Setiap orangtua tentu bangga ketika anaknya menjadi penghafal dan pengemban Alquran. Apalagi ada begitu banyak keistimewaan yang Allah berikan kepada para penghafal Alquran, salah satunya menjadi Ahlullah (keluarga Allah). Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia” para sahabat bertanya, ‘Siapakah mereka ya Rasulullah?’ Rasul menjawab, ”Para ahli (penghafal) Alquran. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya” (HR. Ahmad).
Sedangkan orangtua yang anaknya menjadi penghafal Alquran juga mendapatkan reward yang luar biasa di akhirat, yaitu dipakaikan jubah kemuliaan yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya,”Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab, “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari (menghafalkan) Alquran” (HR. Hakim).
Hal inilah yang kemudian memotivasi orangtua ingin anak-anaknya menjadi penghafal Alquran. Sedari dini orangtua mencarikan sekolah yang kurikulumnya berbasis Alquran, agar anak-anak dekat dan terbiasa bersama Alquran.
Menghafal Alquran memang membutuhkan guru dan tempat yang kondusif dan pesantren masih menjadi alternatif utama saat ini. Intensitas anak-anak berinteraksi dengan Alquran akan lebih terjaga ketika mereka belajar di pondok pesatren. Ditambah lagi para pengajar secara terus menerus membimbing santri tidak hanya menghapal, namun juga bagaimana memahami dan mengamalkan Alquran.
Tidak dipungkiri, menyekolahkan anak di pesantren butuh pengorbanan dan perjuangan baik dari anak maupun orangtua. Rasa sedih kadang muncul atau tidak tega ketika melihat kehidupan pesantren yang sederhana dan makan ala kadarnya. Apalagi tidak jarang ditemui bangunan pesantren yang sederhana, semakin menambah keraguan orangtua.
Potret pondok pesantren memang lekat dengan kesederhanaan, walaupun banyak juga yang bagus dan megah. Namun, yang patut dipahami dan disadari orangtua adalah, menyekolahkan anak di pesantren merupakan bagian dari amanah dalam rangka memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak.
Justru cirikhas pesantren dengan kesederhanaannya akan menempa anak-anak menjadi pribadi yang kuat dan mandiri serta menjadi hamba Allah yang selalu bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan. Di pondok pesantren mereka berinteraksi dengan teman sebaya dengan karakter yang berbeda-beda. Banyak hal yang akan mereka dapatkan, antara lain muncul rasa kepekaan, kepedulian, tanggung jawab, tolong menolong, kemandirian dan senantiasa berlomba-lomba untuk kebaikan (fastabiqul khairat).
Pengorbanan anak dan orangtua yang memilih pesantren sebagai tempat untuk menuntut ilmu tidak akan sia-sia, karena dari sini akan lahir para penghafal dan pengemban Alquran . Apalagi di kondisi hari ini, generasi muda sudah banyak yang terkontaminasi pemikiran dan gaya hidup barat yang jauh dari nilai-nilai Islam. Oleh karena itu harus ada upaya bersama-sama “menyelamatkan” mereka, agar tidak ikut teracuni peradaban asing, karena merekalah generasi penerus peradaban Islam yang mulia dimasa yang akan datang.
Generasi emas harus dipersiapkan untuk melawan kerusakan dan kebatilan yang menyerang dari berbagai arah. Dibutuhkan generasi qur’ani yang tertanam dalam dirinya rasa patuh dan taat kepada sang pencipta-Nya dalam segala aktivitasnya. Generasi penebar kebajikan, terlibat dalam perjuangan dakwah untuk menggantikan pemikiran serta aturan kufur dan rusak dengan aturan yang benar yang berasal dari Alquran.
Di sini dibutuhkan peran orangtua dalam menyiapkan mental dan pemahaman aqidah yang kuat kepada anak sedini mungkin, agar mereka ikhlas selama menuntut ilmu di pesantren. Menanamkan keyakinan bahwa semuanya dilakukan semata-mata untuk meraih rida Allah Swt. Ketika rida Allah telah diraih, maka inilah puncak kebahagiaan orangtua, tidak hanya di dunia melainkan di kehidupan abadi kelak.
Penting juga memberikan motivasi kepada anak dengan sering menceritakan kisah ulama salafussholih di masa Rasulullah dan para sahabat dalam perjuangan mereka menimba ilmu Alquran. Bagaimana mereka harus menempuh perjalanan jauh hingga beratus-ratus kilometer dengan berjalan kaki, demi untuk menuntut ilmu Alquran. Juga kisah generasi penemu, penakluk dan polymath di masa kejayaan Islam. Meraka berhasil menguasai berbagai cabang ilmu dan menjadi sang penakluk, sebut saja Muhammad Al Fatih, Shalahuddin Al Ayyubi, dengan mempelajari Alquran. Mereka menjadi penghafal sekaligus pengembannya.
Pada akhirnya masuk ke pesantren bukan hanya kemauan orangtua, melainkan menjadi kesadaran bersama orangtua dan anak. Karena proses pendidikan tidak bisa dilakukan dalam keterpaksaan. Keikhlasan dalam menimba ilmu menjadi salah satu jalan turunnya lebih banyak keberkahan bagi semuanya.
Perlu dipahami juga bahwa pesantren bukanlah tempat laundry pakaian, yang masuknya kotor keluarnya bersih, dalam artian orangtua menjadi berlepas tangan. Harus ada sinergi antara pesantren dengan orangtua, apalagi tanggungjawab pendidikan tetap ada di pundak orangtua. Banyak mendoakan anak juga menjadi amalan wajib yang harus senantiasa dijaga, karena doa tulus orangtua adalah kekuatan bagi anak-anaknya.
Anak adalah aset dunia dan akhirat bagi orangtua, amanah mulia dari Allah Swt. Maka jadilah orangtua yang memberikan teladan terbaik dalam berkhidmat kepada Allah Swt. Bukan hanya menuntut anak shaleh, namun orangtua pun harus menunjukkan ikhtiarnya menjadi shaleh, melayakkan diri menjadi orangtua penghafal dan pengemban Alquran. Wallahua’lam.
Penulis: Siti Rima Sarinah
0 Komentar