Usai polisi menangkap 92 orang pelaku tawuran selama Januari-Februari 2022, Polresta Bogor Kota memetakan ada 56 titik di Kota Bogor yang kerap dijadikan sebagai lokasi tawuran. Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Dhony Erwanto mengatakan bahwa rata-rata usia para pelaku tindak tawuran ini mulai dari 15 sampai 25 tahun. Selain berasal dari warga satu kampung, ada juga beberapa kelompok yang dipetakan cenderung dari sekolah. (Merdeka.com, 24/02/2022)
Miris, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi kaum muda di negeri kita hari ini. Pemuda yang seharusnya mengisi waktunya dengan belajar dan berkarya, justru sibuk saling serang antar sesama. Dengan alasan solidaritas dan mempertahankan harga diri, mereka kerap mengabaikan logika dan cenderung berbuat nekad tanpa perhitungan lagi.
Parahnya, kondisi ini terjadi hampir merata terjadi di semua wilayah. Misalnya di Kota Bogor, Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Dhony Erwanto menyebutkan setidaknya ada 70 kelompok yang kerap membuat onar dengan menamakan diri sebagai akamsi (anak kampung sini) yang tersebar secara merata di setiap kecamatan yang ada di Kota Bogor.
Belum lagi kelompok-kelompok yang muncul di sekolah, termasuk gank motor. Masing-masing sudah memiliki target dan musuh sendiri. Mereka kerap melakukan aksinya dengan menggunakan senjata tajam hingga tak jarang menelan korban jiwa.
Padahal sejatinya pemuda adalah tumpuan masa depan bangsa. Sepak terjang dan kualitas pemuda hari ini, akan menentukan nasib bangsa di masa berikutnya. Seperti kutipan yang pernah disampaikan oleh bapak proklamator, Bung Karno, "Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia."
Sudah selayaknya kita untuk peduli terhadap pembentukan kualitas generasi. Bisa kita bayangkan, negara seperti apa yang akan terwujud di tangan pemuda yang hobi tawuran seperti ini?
Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Para pemuda itu harus disadarkan akan potensinya, diarahkan untuk giat belajar, berkarya dan mengisi masa muda dengan benar, serta dibangun rasa tanggungjawabnya terhadap masa depan umat. Namun, siapakah yang harus bertanggungjawab terhadap hal ini?
Keluarga, Benteng Utama
Keluarga, khususnya orang tua yaitu ibu dan ayah, sudah seharusnya menjadi pihak yang paling dekat dengan anak-anak. Ibu sebagai madrasah pertama, maupun ayah sebagai teladan utamalah yang akan membangun pondasi keimanan pada diri anak.
Pendidikan moral, budi pekerti dan rasa peduli harus mulai ditumbuhkan dari keluarga sejak dini, sehingga anak bisa tumbuh menjadi pemuda yang bukan hanya cerdas, tapi santun dan berkepribadian luhur.
Perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan orang tua kepada anak-anak dalam keluarga juga akan membuat mereka menjadi pribadi yang welas asih, stabil dan tak mudah terpancing emosinya, hal itu tentu akan menjauhkan peluang bagi mereka untuk berkonflik atau terlibat aksi kekerasan ketika remaja.
Sekolah, Tempat Belajar Terbaik
Lingkungan kedua yang akan dimasuki anak setelah keluarga, adalah sekolah. Di sekolah mereka akan mendapatkan banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman baru. Di sekolah pula mereka bisa mengembangkan bakat dan potensinya.
Agar tidak terjadi perbedaan pandangan, menjadi penting untuk menyamakan visi misi pendidikan antara keluarga dan sekolah. Semua harus bersinergi dengan kompak, agar cita-cita pendidikan bisa tercapai.
Sekolah wajib menjauhkan semua unsur kekerasan, bullying dan persaingan tidak sehat yang bisa memicu perpecahan antar pelajar atau pemuda. Rasa tanggungjawab pemuda terhadap masa depan umat juga harus ditumbuhkan di sekolah, sehingga mereka tidak tertarik untuk melakukan kegiatan konyol seperti tawuran.
Masyarakat, Kawah Candradimuka
Kepedulian masyarakat menjadi unsur penting berikutnya. Karena di tengah masyarakat itulah kehidupan pemuda yang sebenarnya akan dimulai. Segala pengalaman dan ilmu yang telah didapatkan akan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat ini.
Maka masyarakat wajib juga menumbuhkan iklim yang kondusif bagi pembentukan pemuda yang berkualitas. Saling menasihati dalam kebenaran dan peduli akan membuat pemuda tetap dalam fitrahnya.
Tidak boleh lagi ada anggota masyarakat yang cuek terhadap perilaku buruk remaja dan pemuda.
Negara, Penjaga Terpercaya
Sinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat belum optimal jika tidak didukung oleh negara. Misalnya dalam hal materi dan bahan ajar, jika tidak dikukuhkan dengan kurikulum yang dikeluarkan oleh negara, tentu sulit untuk mencapai hasil yang maksimal.
Atau dalam hal tontonan dan konten media, ketika negara hanya fokus pada keuntungan yang bisa diraup, maka konten dan tontonan yang merusak generasi akan tetap bebas beredar tanpa ada sanksi yang tegas.
Hukum negara tidak berdaya dalam menyelesaikan persoalan peredaran miras, narkoba, atau konten media yang kerap memicu terjadinya tawuran pemuda. Jika negara tetap abai, maka masalah itu tak akan pernah selesai. Artinya, tanpa peran negara, menyelesaikan masalah tawuran akan menjadi kerja keras yang tak kunjung berkesudahan.
Sistem Islam, Niscayakan Sinergi
Dalam sistem Islam, pelaksanaan hukum ditopang oleh tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat bagi penerapannya dan peran negara sebagai pelaksana. Tiga pilar itulah yang membuat aturan Allah bisa diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Dengan landasan ketakwaaan pada diri individu ini, akan lahirlah keluarga-keluarga saleh sekaligus mewujudkan masyarakat yang juga saleh dan bertakwa. Di sisi lain, negara bertanggungjawab terhadap semua pelaksanaan hukum Allah, yang dengannya Allah memberikan jaminan kesejahteraan dan keselamatan hidup bagi manusia di dunia dan akhirat.
Alhasil, terbentuknya keluarga, sekolah, masyarakat hingga negara yang sadar akan peran dan tanggungjawabnya terhadap pembentukan karakter pemuda yang ideal yaitu generasi khairu ummah merupakan hal yang pasti akan terwujud dalam sistem Islam ini.
Dengan sistem ini pula, bukan hanya masalah tawuran saja yang akan selesai, tapi sekaligus akan melahirkan pemuda terbaik para arsitek peradaban yang mulia.
Wallahu'alam.
Penulis: Shie Ummu Mujahid
0 Komentar