Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi sedang mewabah di Indonesia. Wabah ditemukan pertama kali di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022. Kasus PMK pada hewan ternak ini mengalami peningkatan dua kali lipat setiap harinya sejak pertama ditemukan. (Kompas.com 18/5/2022). Wabah PMK ini tentu membuat resah masyarakat apalagi jelang Iduladha, termasuk di kalangan peternak dan pedagang.
Satu bulan menjelang hari raya wabah ini kian memburuk. Dilansir dari BBC.com data Kementerian Pertanian per 2 Juni 2022 menunjukkan bahwa 57.732 hewan ternak mengalami sakit dengan gejala PMK di 127 kabupaten dan kota di 18 provinsi. Sebagian telah terkonfirmasi positif terinfeksi PMK, sedangkan yang lainnya masih berstatus suspek (8/6/2022).
Wabah ini cukup berdampak pada produksi susu dan harga sapi. Seperti yang dialami oleh Koperasi Peternakan Bandung Selatan yang mengalami penurunan produksi susu sekitar 3000 liter. Kemudian sapi yang sudah terlihat lemah terpaksa dipotong dan dijual jauh di bawah harga normal. Bila harga normalnya sekitar 25 juta rupiah, maka akan dijual dengan harga 3-4 juta rupiah.
Menelusuri Penyebab PMK
Penyebaran PMK pada hewan ternak yang begitu masif di penjuru tanah air ini diduga berasal dari keputusan kementerian Pertanian dalam mengimpor sapi. Sapi impor dari India ini memang lebih murah namun belum bebas PMK, hingga wabah PMK pun merebak dan ribuan ternak mati bersamaan di berbagai daerah.
Wabah PMK juga pernah terjadi saat Indonesia masih dikuasai kolonial Belanda tahun 1887. Kemudian pada 1983 wabah PMK terakhir ditemukan, berkat kerja keras pemerintah. Kunci sukses pemberantasannya adalah dengan vaksin masal pada hewan ternak tersebut.
Selanjutnya pada 1986 pemerintah mendeklarasikan secara nasional bahwa Indonesia berstatus bebas PMK. Empat tahun berselang yaitu pada 1990, Badan Kesehatan Hewan Dunia mengeluarkan resolusi bahwa Indonesia diakui bebas PMK.
Setelah 30 tahun Indonesia bebas dari wabah menular PMK, hari ini kembali muncul, dampak dari keputusan yang ceroboh. Anggota Komisi IV DPR, drh. H. Slamet menyatakan bahwa mudahnya pemerintah mengimpor bahan pangan dari luar negeri adalah karena berlakunya Omnibuslaw Undang-Undang Cipta Kerja (Republika.co.id 12/6/2022).
Undang-Undang Cipta Kerja tersebut bukan hanya mengurus persoalan buruh saja namun juga banyak hal, salah satunya tentang aturan yang mempermudah aktivitas impor. Terlihat pada UU yang lama Pasal 36B No 41 tahun 2014 berbunyi,"Pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan ternak dan produk hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat."
Sedang pada UU Cipta Kerja diubah menjadi,"Pemasukan Ternak dan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi konsumsi masyarakat." Dua peraturan yang sekilas sama namun mempunyai arti sangat berbeda.
Penanganan Pemerintah dan Himbauan Berkurban
Tidak tinggal diam, sampai saat ini pemerintah memang telah mendatangkan vaksin untuk menangani wabah PMK. Vaksin yang berasal dari Perancis, Australia, Brazil dan Selandia Baru tersebut untuk memenuhi kebutuhan di tahun 2022 telah datang sekitar 17 juta dosis.
Sebelum ada kebijakan impor vaksin, para petani merogoh kocek sendiri dalam penanganan wabah.
Namun patut disayangkan, disaat yang sama mengapa Menteri Agama justru menghimbau pada masyarakat untuk tidak memaksakan berkurban pada Iduladha mendatang. Kemenag telah menyiapkan tatacara berkurban saat wabah dan Menag sendiri telah menemukan beberapa fatwa mengenai hal tersebut (Media Indonesia.com 23/6/2022).
Padahal kesuksesan bebas PMK yang telah didapat oleh pemerintah 30 tahun yang lalu adalah juga dengan vaksin. Apakah ada agenda terselubung ditengah gelombang Islamophobia yang sedang marak di negeri ini?
Walaupun memang antara PMK dan Islamophobia sepertinya tidak mempunyai hubungan langsung, namun mengapa sekelas Menag mengeluarkan pernyataan yang diluar nalar. Sehingga tentu kaum muslimin yang tinggal di negeri mayoritas Islam merasa gerah ditengah ketidak seriusan pemerintah menangani kebutuhan hewan ternak menjelang hari raya.
Di sisi lain akhir-akhir ini kaum muslimin juga selalu menjadi bulan-bulanan oleh banyak pihak. Menjadi obyek ejekan, hinaan, tuduhan keji bahkan dari penguasanya sendiri.
Hal tersebut seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw Ratusan tahun lalu, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Oleh karena itu umat tidak boleh lemah, harus terus waspada terhadap ide-ide yang sengaja disusupi agar kaum muslimin jauh dari Islamnya. Satu per satu hukum Allah sengaja dipojokkan, di stigma, diotak-atik sesuai kepentingan manusia demi memenuhi nafsu dunia. Bila kaum muslimin diam, maka perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit hukum Allah akan ditinggalkan.
Wallahualam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar