Transportasi merupakan kebutuhan komunal yang wajib difasilitasi oleh negara. Transportasi sangat membantu memudahkan aktivitas keseharian masyarakat dari bekerja, jual beli hingga sekolah, semua membutuhkan transportasi. Transportasi juga menjadi roda pergerakan perekonomian negara dan masyarakat. Sehingga fasilitas transportasi dan jalan yang aman serta nyaman merupakan dambaan bagi masyarakat penggunanya.
Pemerintah pun terus melakukan inovasi dan terobosan baru dalam rangka meningkatkan fasilitas dan pelayanan transportasi bagi masyarakat. Pasalnya, kemacetan menjadi potret kesemrautan yang banyak terjadi khususnya di kota-kota besar. Berangkat dari persoalan kemacetan inilah, pemerintah membangun berbagai infrastruktur transportasi agar masyarakat bisa keluar dari jebakan kemacetan yang semakin hari semakin parah.
Proyek pembangunan LRT (Light Rail Transit) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek) masih terus berjalan. PT Kereta Api Indonesia (KAI) berjanji akan memberi kejutan kepada masyarakat pada Agustus tahun ini dengan menuntaskan pembangunan transportasi sepanjang 44 kilometer. VP Public Relations KAI, Joni Martinus mengatakan untuk layanan taping pada LRT Jabodebek, PT KAI telah memasang 14 gate tipe turnstile dan gate tipe wide untuk penumpang difabel di masing-masing stasiun.
Sedangkan di Stasiun Halim akan digunakan tipe flap untuk memudahkan penumpang yang menggunakan pesawat. Dengan metode pembayaran mengisi saldo kartu uang elektronik, telah tersedia dua unit ticket vending machine di setiap stasiun. Layanan sistem ticketing Automatic Fare Collection (AFC) dengan seluruh layanan tiket akomodasi seperti penjualan, pelayanan tiket bermasalah, pembatalan, penalti dan penambahan trayek. (Republika.co.id,24/06/2022)
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa LRT Jabodebek merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam rangka mengatasi masalah transportasi perkotaan dengan angkutan massal. Diharapkan dengan adanya LRT menjadikan masyarakat beralih kepada moda angkutan massal. Karena Jabodebek masih bergelut dengan isu kemacetan yang penyebabnya adalah penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan.
Di sisi lain, manfaat LRT Jabodebek bagi masyarakat adalah tersedianya alternatif moda transportasi massal yang lebih efisien dan modern. Dan juga mendorong tersedianya lapangan pekerjaan baik pada saat pembangunan proyek maupun pengoperasian. Serta memperbaiki sistem jaringan transportasi, mengurangi kemacetan, emisi, penggunaan BBM dan penghematan waktu perjalanan.
Selintas adanya pembangunan LRT Jabodebek menjadi solusi tuntas mengatasi kemacetan dan memberikan pelayanan transportasi yang nyaman bagi masyarakat. Namun apabila kita meneliti dengan seksama, persoalan transportasi yang mendera wilayah perkotaan tidak bisa diselesaikan hanya dengan menyediakan angkutan massal seperti dengan membangun LRT.
Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini, berbagai pelayanan dengan fasilitas yang mudah dan nyaman, tidaklah diperoleh dengan biaya murah apalagi gratis. Semua fasilitas transportasi ini harus dibayar sangat mahal oleh masyarakat. Karena pada hakikatnya LRT adalah proyek yang menjadi sumber pundi-pundi rupiah yang menguntungkan swasta/asing sebagai investornya.
Alih-alih masalah transportasi dapat teratasi, justru ini menjadi masalah baru yang menambah beban rakyat. Karena pemerintah akan memberikan beban kepada rakyat agar proyek ini tidak merugi. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Inilah gambaran nasib rakyat di tengah kungkungan sistem kapitalis. Sistem yang menuhankan materi di atas segalanya.
Kapitalisme telah melirik semua hajat hidup rakyat sebagai lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Tak terkecuali kebutuhan rakyat akan transportasi. Sedangkan negara sebagai pihak yang seharusnya memberikan layanan transportasi kepada rakyat, hanya memosisikan diri sebagai regulator, dengan membuat seperangkat aturan dan memberikan proyek tersebut kepada swasta dengan dalih profesionalisme. Pun tak bisa dipungkiri karena negara tak punya biaya.
Bahkan kita melihat di negeri kita tercinta ini, begitu banyak pembangunan infrastruktur transportasi yang sifatnya tidak urgen, hanya demi ambisi pengadaan proyek yang tidak lain menjadi ajang meraup keuntungan bagi para investor. Pemerintah tak segan-segan berhutang kepada asing/aseng atas nama investasi. Pada akhirnya, transportasi ini tidak bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, karena biayanya yang sangat mahal. Walhasil, yang bisa menikmati fasilitas transportasi yang nyaman hanyalah segelintir orang tertentu, yang memiliki uang tentunya.
Munculnya masalah transportasi yang berimbas pada kemacetan, terjadi akibat tata kelola suatu wilayah yang merujuk pada sistem kapitalisme yang berambisi pada materi. Pembangunan yang hanya berpusat pada kota-kota besar menjadikan rakyat berkumpul di pusat perkotaan dan daerah sekitarnya. Sementara di sisi lain, misalnya masyarakat pedesaan, sarana dan prasarana serta fasilitas transportasi umum yang layak, nyaman dan aman bagi rakyat biasa, tidak bisa diwujudkan.
Paradigma kapitalisme yang melirik transportasi hanya sebagai ajang bisnis, berbanding terbaik dengan paradigma Islam yang menganggap transportasi adalah kemaslahatan rakyat yang wajib difasilitasi dan dijamin oleh negara (khilafah).
Khilafah akan menyediakan sarana transportasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, seperti masyarakat di pedesaan tidak membutuhkan LRT melainkan hanya membutuhkan angkot dan bis yang layak dan memadai. Sarana transportasi umum yang aman, nyaman dan ongkos yang murah, adalah potret layanan transportasi yang difasilitasi oleh khilafah. Tak terbersit sedikit pun dibenak pemimpin umat (khalifah) untuk mengambil keuntungan dari pelayanan yang memang menjadi tanggung jawabnya.
Untuk mengatasi kemacetan, khilafah akan membatasi penggunaan kendaraan pribadi dengan memperbanyak transportasi umum, sehingga masyarakat tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu, khilafah akan mengedukasi masyarakat akan pentingnya budaya tata tertib berlalu lintas.
Khilafah akan membuat perencanaan dan penataan suatu kota yang lebih efektif dan efisien. Seperti pada saat kota Baghdad dijadikan ibukota negara pada masa kekhilafahan Abbasiyyah. Khalifah menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana publik seperti, masjid, taman, pusat industri, perpustakaan, rumah sakit, perkantoran dan sekolah.
Khilafah mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah daulah, bukan hanya bertumpu di wilayah perkotaan saja. Khilafah menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan merata di setiap wilayah, sehingga masyarakat pedesaan tidak perlu mencari kerja di kota karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di desa. Khilafah pun menyediakan kebutuhan terkait pendidikan dan kesehatan dengan kualitas yang sama di berbagai wilayah daulah. Pemerataan pembangunan inilah yang menjadikan rakyat tidak bermigrasi ke pusat perkotaan.
Demikianlah mekanisme khilafah dalam meriayah urusan umat. Gambaran periayahan ini mampu mengatasi masalah transportasi yang mendera masyarakat. Tupoksi Khalifah sebagai penanggung jawab bagi semua urusan rakyatnya, menjadi pelayan dan pelindung rakyat benar-benar mampu diwujudkan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, ”Iman adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari). Dalam hadis lain Rasulullah Saw. bersabda, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya” (HR. Muslim).
Kondisi ideal ini tentu tidak akan pernah terwujud, apabila kapitalisme masih bertahta di muka bumi ini. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkannya dalam naungan khilafah yang menerapkan Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Memperjuangkan sistem ideal ini menjadi hal yang sangat urgen bagi umat manusia di muka bumi ini, untuk mengganti dan mengubur berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh sistem kapitalis liberal. Wallahua’lam.
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar