Michael Green, ahli ekonomi yang menelurkan indeks kemajuan sosial (Social Progress Index). Indeks tersebut merupakan standar untuk memberi peringkat pada masyarakat berdasarkan bagaimana penguasa memenuhi kebutuhan warga negara.
Dalam paparannya pada 2015 lalu di chanel Yotube TED Talks yang bertemakan “How We Can Make the World a Better Place by 2030 (Bagaimana Kita dapat Membuat Dunia Menjadi Tempat yang Lebih Baik pada tahun 2030)”, ia bertanya secara retoris pada para hadirin,”Apakah menurut anda dunia akan menjadi tempat yang lebih baik di tahun depan? Ataukah di dasawarsa berikutnya? Bisakah kita berantas kelaparan? Mencapai kesetaraan gender? Menghentikan perubahan iklim? Semuanya pada 15 tahun ke depan?”.
Dari pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan, Green menyatakan bahwa kesemuanya itu bisa diwujudkan walaupun harus dengan kerja ekstra. Dengan menyodorkan angka-angka statistik tentang kemiskinan juga perkembangan ekonomi, maka ia sangat yakin bahwa semua tujuan yang dicanangkan oleh SDGs akan berhasil.
Sustainable Development Goals (SDGs) (tujuan pembangunan berkelanjutan) setidaknya mempunyai 17 tujuan dalam skala global dan 169 target termasuk ratusan indikator yang kesemuanya diharapkan dicapai pada tahun 2030.
Antara lain tujuannya adalah tidak adanya kemiskinan, kelaparan, kehidupan yang sehat dan sejahtera, pendidikan yang berkualitas, kesetaraan gender tercapai, adanya air bersih dan layak sanitasi, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan yang layak dan ekonomi bertumbuh, bertumbuhnya industri, inovasi dan infrastruktur berkembang, berkurangnya kesenjangan, kota dan pemukiman yang berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, penanganan perubahan iklim, ekosistem berkelanjutan di laut, ekosistem daratan yang berkelanjutan, perdamaian dan peradilan yang baik, kemitraan dalam mencapai tujuan.
Green menyatakan bahwa target yang telah dicanangkan pada MDGs sebelumnya memang tidak berhasil. Bahwa MDGs (Millenium Development Goals / Tujuan Pembangunan Milenium) yang ditetapkan pada tahun 2000 hingga 2015 menargetkan untuk menekan angka kemiskinan. Dengan melesetnya target MDGs, kemudian Barat menggunakan rencana baru yaitu SDGs yang juga ditargetkan selama 15 tahun hingga 2030 mendatang.
Berkat Kapitalis, Dunia Berkembang?
Dimulai dari tegaknya ideologi kapitalis, seakan dunia pun mengiringinya menuju kemajuan, namun ternyata kemajuan tersebut merupakan hal yang semu, termasuk bidang ekonomi. Peningkatan kualitas manusia seutuhnya pun semu. Keadilan, pemerataan, keamanan, pendidikan, kesemuanya hanya manis saat diucapkan sedangkan pada prakteknya membuat rakyat kian sengsara.
Buktinya terlihat jelas, sumber daya alam habis, hutan menjadi gundul, banjir pun melanda, tingkat kemiskinan meningkat walau terus dikatakan menurun, kriminalitas merajalela dan masih banyak lagi yang membuat manusia tidak tenang, tidak terayomi dan lain sebagainya. Dari semua itu, apakah selesai dengan hanya mencanangkan target-target pembangunan? Apakah kemajuan hanya dilihat dari aspek fisik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab.
Bagaimana Seharusnya?
Samuel Huntington dalam bukunya ‘The Clash of Civilization’ menyatakan bahwa ciri utama Barat yang merupakan inti peradabannya adalah pemisahan antara otoritas spiritual dan otoritas duniawi. Pemisahan otoritas tersebut sangat berkontribusi dalam setiap kebijakan yang mereka buat.
Selain itu, Crane Brenton dalam bukunya ‘The Formation of The Modern Mind’ menyatakan bahwa rasionalisme cenderung membuang segala sesuatu yang supranatural atau metafisik dan hanya mempertahankan yang alami yang diyakini oleh pemikir rasionalis. Dari dua buku tersebut dapat disimpulkan bahwa Barat dengan makna rasionalisnya telah meninggalkan agama dan hanya bersandar pada akal.
Padahal akal manusia bersifat sangat terbatas, tidak mampu memikirkan sesuatu di luar batas akalnya. Seperti memikirkan hakikat sesuatu, pahala, dosa, batas baik dan buruk dan sebagainya.
Oleh karenanya Islam mempunyai pandangan tertentu saat menyelesaikan masalah tentang pembangunan berkelanjutan ini menjadi sebuah peradaban. Bukan dengan membuang agama, karena bila umat menjauh dari Islam, justru keruntuhanlah akibatnya. Sebab, iman merupakan pokok dari segalanya.
Seribu tiga ratus tahun yang lalu, Islam telah mengaplikasikan bagaimana membangun peradaban yang membawa kebangkitan. Bukan hanya dipandang dari pembangunan fisiknya, namun juga kuat dari manusianya yang tidak mudah goyah saat ditimpa sekecil apapun masalah.
Seperti yang disampaikan oleh Despry Nur Annisa, pengamat sosial masyarakat dalam Chanel youtube Institut Muslimah Negarawan, ia menyampaikan, bahwa langkah pertama dalam pembangunan berkelanjutan versi Islam mempunyai asas spiritual yang berbasis akidah. Maknanya, membangun manusia saleh yang bermental baja dan bervisi global. Itulah yang telah dijalankan oleh Rasulullah saw dalam membentuk karakter para sahabat menjadi manusia yang tahan banting dimanapun dan kapanpun mereka berada.
Langkah selanjutnya, membangun sebuah kelembagaan pemerintah dan masyarakat yang tetap berlandaskan akidah. Hal inilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw saat beliau hijrah ke Madinah. Beliau membentuk institusi pemerintahan dimana segala kebijakannya berlandaskan syariah.
Kemudian setelah berdirinya pemerintahan, dibentuklah lingkungan sosiokultural atau tasqif (pembinaan) di tengah masyarakat oleh institusi negara. Dalam penggemblengan ini, iman merupakan hal utama dan menjadi dasar aktivitas. Lalu memahamkan bagaimana menyelesaikan segala masalah kehidupan berdasarkan syariat.
Setelah stabil dari sisi pembinaan di level masyarakat berulah beralih pada pembangunan penunjang kehidupan dari aspek fisik lingkungan. Oleh karenanya dibutuhkan berbagai infrastruktur yang hal ini secara alami akan menunjang perekonomian. Tentu hal ini sangat berbeda jauh dengan SDGs yang mengutamakan ekonomi dan menjauhkan agama untuk ikut mengatur segala masalah dalam kehidupan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hijrah merupakan langkah strategis Rasulullah saw yang tentunya berdasarkan wahyu untuk membentuk manusia yang bertakwa. Dengan itulah manusia dapat menyelesaikan segala masalah kehidupan termasuk ekonomi, infrastruktur fisik dan sebagainya. Bagaimana dengan kapitalis, sudahkah Barat mensejahterakan rakyatnya?
Wallahualam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar