Halal Food Station Demi Rakyat Atau Demi Cuan?

 



Apa yang terbesit dalam benak kita mendengar kata halal. Pasti tertuju pada umat muslim. Karena hanya umat muslim yang mempunyai aturan dalam hal perbuatan dan makanan. Standar halal dan haram akan menjadi prioritas utama seorang muslim dalam bertindak. Begitu pun dengan asupan makanan yang akan dikonsumsinya. Seorang muslim harus memastikan standar kehalalannya menurut Al-Qur'an dan Al-Hadis. Jika sudah pasti halal maka ia dapat mengonsumsinya. Sebaliknya, jika ternyata haram maka ia tidak akan mengonsumsinya.


Sayangnya di negeri-negeri sekuler makanan halal tak selalu terjamin, meskipun jumlah umat muslim adalah mayoritas. Tentunya ini menjadi kekhawatiran bagi umat muslim jika suatu makanan masih belum jelas hukumnya.


Dilansir dari Republika.co.id Pemkot Bogor berencana membuat kawasan halal food station dengan nilai investasi Rp300 miliar. Rencana tersebut melibatkan para peneliti IPB dan pihak swasta sebagai sentral bahan pangan dan produk pangan organik di Jabodetabek. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) setempat, Anas Rasmana, bahwa rencana tersebut masih dalam proses penggodokan rencana induk atau masterplan oleh IPB yang nantinya akan dihibahkan kepada Pemerintah Kota Bogor. Lokasinya sendiri berada di Kecamatan Bogor Selatan karena masih luas dan asri termasuk di dalamnya ada Kampung Tematik, Kampung Durian Rancamaya. (www.republika.co.id 6/8/2022)


Seharusnya hal tersebut memang sudah menjadi kewajiban negara, yakni menyediakan dan menjamin akan kehalalan produk-produk yang akan dikonsumsi oleh masyarakat yang notabenenya beragama Islam. Akan tetapi inilah gambaran penerapan sistem kapitalisme dimana sekulerisme dan liberalisme masih menjadi tiga serangkai yang saling melengkapi.


Kapitalisme dengan sistem ekonominya telah menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Sekulerisme dimana agama tidak boleh mengatur kehidupan, agama hanya dicukupkan sebatas ritual belaka. Liberalisme dimana kebebasan di segala sendi kehidupan telah merasuk masuk tanpa filter dari negara atas nama hak asasi manusia. Hal ini pun berlaku untuk makanan dan minuman mereka bebas masuk ke negeri ini, Bahkan memproduksi dan mempromosikan makanan dan minuman haram telah kerap kali kita saksikan. Maka apa yang dilakukan negara, tujuannya semata-mata untuk mendapatkan cuan, serta memanfaatkan kehadiran kaum muslim yang mayoritas. Hal tersebut dilakukan bukan atas dasar tanggung jawab negara terhadap kepengurusan umat.


Peran negara faktanya bergandengan tangan dengan pihak swasta dimana keduanya mendapatkan keuntungan, meskipun dengan dalih membantu UMKM masyarakat. Hal inilah yang mendasari setiap perbuatan dan kebijakan negara dalam membuat keputusan. Dibarengi dengan ingin meniru kesuksesan negara-negara lain dalam menyediakan wisata halal dan halal food. Agama hanya dijadikan tameng untuk meraup cuan.


Miris memang, padahal negara --dalam hal ini penguasa-- berkewajiban untuk meriayah umat dengan menyediakan semua fasilitas umat termasuk makanan dan minuman. Rasulullah Saw. bersabda "Sesungguhnya imam adalah laksana perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan dia akan dijadikan sebagai pelindung" (H.R Muslim, Abu Dawud, an-Nasa'i, Ahmad dari Abu Hurairah).


Aturan semacam itu tentu saja hanya ada dalam sistem Islam, dimana periayaahan umat akan benar-benar terjadi. Standar mencari rida Allah dan Rasul-Nya menjadi asas perbuatan dan keputusan negara. Pemimpin menjalankan hukum syara yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah, bukan mengumpulkan cuan. Beratnya pertanggung jawaban seorang pemimpin di akhirat kelak akan membuatnya takut untuk berbuat kezaliman.


Hanya Islam yang mampu menghadirkan para pemimpin dengan kriteria tersebut. Untuk saat ini suatu keniscayaan didapatkan bak mimpi di siang bolong, hanya ilusi saja. Kita butuh sistem dan pemimpin yang nyata yang mampu menjadi perisai umat dan senantiasa berada di garda terdepan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi umat. Mencampakkan dan membuang sistem kapitalisme yang sekuler dan liberal. Kemudian menggantinya dengan sistem Islam yaitu Khilafah dimana negara benar-benar melindungi dan menjaga dan melayani kebutuhan rakyatnya dengan sepenuh hati demi mendapatkan rida-Nya.


Yuk ganti rezim ganti sistem, sistem yang sesuai dengan fitrah manusia yang akan memanusiakan manusia dengan penerapan Islam kafah dalam bingkai Daulah Khilafah. Wallahu a'lam.


Oleh : Titin Kartini



Posting Komentar

0 Komentar