Industri Kantong Darah Di Indonesia, Mungkinkah?

 




Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan kantong darah, selama ini Indonesia masih mengimpor dari negara lain, seperti, Singapura, Jepang dan Jerman. Hal ini mengakibatkan darah untuk kepentingan medis menjadi mahal. Oleh karena itu, anggota komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka mendukung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi untuk memulai industri kantong darah yang melibatkan Palang Merah Indonesia (PMI). 


Politisi dari PDI Perjuangan ini menilai sangat memungkinkan bagi Indonesia untuk mendirikan industri kantong darah dan Indonesia memiliki potensi dan pengembangannya. Ia pun mendukung badan riset dan inovasi nasional (BRIN) untuk memprioritaskan salah satu risetnya untuk bidang kesehatan serta melakukan pengkajian mendalam terkait teknologi dan inovasi untuk pembangunan industri nasional kantong darah dan fraksionasi plasma darah (Media Indonesia,02/08/2022)


Jusuf Kalla ketika menjabat sebagai Ketua Umum PMI pernah mengatakan bahwa pembangunan pabrik kantong darah akan mengurangi impor kantong darah yang pertahunnya mencapai 200 miliar. Hal senada disampaikan Ketua Pelaksanaan Harian Ketua Umum PMI Prof. Ginanjar Kartasasmita, bahwa perlunya Indonesia mewujudkan pembangunan dan operasional pabrik kantong darah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Apabila kebutuhan kantong darah tergantung impor, sangat rentan karena akan sangat mudah dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dagang dan faktor lainnya.


Selain itu, plasma darah mempunyai peran strategis namun saat ini dibuang begitu saja karena Indonesia tidak memiliki alat untuk mengolahnya. Hasil olahan plasma darah diantaranya menghasilkan albumin dan factor IX yang berfungsi sebagai obat talasemia yang selama ini masih diimpor dari Belanda dan dibandrol harga 2 juta per kantong. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang paling sensitif terhadap ancaman bencana. Inilah pentingnya Indonesia memiliki industri kantong darah secara mandiri.


Maka, gagasan untuk mendirikan industri kantong darah sendiri, merupakan gagasan yang bagus dan tepat. Tetapi ini membutuhkan support atau dukungan dari negara untuk menunjang ketersediaan dana agar gagasan tersebut bisa terwujud.


Namun, saat ini Indonesia terlihat lebih fokus pada sektor ekonomi, pembangunan infrastruktur dan menjalin kerjasama dengan negara lain untuk memulihkan perekonomian pasca tsunami covid-19 yang berlangsung selama 2,5 tahun. Belum lagi, negeri ini memiliki hutang negara yang semakin hari semakin menumpuk. Sementara sumber daya alamnya terus dikeruk oleh swasta bahkan asing yang hasilnya entah untuk siapa. 


Kondisi ini tak lepas dari sistem kapitalisme yang menjadi landasan lahirnya berbagai kebijakan. Kebijakan yang lahir dari sistem yang menuhankan materi ini sejatinya hanya mensejahterakan para pengusaha/korporasi dan menyengsarakan hidup rakyat. Dengan kata lain, sistem yang menjual hajat hidup rakyat dengan “memaksa” rakyat secara mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya dengan harga yang mahal, termasuk kesehatan. 


Indonesia negeri yang kaya dan seharusnya mampu bukan hanya membangun industri kantong darah, bahkan mampu menjadi negara indenpen dan mandiri serta memiliki bargaining posision di hadapan negara-negara pengusung kapitalisme. Namun sayangnya, sistem batil ini telah memasung Indonesia hingga membuatnya tak berdaya dalam perjanjian internasional yang sesungguhnya sangat merugikan Indonesia. Salah satunya, menjadi karpet merah untuk kekayaan alam negeri dirampas dan diekspoitasi. 


Bak ayam mati dilumbung padi tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia yang kaya tetapi rakyatnya miskin dan jauh dari hidup layak. Inilah dampak dari penjajahan ekonomi, jebakan sistem kapitalisme. Selama sistem ini masih bercokol maka selama itu pula persoalan ekonomi dan persoalan lain akan terus membayangi negeri ini dan negeri-negeri muslim lainnya.


Dulu, selama lebih dari 1300 tahun negeri-negeri muslim sangat dikenal oleh dunia sebagai negeri yang makmur dan rakyatnya hidup sejahtera. Negara-negara Barat pun gentar apabila berhadapan dengan kaum muslimin yang bersatu dalam naungan Khilafah. Khilafah sebagai negara yang mandiri kuat dan memiliki bargaining posision dihadapan negara-negara lain.


Perekonomian di dalam sistem Khilafah kuat karena dibangun berdasarkan sistem ekonomi Islam yang bersumber dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta, Allah Swt. Diantaranya kekuatan Khilafah adalah memiliki mata uang emak dan perak, yang mempunyai nilai intrinsik yang tinggi dan stabil sehingga terhindar dari inflasi. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis hari ini yang menggunakan fiat money (uang kertas) yang sangat lemah dan rentan inflasi. 


Selain itu, Khilafah mengelola sumber daya alam yang menjadi milik umat secara mandiri tanpa ada campur tangan asing dan aseng. Kemudian hasilnya dikembalikan dalam bentuk fasilitas kebutuhan rakyat, misalnya pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya. Apa saja yang dibutuhkan rakyat akan dijamin dan dipenuhi oleh Khilafah tanpa membedakan status sosial, bahkan agama.


Khilafah memiliki kas negara (baitul maal) dengan pos-pos pemasukan seperti ghanimah, kharaj, fai, usyur, dan lain sebagainya. Juga pos-pos pengeluaran yang dibutuhkan untuk kepentingan rakyat, seperti untuk membangun sekolah, rumah sakit, laboratorium, penelitian, industri yang berkaitan dengan kesehatan, dimana industri kantong darah bisa masuk di dalamnya. Dengan kata lain, semua yang dibutuhkan rakyat akan di produksi sendiri oleh Khilafah, sehingga tidak ada ketergantungan dengan impor. Kemandirian Khilafah inilah yang menjadikannya sebagai negara adidaya yang menguasai dunia. 


Hari ini, umat muslim tidak lagi punya perisai, pelindung sejak Khilafah runtuh tahun 1924. Tidak ada lagi kekuatan ekonomi politik, sehingga walaupun umat muslim jumlahnya banyak tapi bak buih dilautan, sangat lemah dan akhirnya menjadi mangsa bagi negara penjajah seperti AS dan sekutunya.


Untuk itu, keberadaan Khilafah menjadi sesuatu yang sangat urgen bagi umat. Agar negeri-negeri muslim kembali bersatu dalam satu kepemimpinan dan menerapkan Islam secara menyeluruh. Sehingga umat bisa merasakan kembali kesejahteran dan kemakmuran serta selalu diliputi cahaya keberkahan Islam yang mulia. Allah Swt. berfirman,”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (QS Al A’raf : 96. Wallahua’lam.


Oleh: Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar