Salah satu topik yang menarik perhatian publik adalah jalinan kerja sama militer yang dibangun antara militer Amerika Serikat (AS) dan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI). AS dan Indonesia telah menjalin kerja sama di bidang pertahanan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno meski sempat terputus karena Soekarno menjalin hubungan “mesra” dengan Uni Soviet. Namun terjalin kembali setelah Presiden Soeharto berkuasa dan berhubungan baik dengan AS. Hingga saat ini, hubungan kedua negara semakin dekat.
Kini, AS ingin semakin memperkuat hubungannya dengan Indonesia. Hal itu tampak pada kerja sama militer yang dijalin keduanya. Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (AS), Jenderal Mark AA Milley mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara penting bagi AS. Tidak hanya bagi AS, Indonesia bahkan disebut penting bagi Asia Tenggara, Asia dan seluruh dunia. Alasannya, karena Indonesia adalah negara terbesar keempat dan negara muslim terbesar, serta militer profesional yang tangguh dan mitra militer AS (Antaranews.com (24/07/2022).
Sanjungan itu diungkapkan oleh Mark Milley usai bertemu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Mabes TNI di Cilacap, Jakarta pada Minggu 24 Juli 2022 lalu. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan kerja sama militer antara TNI dan AS.
Andika Perkasa mengungkapkan banyak hal yang diperbincangkan dalam pertemuan itu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan persahabatan antar dua negara, pelatihan militer bersama guna meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan dalam menghadapi tantangan keamanan. Masih melansir di laman yang sama, Indonesia selama ini memiliki kerja sama latihan bersama dengan AS, di antaranya Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) antara TNI AL dengan AL AS, Garuda Shield (TNI AD dan AD AS), Bomber Exercise (TNI AU dan AU AS), dan banyak lagi lainnya.
Kerja sama di atas tampak pada program pertukaran pendidikan personel dan lain-lain. Selain itu, sistem persenjataan TNI banyak berasal dari AS atau mengandung komponen dan subkomponen atau sistem yang berasal dari AS.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi pada laman aa.com.tr (28/07/2021) menyampaikan pendapatnya tentang kerja sama militer di atas. Khairul menilai latihan bersama Garuda Shield antara TNI AD dan tentara AS merupakan bentuk penegasan Indonesia menolak berpihak dalam perseteruan AS dengan China.
Khairul juga berpendapat bahwa latihan gabungan itu adalah bentuk konkret dari defence diplomacy for confidence building measures untuk membangun kepercayaan, mengurangi rasa takut dan kesalahpahaman antara Indonesia dan AS.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letjen TNI (Purn.) Sutiyoso sebagaimana dikutip dari laman viva.co.id (09/08/2021), berpendapat bahwa kerja sama militer ini bisa menjadi elemen diplomasi Indonesia-AS yang kuat terhadap China. Yang karenanya, China tidak akan terlalu menggunakan kekuatannya untuk menekan Indonesia setelah China lakukan klaim atas Laut China Selatan.
Dengan kata lain, ada tarik menarik kepentingan antar dua negara dibalik kerja sama tersebut. Indonesia ingin menunjukkan ketidakberpihakan sepenuhnya kepada China, sedangkan AS sendiri ingin memastikan bahwa Indonesia masih berpihak pada AS.
Tidak hanya kerjasama militer dengan Indonesia yang dijalin oleh AS, laman alinea.id (17/9/2021) mewartakan kerjasama militer juga dilakukan oleh AS bersama militer Australia. Kerja sama itu diumumkan oleh kedua negara tersebut tahun lalu, tepatnya pada Kamis (16/9/2021). Itu dilakukan sehari setelah mengumumkan kesepakan kapal selam yang dikecam oleh China, sebagai bentuk mengintensifkan perlombaan senjata regional.
Inggis sebagai sekutu AS bersepakat untuk memberi Australia teknologi dan kapal selam bertenaga nuklir. Dengan kata lain, kedua negara ini tengah mencari cara untuk melawan kekuatan dan pengaruh China yang semakin besar, khususnya pembangunan militer.
Tidak usai sampai di situ, AS kemungkinan akan ambil bagian dalam konflik yang terjadi antara China dan Taiwan. Hal ini tampak pada rencana Taiwan yang akan menjalin kerja sama dengan Garda Nasional AS. Meski kedua negara ini tidak memiliki hubungan diplomatik formal, namun AS adalah pendukung internasional dan pemasok senjata terpenting di Taiwan (CNCBIndonesia.com, 31/5/2022).
Dalam strategi politik internasional, salah satunya dengan menjalin kerja sama militer dengan negara-negara berkembang, AS tidak hanya mendapat keuntungan dari sisi pengaruh hegemoni yang besar untuk meraih kepentingan politik serta daya takar loyalitas yang kuat atas kekuasaannya, AS bahkan mendapatkan keuntungan ekonomi dari kerja sama militer tersebut.
Hal tersebut disebutkan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan oleh repository.umy.ac.id., Muthia Azizah selaku penulis menjelaskan bahwa salah satu cara AS meningkatkan kekuatan ekonominya adalah melalui hubungan kerja sama dengan negara lain, seperti kerja sama militer yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pasar senjata ke negara-negara berkembang. Negara yang memiliki kekuatan militer dengan persenjataan kuat dan canggih akan memiliki kemampuan untuk mengancam keamanan dan pertahanan negara lain. Karenanya, AS menggunakan kekuatan militernya untuk melakukan penjualan senjata ke negara lain, yang nantinya akan memberi dampak positif bagi perkembangan perekonomian AS.
Melihat besarnya kepentingan yang ingin diraih oleh AS, sepatutnya Indonesia tidak menjalin kerja sama apapun dengan negara penjajah ini, apalagi kerja sama di bidang militer dan persenjataan. Alih-alih kerja sama ini akan memperkuat militer Indonesia, justru besarnya kekuatan militer AS yang mengalahkan kekuatan militer Indonesia hanya akan menunjukkan ketidakberdayaan Indonesia untuk melawan AS meski Indonesia adalah negara besar. Hingga mau tidak mau demi mendapat “rasa aman” Indonesia harus mau tunduk dan menjadi jembatan bagi AS dalam mewujudkan semua kepentingannya.
AS sebagai negara penjajah bahkan dengan sengaja menggunakan kekuatan militernya untuk merekayasa konflik di berbagai negara, termasuk kejahatannya memerangi negeri-negeri Islam. Tidak terlupakan juga tindakannya menumpahkan darah Muslimin seperti yang terjadi invasi Irak dan Afganistan, serta dukungannya terhadap rezim diktator di Suriah dan penjajahan Israel atas Palestina.
Fakta di atas seharusnya menjadi acuan bagi Indonesia sebagai negara dengan penduduknya yang mayoritas adalah muslim wajib untuk membangun kekuatan militernya secara mandiri tanpa bergantung pada kekuatan militer negara lain, terlebih itu adalah negara kafir penjajah seperti AS. Kemandirian itu sangat mungkin diwujudkan oleh pemerintah Indonesia mengingat Indonesia berada di posisi pertama di Asia Tenggara terkuat militernya dengan skor Power Index (Pwrlndx) 0,2251 atau peringkat ke 15 di dunia menurut penilian Global Fire Power (GFP).
Untuk bisa sampai di posisi terkuat di dunia mengalahkan AS dan negara-negara sekutunya, Indonesia harus melepaskan diri dari hegemoni negara-negara lain yang berarti wajib untuk meninggalkan sistem Demokrasi yang menjadikan Indonesia bak macan yang terbelenggu, kuat dan perkasa namun tidak berdaya. Sebab demikianlah adanya demokrasi, menjadi senjata negara Barat (AS) agar Indonesia dan negeri-negeri Islam mau tunduk di bawah kekuasaannya.
Indonesia butuh Khilafah untuk mewujudkan kemandirian tersebut. Sebuah sistem pemerintahan yang tidak akan menjalin hubungan alam bidang apapun dengan negara-negara kafir penjajah, termasuk AS. Dengan demikian, Khilafah tidak akan didikte secara politik, dilemahkan secara militer dan dimanfaatkan secara ekonomi. Sebaliknya, Khilafah akan menunjukkan kekuatannya dengan menggabungkan dua potensi yakni sumber daya manusia (SDM) berupa pasukan kaum muslimin yang memiliki ketakwaan yang tinggi kepada Allah serta kesiapan berjuang dengan jiwa dan raga untuk menyebarkan rahmat Islam ke seluruh dunia dan sumber daya alam (SDA) yang dibutuhkan untuk membangun industri militer untuk menguatkan militer Khilafah.
Kehebatan Khilafah dalam bidang militer dan persenjataan telah tercatat dengan sangat indah dalam sejarah peradaban dunia hingga Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menuliskan dalam kitabnya Daulah Islam bahwa militer kaum Muslim tidak tertandingi di masanya. Negara-negara lain bahkan sangat mengagumi dan menakuti kaum Muslim saat itu. Dengan kekuatan militer pulalah, ajaran Islam yang agung bisa tersebar hingga ke seluruh dunia. Khilafah adalah bukti bahwa negeri Islam mampu menjadi sebuah negara adidaya tanpa harus menjalin kerjasama dengan negara lain.
Oleh Suriani, S.Pd.I
0 Komentar