Sahih dan Amanah, Kunci Terwujudnya Keadilan



Misterius. Itulah kata yang mungkin bisa mengambarkan wajah peradilan di Indonesia. Berbagai kasus (viral) sering penuh kejanggalan. Sebut saja kasus KM 50 yang menewaskan 6 lasykar sebuah ormas Islam, kasus demi kasus terduga teroris, atau terbaru penembakan seorang brigadir oleh rekan seprofesi berpangkat bharada di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jakarta Selatan.

Semua seakan diselimuti misteri. Karena semua kasus terasa janggal dan tak ada transparansi. Untuk kasus penembakan brigadir polisi tadi saja banyak pihak melihat berbagai kejanggalan. Selain CCTV yang kabarnya rusak (mati), kasus tersebut baru diumumkan setelah lewat dua hari. Jenazah korban juga dikirim diam-diam ke rumah keluarga. Pihak pengacara keluarga kemudian menyatakan bahwa pada jasad korban, selain terdapat luka tembak, juga terlihat tanda-tanda bekas siksaan. Selain itu, keterangan pihak Kepolisian juga berbeda dan berubah-ubah. Seakan-akan ada yang ditutup-tutupi demi melindungi satu pihak.

Masyarakat memang sudah lama merasakan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) pada tahun 2020 memperlihatkan ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum mencapai 64 persen. Tertinggi di antara kebijakan-kebijakan yang lain.

Apalagi ada data yang menunjukan bahwa Kepolisian adalah lembaga yang paling banyak diadukan. Komnas HAM menyebut Polri adalah institusi yang paling sering diadukan sepanjang Januari hingga September 2021. Hal ini seperti tidak berubah. Pasalnya, pada tahun 2020 Komnas HAM melaporkan institusi Kepolisian juga menjadi lembaga yang paling banyak diadukan, yakni mencapai 758 kasus.

Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga mencatat setidaknya terdapat dugaan 81 penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi dilakukan aparat yang terjadi sepanjang Juli 2020-Mei 2021. Dalam setahun terakhir, setidaknya terdapat 36 kasus penyiksaan yang dilakukan anggota Polri, 7 penyiksaan oleh TNI dan 3 kasus oleh sipir penjara.

Peradilan semakin tercoreng dengan moralitas rendah para penegak hukum. Komisi Yudisial (KY) mengungkap mulai tahun 2005 hingga Agustus 2018 terdapat 19 orang hakim yang diciduk KPK. Ironisnya, 10 di antaranya merupakan hakim ad hoc tipikor.

Kepolisian juga tidak bebas dari masalah internal. Data Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan Mabes Polri menyebutkan lembaga ini sarat dengan persoalan. Setidaknya ada 1.694 kasus yang termasuk dalam pelanggaran disiplin, ditambah 803 kasus terkait kode etik, dan 147 kasus pidana dari Januari sampai Oktober 2021.

Akhirnya, menjadi sebuah kewajaran jika orang-orang menjadi skeptis bisa mendapatkan keadilan. Pakar hukum Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Sc. menyebutkan hukum yang berjalan saat ini lebih banyak memihak penguasa, pengusaha dan politisi serta semakin memarjinalkan rakyat. Karena itu penegakan hukum di Tanah Air jauh panggang dari api. Apalagi saat ini, hukum seakan jadi alat negara untuk membungkam pihak yang bersebrangan dengannya. Lihat saja, lawan politik rezim salah sedikit saja langsung berakhir di penjara. Sementara buzzer segitunya sudah menista agama dan menyebar hoax tetap bebas aman sentausa. Hingga slogan “pengadilan banyak, tapi keadilan langka” terasa nyata di negara kita tercinta.

Hukum Sahih, Penegak Hukum Amanah Jamin Keadilan

Keadilan dalam hukum akan bisa diwujudkan dengan dua hal.  Hukum yang sahih dan para penegak hukum yang amanah. Hukum yang sahih pasti adil. Penegak hukum amanah akan menjamin pelaksanaan hukum adil bagi semua orang.

Dari aspek hukum, hukum yang sahih selamanya tak akan lahir dari  akal dan hawa nafsu manusia. Hukum yang adil hanya akan lahir dari Pencipta manusia, Allah Swt. Karena manusia itu hakikatnya lemah. Tidak tahu yang terbaik untuk dirinya, apalagi untuk seluruh umat manusia. Hasilnya hukum buatan manusia sarat kepentingan pihak tertentu yang mampu mempengaruhi pembuat hukum. Hukum buatan manusia sering berisi pasal-pasal karet yang dapat ditarik-ulur sesuka hawa nafsu penguasa. Allah Swt. telah mengingatkan bahwa kehancuran akan datang jika kebenaran mengikuti hawa nafsu. Allah Swt berfirman :

“Andai kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka peringatan, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu” (TQS al-Mukminun [23]: 71).

Kontras dengan hukum Islam yang datang dari Allah Swt. Yang Mahaadil. Bebas dari hawa nafsu manusia. Bebas dari tarik-tarikan kepentingan penguasa. Sebuah kisah dalam hadis menunjukan hal ini.  Ketika orang-orang Bani Makhzum meminta Usamah bin Zaid ra. melobi Nabi saw. agar membatalkan hukum potong tangan atas seorang perempuan bangsawan dari kaumnya, beliau murka dan menegur mereka, “Apakah engkau hendak meminta keringanan sanksi/hudud Allah?” Lalu beliau berkhutbah: Sungguh yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya, jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!” (HR al-Bukhari).

Karena itu tidak ada hukum yang bisa menciptakan keadilan kecuali hukum-hukum Islam. Allah Swt. berfirman:
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah [5]: 50).

Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan, ayat ini bermakna bahwa tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah Swt., juga tak ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya (Az-Zuhaili, At-Tafsiir al-Muniir, 6/224).

Hukum yang sahih ini memang harus ditunjang oleh penegak hukum yang amanah. Amanah merupakan salah satu syarat utama penegakan keadilan. Aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum tanpa pandang bulu, meski berhadapan dengan rekan satu korps, termasuk atasan. Allah Swt. telah memerintahkan kaum Muslim untuk menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya.
“Sungguh Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Jika kalian memutuskan hukum di antara manusia, putuskanlah hukum dengan adil.” (TQS an-Nisa’ [4]: 58).

Sikap amanah ini hanya muncul jika keimanan menjadi landasan kehidupan. Sikap amanah jadi langka di tengah masyarakat sekuler. Amanah erat dengan keimanan adanya Hari Penghisaban dan Pembalasan di akhirat kelak.

Imam Malik bin Anas dalam Kitab Al-Muwaththa meriwayatkan bahwa suatu ketika Nabi saw. mengutus Abdullah bin Rawahah ra. untuk memungut hasil panen buah-buahan kaum Yahudi Khaybar. Rupanya mereka telah bersekongkol untuk menyuap Abdullah bin Rawahah supaya meringankan pungutan tersebut dengan perhiasan wanita dari kaumnya.

Melihat sikap kaum Yahudi tersebut, Abdullah bin Rawahah marah lalu berkata, “Wahai Yahudi, demi Allah! Kalian adalah makhluk Allah yang paling kubenci. Bukanlah hal itu yang mendorongku untuk berbuat zalim kepada kalian. Sungguh suap yang kalian berikan adalah haram. Kami tidak akan memakannya.” Kaum Yahudi terkejut lalu memuji beliau, “Dengan inilah tegak langit-langit dan bumi.”

Inilah sebuah sistem yang menjamin keadilan. Saat ini, seharusnya kaum muslim sadar bahwa berharap keadilan penegakan hukum dalam sistem kapitalis sekuler laksana menggantang asap. Tak akan pernah ada. Karena keimanan tidak menjadi landasan kehidupan. Justru hawa nafsu manusia didewa-dewakan. Tak akan lahir sistem hukum sahih dan penegak hukum amanah dalam sistem ini.

Walhasil, hanya kepada syariat Islamlah kita harus kembali. Keadilan dan penegakan hukum yang amanah hanya terwujud dalam kehidupan Islam. Karena, di dalamnya akidah Islam menjadi landasan masyarakat dan syariah Islam menjadi hukum-hukum yang diterapkan bagi masyarakat.


Penulis: Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar