Efektivitas Pengendalian Pernikahan Dini

 



"Pernikahan dini bukan cintanya yang terlarang, namun waktunya belum tepat merasakan cinta". Ada yang ingat? lagu tersebut viral pada tahun 1990-an. Soundtrack dari sebuah sinetron dengan judul yang sama.

"Pernikahan adalah ibadah terpanjang maka persiapkanlah dirimu dengan matang". Pernah mendengar kata-kata itu, pastinya sudah familier sekali. Memang benar pernikahan adalah ibadah terpanjang yang dilalui dua insan yang saling mencintai, bersama melalui suka dan duka kehidupan. Maka dari itu pemerintah pun mengeluarkan kebijakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini menyebabkan meningkatnya permohonan dispensasi perkawinan.

Dispensasi perkawinan sendiri merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah namun belum mencapai batas usia untuk boleh menikah sesuai ketentuan syarat dari pemerintah. Jika sebelum adanya perubahan undang-undang usia calon pengantin 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria, namun saat ini kedua mempelai harus berusia 19 tahun. Hingga saat ini tercatat 50 perkara permohonan dispensasi perkawinan di Kota Bogor. Dispensasi perkawinan ini diartikan sebagai pernikahan dini.

Pernikahan dini menjadi salah satu yang dicemaskan oleh Wali Kota Bogor karena dianggap menjadi penyebab tingginya tingkat perceraian, angka kematian ibu dan anak, hingga stunting. (m.antaranews.com.id 14/3/2022)

Benarkah pernikahan dini menjadi penyebab tingginya angka perceraian, angka kematian ibu dan anak, hingga stunting? Rasanya terlalu naif menyimpulkan demikian. Karena fakta di lapangan tidaklah seperti itu. Tidak semua pernikahan dini berujung pada perceraian, kematian ibu dan anak, bahkan stunting. 

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) perceraian terjadi akibat dari pandemi yang berpengaruh terhadap tingkat stres keluarga. Selain itu perceraian juga banyak dilatarbelakangi dengan alasan ekonomi sebanyak 113.343 kasus, 42.387 kasus karena salah satu pihak meninggalkan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan 4.779 kasus, ada juga faktor lainnya seperti mabuk 1.779 kasus, murtad 1.447 kasus, hingga poligami sebanyak 893 kasus. (databoks.katadata.co.id, 21/6/2022)

Bisa kita tarik kesimpulan bahwa penyebab utama dari perceraian bukanlah pernikahan dini. Namun lebih kepada kesiapan diri dan kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban suami maupun istri. Tujuan, visi dan misi mereka berumah tangga tidak mereka ketahui sehingga berpengaruh pada pola pengasuhan, tumbuh kembang anak, pendidikan anak, dan sebagainya.

Pemahaman dan pendidikan rumah tangga seharusnya menjadi salah satu bagian ilmu yang tercantum dalam kurikulum pendidikan. Ilmu ini diberikan untuk menggambarkan arti rumah tangga dengan segala konsekuensinya sehingga mereka telah siap mempraktikkannya. Hal ini akan menjadi acuan bahkan menjadi asas bagi seseorang yang akan melangkah ke jenjang pernikahan. Ada pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk bekal mereka meniti jalan kehidupan yang baru sebagai pasangan suami istri. Mereka mengerti dan memahami apa saja hak dan kewajiban sebagai suami maupun istri. Pun mereka memahami pentingnya komunikasi yang baik antara suami istri, sehingga ketika ada permasalahan dalam rumah tangga mereka mampu menyelesaikan dengan baik, tanpa harus berujung pada perceraian.

Namun dalam sistem sekuler liberal yang sedang bercokol di negeri ini, hal ini menjadi suatu yang sulit diwujudkan. Tidak sedikit pasangan muda akhirnya menikah hanya untuk memenuhi hawa nafsu saja, atau menikah karena kemaksiatan yang sudah terlanjur terjadi. Misalkan karena sudah hamil di luar nikah. Alhasil, semua tidak akan efektif terlaksana, hanya akan menimbulkan permasalahan baru dalam dunia pernikahan.

Mengganti sistem adalah satu-satunya cara untuk mengatasi semua permasalahan rumah tangga, dan Islam hadir sebagai solusi hakiki kehidupan. Dalam sistem Islam, ilmu berumahtangga dipelajari dan masuk dalam kurikulum pendidikan. Ilmu ini penting untuk dipelajari dan dipahami karena akan menjadi bekal yang penting untuk membina rumah tangga. Jadi pernikahan dini tidak akan menjadi masalah ketika masing-masing pihak sudah memiliki bekal yang cukup serta memiliki kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Khilafah juga akan melindungi serta membentengi umat dari segala pengaruh buruk liberalisasi dalam pergaulan antara pria dan wanita. Dan semua ini membutuhkan khilafah untuk mewujudkannya.  

Setiap usaha dan kebijakan tidak akan berjalan efektif bahkan akan sia-sia jika bukan berasal dari aturan sang Ilahi Robbi. Allah Swt. sebagai pengatur dan pembuat hukum tentunya paling memahami fitrah manusia. Selamatkan ikatan suci pernikahan dengan Islam. Karena hanya syariat Islam solusi hakiki bagi manusia. Wallahu a'lam.

Oleh : Titin Kartini


Posting Komentar

0 Komentar