INTERNASIONAL – Pemerintah mengeklaim kondisi ekonomi Indonesia aman, kalaupun ada pertumbuhan ekonomi negatif tidak separah situasi di Sri Lanka.
Masyarakat sering bertanya kenapa laporan pemerintah dengan apa yang dirasakan masyarakat itu berbeda. Dikatakan kemiskinan berkurang, tetapi banyak orang miskin. Dikatakan ekonomi baik-baik saja tetapi hidup susah.
Lalu, bagaimana mengurai masalah ini? Pakar ekonomi Islam Nida Sa’adah, S.E., M.E.I., Ak. memberikan ulasannya.
“Sebagai seorang muslim tentu dalam menyelesaikan permasalahan ini harus menggunakan perspektif Islam yang memadukan dua aspek; politik dan ekonomi,” ungkapnya dalam acara Intelektual Muslimah Bicara – Eps.11: “Indonesia Terancam Resesi, Akankah Menyusul Sri Lanka?” Ahad (17/7/2022) melalui kanal Muslimah Ulul Albab.
Nida menjelaskan, Islam dari aspek ekonomi berarti bagaimana membiayai keuangan satu negara sehingga negara tidak mengalami state failed (negara gagal). “Negara gagal berarti dia tidak bisa mewujudkan tujuan kenapa orang itu bernegara. Orang bernegara dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya, memenuhi kebutuhan komunitasnya, memenuhi kebutuhan rasa aman dan seterusnya,” papar Nida.
Menurutnya, Islam mengajarkan konsep bernegara seperti ini. “Konsep Islam dalam bernegara ada di aspek politik, makanya kita tidak bisa hanya pakai satu aspek, ekonominya saja,” tegasnya.
Kalau kita bicara Islam dari aspek politik, kata Nida, berarti kita mau tidak mau harus membahas kontek Islam dalam mengatur negara yang sudah dicontohkan Nabi dalam bentuk negara yg menerapkan syariat Islam secara kafah.
Negara Gagal
Nida menyoroti Sri Lanka menjadi negara gagal karena terjajah dengan tingkat hegemoni parah baik dari barat maupun timur (Cina).
“Sebuah negara terjajah tentu tidak punya kemandirian. Kemandirian yang sangat penting untuk eksistensi suatu negara adalah pangan dan energi,” ungkap Nida.
Sri Lanka, lanjut Nida, sudah ada dipuncaknya, tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok masyarakat serta kebutuhan energi karena tergantung dengan stok dari negara luar.
“Ditinjau dari perspektif Islam (politik dan ekonomi) Sri Lanka terjajah oleh banyak negara. Tidak bisa mengcover kebutuhan pangan dan energi,” simpul Nida.
Kalau konsep ini diulang, ucap Nida, berarti balik seperti awal lagi; politik terjajah, ekonomi terjajah. “Kalau ini diulang lagi maka kondisi yang akan dihadapi Sri Lanka persis seperti Indonesia pasca reformasi, akan terjadi begitu, tidak malah membaik,” prediksi Nida.
Islam
Menurut Nida, Islam mengajarkan dua pilar besar (politik dan ekonomi) dalamnegara harus kokoh.
“Politik yang kokoh berarti bebas dari manipulasi, bebas dari kepentingan kelompok, apalagi memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Nah ini sudah dicontohkan oleh Nabi dan dilanjutkan oleh para khalifah yang disebut dengan sistem negara khilafah Islam,” bebernya.
Di saat yang sama, lanjutnya, pilar kedua yaitu ekonomi juga harus kuat. Ekonomi diperlukan untuk stabilisasi sebuah negara karena berkaitan dengan pembiayan yang berlangsung dalam negara itu, yang dalam islam disebut Baitulmal.
“Jangan dibayangkan semua dibiayai negara. Ada mekanisme yang nanti diatur dengan mekanisme pasar, dengan regulasi pasar yang mengacu pada sistem syariah, ada yang di backup oleh keuangan negara, ada yang berjalan sebagaimana roda ekonomi secara normal,” terang Nida.
Nida lalu menjelaskan tentang regulasi ekonomi Islam. “Regulasi dalam Islam tidak pernah ada sistem pungutan dalam Baitulmal yang memangkas income masyarakat yang mereka butuhkan untuk kebutuhan sehari-hari,” paparnya.
Menurutnya, ini berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme yang dampak pertama saja sudah memangkas income masyarakat.
Berikutnya, jelas Nida, investasi. “Ada sihir moneter oleh negara besar seakan-akan mereka punya modal banyak dengan memberikan pinjaman investasi. Seolah-olah negara tidak bisa membangun tanpa investasi,” tukasnya.
Kemudian, dari sisi moneter, kata Nida, kalau pakai sistem moneter dalam Islam tidak mungkin sebuah negara itu enggak ada emas yang berputar di negara itu. “Enggak mungkin sebuah negara enggak punya perak yang sedang berputar di negara itu, karena Allah yang menciptakan dua benda ini. Dan Allah menciptakan di semua tempat di muka bumi. Allah juga mengaturnya sebagai mata uang. Jadi Allah itu Mahaadil, Maha Mengatur,” tutur Nida meyakinkan.
Butuh Dakwah
Nida lalu menyimpulkan sesungguhnya negara tidak butuh investasi asing. “Yang kemudian menjadi butuh itu dari mindset, ditancapkan. Kalau hakikinya sebetulnya tidak butuh tapi kemudian menjadi butuh karena itu ditanamkan pola pikir itu oleh penjajah bahwa anda butuh investasi asing,” tuturnya.
Untuk menghilangkan mindset ini, butuh dakwah yang menjelaskan regulasi Islam, jelas Nida. Ia menambahkan, kalau bicara regulasi keuangan negara yang tidak bisa diintervensi oleh kepentingan apa pun ya hanya ada dalam regulasi Islam.
“Meski ini masih berupa konsep, tetapi kalau enggak diambil ya akan mimpi terus. Jadi kalau konsep ini makin diluaskan, makin banyak yang mengerti, makin banyak yang paham, orang jadi punya harapan,” ucap Nida meyakinkan.
Nida menilai, hari ini orang tidak punya bayangan bagaimana menyelesaikan masalah ekonomi, menggantungkan ke sistem yang mana?
“Kalau kita yang sudah paham ini kemudian menyampaikan, jadi makin banyak orang yang paham akhirnya kita menciptakan optimisme pada umat, bahwa ada solusi masalah ekonomi,” pungkasnya [MNews/IA]
0 Komentar