Masifnya Konten Pornografi Anak, Buah Sistem Sekularisme yang Rusak



Pornografi saat ini seperti virus yang terus menyerang di semua kalangan. Tak memandang profesi, usia, ataupun status sosial, tak terkecuali anak. Pornografi seolah susah lenyap dari negeri mayoritas muslim terbesar di dunia, bahkan kian hari semakin masif.

Polisi menemukan grup WhatsApp yang berisi video dan gambar pornografi sebanyak  2.372 video. Ditemukan pula sebanyak 103 konten anak sebagai korban eksploitasi. Hal ini disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan. (mediaindonesia.com,16/07/ 2022).

Ada lagi beberapa waktu sebelumnya, viral penangkapan seorang model SN yang meraup keuntungan puluhan juta per bulan dengan membuat konten porno di aplikasi Mango Live yang akhirnya ditangkap Polres Metro Jakarta Barat. Menurut Kombes Kapolres Metro Jakarta Pasma Royce, penghasilannya kurang lebih Rp30 juta per bulan. (SINDOnews.com, 7/07/2022).

Pornografi dan pornoaksi booming dekade 90-an dan kian masif ketika media sosial mulai merebak. Rupanya hal ini ditangkap oleh pemuja materi yaitu para kapitalis sebagai kesempatan meraup cuan dan pornografi menjadi salah satu konten yang potensial. Terbukti pornografi menghiasi hampir seluruh tayangan, baik melalui iklan, film, sinetron maupun konten-konten pribadi yang banyak dan bebas tersebar media sosial.

Sedihnya, anak-anak negeri ini yang notabene adalah mayoritas muslim tak luput menjadi korban serangan konten rusak ini. Mereka yang seharusnya distimulus dengan pemikiran yang bersih dan mengedukasi, justru sebaliknya dihujani virus yang merusak pemikiran dan moral bahkan akidah, menjauhkan mereka dari nilai-nilai Islam.

Kondisi ini adalah konsekuensi logis dari diterapkannya sistem sekularime, yaitu sistem hidup yang memang dengan sengaja memisahkan agama dari kehidupan. Kehidupan dibiarkan bebas tanpa aturan atau jikapun ada, maka aturannya adalah hasil dari buatan manusia. Termasuk aturan dalam bergaul. Siapun bebas bergaul menurut gayanya masing-masing dengan dalih semua orang dilindungi haknya dalam kebebasaan berekspresi.

Kebebasan yang kebablasan inilah yang kemudian di tangkap juga oleh anak-anak generasi muslim. Mereka mengikuti tren, hingga akhirnya terjebak pada pergaulan bebas. Bahkan lebih jauh, anak-anak kemudian menjadi korban eksploitasi para penghamba syahwat. Dengan iming-iming cuan, sebagian dari mereka mengorbankan masa depan yang harusnya diisi dengan prestasi justru memilih hidup bergelimang maksiat.

Lemahnya kontrol penguasa dalam mengendalikan munculnya grup-grup baik di Facebook, WhatsApp, maupun media sosial lainnya, sama saja dengan membiarkan generasi ini direnggut oleh cukong-cukong kemaksiatan. Dimana mereka begitu mudah mengakses informasi terkait pornografi dan pornoaksi dimanapun kapanpun. Jikapun ada undang-undang yang menjerat para pelaku atau penebar pornografi dan atau pornoaksi, buktinya sanksi yang diberikan tidak sedikitpun membuat jera, hingga kasus yang sama terus berulang.

Ironisnya saat media dakwah getol menebarkan ajaran Islam yang mendidik justru diblokir dan ditutup paksa dengan dalih tersusupi paham radikalisme. Sementara definisi dari radikalisme, apa tolok ukurnya, siapa saja yang diberi label radikal, selama ini ditentukan sepihak, dalam hal ini penguasa dan pendukungnya tanpa ada kajian yang mendalam dan komprehensif yang melibatkan semua pihak yang berwenang.

Bagaimana dengan Islam? Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu mengatur kehidupan manusia, baik hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan manusia yang lain maupun hubungannya dengan alam semesta. Semua lengkap dan rinci di atur dalam Islam, termasuk dalam hal penjagaan akhlak dan tata pergaulan, salah satunya melalui proses pendidikan.

Islam memandang bahwa pendidikan yang pertama diberikan kepada anak adalah menanamkan akidah sebagai benteng dari serangan pemikiran yang rusak semisal pergaulan bebas dan pornografi. Selain itu negara berperan mengontrol media dari konten-konten yang membahayakan. Ketika ada yang melakukan pelanggaran semisal zina atau pembuatan video-video mesum akan diberikan sanksi tegas dan berat sesuai dengan syariat Islam.

Sesuatu yang dilarang dalam Islam pasti membawa keburukan. Pornografi dan pornoaksi selain perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa juga jelas sekali efek kerusakannya, salah satunya kecanduan. Menurut studi The National Council on sexual Addiction Compulsivity ada empat tahap perkembangan kecanduan seksual diantara orang-orang yang mengonsumsi pornografi. Dari awalnya hanya muncul rangsangan, kemudian berlanjut ingin memenuhi rangsangan, setelah itu berkembang menjadi sikap menganggap pornografi sebagai sesuatu yang biasa, hingga akhirnya meningkat kepada meniru perilaku yang dilihat dalam konten pornografi.

Oleh karena itu, Islam tegas menutup pintu-pintu yang memungkinkan masuknya konten negatif yang merusak pemikiran umat. Islam merinci bagaimana harus berinteraksi atau bersosialisasi, semuanya demi menjaga harkat dan martabat manusia yang mulia. Ada larangan khalwat yaitu berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Ada larangan ikhtilat atau campur baur laki-laki dan perempuan tanpa alasan syar’i. Ada kewajiban menurut aurat secara sempurna dan larangan tabaruj, yaitu berlebihan dalam penampilan, dan sebagainya.

Penjagaan generasi dari hal-hal negatif yang merusak ini bukan semata tugas orangtua atau keluarga. Namun harus ada sinergi antara tiga pilar sekaligus, yaitu peran keluarga, masyarakat yang melakukan kontrol sosial dan institusi negara yang menegakkan syariat Islam secara menyeluruh. Tegaknya syariat Islam secara menyeluruh hanya terwujud dengan sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, bukan demokrasi yang berasaskan sekularisme, liberalisme yang jelas rusak dan merusak.

"Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (TQS, Al Maidah ayat 49).

Wallahualam bissawab.


Penulis: Heni Ummu Faiz - Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar