberadaan hutan sebagai paru-paru dunia, tentu sangat berguna untuk keberlangsungan hidup manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di dalamnya. Namun, apabila keberadaan hutan yang sangat penting ini tidak dijaga dengan baik, maka justru akan menjadi sumber  malapetaka bagi manusia.


Dilansir Radar Bogor, pada  Jumat 15/07/2022, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Theo Patrocinio memaparkan bencana banjir dan tanah longsor serta beberapa bangunan roboh akibat intensitas curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan 10 titik lokasi banjir terjadi di Kota Bogor. Kerusakan rumah dan fasilitas lain, Theo mengakui belum keseluruhan dilakukan asesment oleh anggota BPBD,  terkait data kerugian akibat longsor, banjir, bangunan roboh dan juga korban jiwa.


Hujan deras yang melanda akhir-akhir ini dianggap sebagai pemicu berbagai bencana yang terjadi. Padahal, Kota Bogor memang dikenal dengan Kota Hujan. Selain itu  sangat mengherankan banjir terjadi di kota ini yang notabene merupakan dataran tinggi. Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Omo Rusdiana mengatakan bahwa ada 4 faktor penyebab terjadinya banjir di Kota Bogor antara lain, intensitas hujan yang tinggi, kualitas tutupan lahan akibat deforestasi, lahan kritis atau tidak produktif dan kondisi sungai serta penyimpangan penggunaan tata ruang. (Kompas.com,21/01/2021)


Tidak dipungkiri, terjadinya bencana alam bukanlah semata-mata karena hujan dan faktor alam lainnya. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak adanya wilayah resapan air. Hal ini karena alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Daerah resapan air sudah beralih fungsi menjadi komplek perumahan ataupun pusat perbelanjaan. 


Masifnya pembangunan yang mengabaikan serta merusak alam dan lingkungan, diperparah dengan tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelaku pelanggaran tata ruang dan lingkungan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Penataan tata ruang ini sangat penting untuk memetakan mana wilayah untuk pembangunan, wilayah pemukiman dan wilayah resapan air. Sehingga dengan adanya tata ruang ini bencana bisa dihindari.


Banjir dan bencana alam lainnya telah menjadi fenomena yang telah berlangsung lama di negeri ini. Hutan sebagai wilayah resapan air dan sebagai paru-paru dunia, dibabat habis hanya untuk mengakomodir kepentingan para korporasi. LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000-2.000.000 ha per tahun. Dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar (illegal logging). Walhasil, negeri ini rentan mengalami bencana alam akibat kerusakan hutan yang dengan sadar dilakukan oleh para korporasi yang berkolaborasi dengan para penguasa.


Berbagai upaya telah dilakukan, namun hasilnya tetap gagal. Sehingga untuk kesekian kalinya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya. Solusi tambal sulam untuk mengatasi bencana tak kan bisa menyentuh akar persoalan utama penyebab bencana alam ini terjadi. Karena semua kebijakan yang diterapkan, bernaung di bawah sistem kapitalis sekuler yang menjadikan materi sebagai tujuannya. Demi meraih keuntungan materi, apapun akan dilakukan. Walaupun harus merusak hutan, alam dan lingkungan serta mengorbankan jiwa rakyat.


Telah terbukti nyata, Indonesia di bawah kungkungan sistem yang menafikan peran agama dalam kehidupan, hanya membawa negeri ini pada jurang kesengsaraan dan penderitaan. Karena kerakusan dan keserakahan manusia, alam yang diciptakan untuk keberlangsungan seluruh makhluk di muka bumi ini hampir punah di tangan kapitalis sekuler.


Hal ini telah diperingatkan oleh sang pemilik bumi dalam firman-Nya,”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar”  (TQS. Ar Ruum : 41)


Jelaslah sudah sistem kapitalisme adalah sumber bencana bagi manusia. Padahal Allah Swt. menciptakan alam semesta ini dengan sempurna. Allah pun memberi panduan untuk menjaganya, serta melarang keras untuk merusaknya. Mekanisme penanganan bencana dilakukan secara menyeluruh dari aspek preventif, kuratif dan rehabilitasi.


Dalam aspek preventif, Islam akan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam semata-mata untuk kemaslahatan umat. Hal ini ditopang dengan adanya politik ekonomi berstandar syariat Islam. Negara (khilafah) akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana alam. Seperti bendungan, kanal, pemecah ombak, reboisasi, pemeliharaan daerah aliran sungai, relokasi dan tata kelola kota sesuai dengan amdal serta pengaturan kebersihan lingkungan.


Khilafah juga akan menetapkan daerah tertentu sebagai cagar alam dan hutan lindung serta mendorong kaum muslim untuk menghidupkan tanah mati sehingga dapat menciptakan lingkungan yang kokoh. Khalifah menetapkan sistem sanksi yang seberat-beratnya bagi siapa saja yang dengan sengaja merusak dan mencemari wilayah tersebut tanpa pandang bulu, apakah itu pejabat atau rakyat. 


Sedangkan aspek kuratif, khilafah akan cepat tanggap dalam melakukan evakuasi korban bencana dengan membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban. Dan mengalihkan material bencana seperti banjir, lahar dan lain sebagainya ke tempat yang tidak dihuni manusia. Khilafah juga menyiapkan lokasi pengungsian, dapur umum dan posko kesehatan dan memastikan semua korban bencana telah dievakuasi dan mendapat pelayanan dengan baik.


Adapun aspek rehabilitasi yang dilakukan khilafah adalah melakukan recovery pasca bencana dengan memberikan pelayanan terbaik kepada korban selama berada di tempat pengungsian, memulihkan psikis dengan memberikan motivasi akidah dan memahamkan bahwa bencana ini adalah bagian dari qada/ketetapan Allah. Selain itu, khilafah akan memberikan tempat tinggal yang layak dan nyaman sebagai pengganti dan memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami oleh korban bencana. 


Dengan mudahnya khilafah melakukan penanganan bencana ini, karena khilafah memiliki sumber dana yang berasal dari baitulmal yang telah menyediakan pos khusus untuk penanggulangan bencana. Khilafah senantiasa berada di tengah-tengah rakyat apabila dibutuhkan, karenanya penguasa kaum muslim (Khalifah) sangat memahami tupoksinya sebagai pelayan bagi rakyat.


Demikianlah mekanisme khilafah dalam menuntaskan masalah kerusakan alam dan lingkungan dari hulu hingga hilir. Dan ini merupakan solusi satu-satunya untuk mengatasi persoalan yang diakibatkan kebatilan dan kefasadan sistem kapitalis sekuler. Yakni dengan mewujudkan penerapan Islam secara kafah dalam naungan khilafah. Hanya Islam yang layak dijadikan sebagai way of life bagi umat manusia di muka bumi ini. Wallahua’lam.


Penulis : Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar