Kewajiban Menutup Aurat; Perundungan atau Dalih Ketidaktaatan?

 



Miris menyaksikan kondisi umat hari ini, terutama generasi muda. Keimanannya terus digerus hingga ketaatan terhadap syariat kian luntur. Kewajiban menutup aurat demi menjaga kehormatan, justru diopinikan sebagai bentuk penyiksaan dan perundungan. 

Orangtua murid salah satu SMP negeri di Jakarta Selatan mendatangi sekolah karena anaknya mengaku merasa diintimidasi oleh salah seorang guru karena tidak mengenakan kerudung. Pihak sekolah mengklarifikasi, bahwa guru hanya menanyakan bukan mengintimidasi. Kepala Sekolah menjelaskan, siswi yang berinisial R tersebut hanya ditanya oleh guru terkait kepercayaan yang dianut. Karena R seorang muslimah, R pun ditanya terkait alasan tidak mengenakan jilbab. (suarajakarta.id, 04/08/2022). 

Ada sebagian masyakarat yang menganggap ini sebagai sebuah perundungan dan perampasan hak asasi manusia. Karena menurut mereka sekolah negeri harus dibuat nyaman dengan tidak boleh ada aturan cara berpakaian menutup aurat (kerudung bagi siswinya) layaknya seorang muslimah. Dalihnya, sekolah negeri bukan sekolah Islam yang di dalamnya semua muslim. Murid dengan beraneka ragam agama ini seharusnya diberikan kebebasan atas nama toleransi. 


Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya–yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati, dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. 


Perundungan seperti ini tentu merupakan sebuah bentuk kezaliman dan tentu Islam melarang. Namun, ketika seseorang atau lembaga menyampaikan sebuah aturan yang merupakan bagian dari syariat, sejatinya bukanlah termasuk perundungan terlebih dia seorang muslim. Aturan tersebut dibuat untuk kebaikan murid itu sendiri sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt. 


Ramainya media mengangkat pemberitaan penerapan mengenakan kerudung sebagai perundungan perlu dipertanyakan apa motifnya. Hal ini karena di sisi lain ketika ada siswi muslim di sekolah negeri di Bali yang mayoritas Hindu, ingin melaksanakan ajaran agamanya, yaitu menutup aurat justru tidak ditanggapi. Dikutip dari republika.co.id, 21/01/2014, kasus pelarangan mengenakan jilbab di sekolah di Bali ternyata bukan hanya dilakukan SMAN 2 Denpasar. Lebih dari itu, pelarangan mengenakan jilbab di Bali ditengarai dilakukan sebagian besar sekolah yang ada di seluruh kabupaten dan kota di Bali. 


Dua fakta di atas menunjukkan jelas ada perbedaan sikap termasuk oleh para pemangku kebijakan terhadap aturan menurut aurat di sekolah. Narasi kebebasan hak asasi manusia, toleransi hingga moderasi beragama seolah sengaja digiring untuk menyudutkan Islam dan syariatnya. Inilah potret kehidupan dalam negara yang menerapkan sistem sekularisme. Ajaran Islam tak diberi ruang bahkan akan terus dijauhkan dari pemeluknya. 


Contoh lain, sebut saja pada ajang Citayam Fasion Week yang sempat viral beberapa waktu hingga akhirnya ditutup. Sebuah ajang pamer busana yang jauh dari nilai-nilai kesopanan, apalagi nilai-nilai Islam. Remaja usia belasan begitu percaya diri berlenggang lenggok dijalan memamerkan sebagian tubuhnya tanpa rasa malu. Mereka didukung diberikan diapresiai. Namun, jika ada seorang muslim mendakwahkan aturan menutup aurat dicap sebagai perundungan.


Dari sudut pandang Islam, penerapan aturan menutup aurat di sekolah adalah salah satu bentuk pendidikan untuk melatih ketaataan kepada syariat. Menutup aurat adalah simbol keislaman agar mudah dikenali sekaligus cara Islam menjaga kehormatan wanita. Bahkan, tidak hanya di dalam Islam, aturan mengenakan kerudungpun di temukan di ajaran agama lain, seperti Kristen Ortodoks, Druze, Yahudi, Katolik, Sikh. 


Islam menurunkan aturan untuk ditaati dan bersifat memaksa. Sebab hakikatnya setiap aturan bersifat memaksa, tetapi ketika disampaikan terus menerus dengan ilmu dan cara yang baik, maka akan timbul kesadaran secara perlahan. Semisal, menutup aurat dilatih sejak dini lambat laun ketika akil balig akan terbiasa. Bahkan ketika ditanamkan aqidah secara benar, akan timbul rasa cinta terhadap ajaran Islam termasuk dalam menutup aurat. 


Islam memberikan aturan kepada para muslimah untuk menutup aurat ketika sudah balig, yakni dengan mengenakan kerudung dan jilbab (gamis). Hal ini dilakukan sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada perempuan agar lebih terjaga, baik kehormatan dan harga dirinya. 


Adapun dalil mengenai kerudung atau khimar terdapat dalam Alquran Surat an Nur (24) ayat 31. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mendefinisikan khimar sebagai “المقانع يعمل لها صنفات ضاربات على صدور النساء,” yaitu tudung kepala yang menjulur hingga menutup dada wanita. Hal ini yang keliru di Indonesia, yang menyamakan kerudung dengan jilbab. Padahal jilbab merupakan pakaian luar berupa terusan yang tidak terpotong laksana terowongan. (Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah).


Sementara dalil tentang pakain, ada dalam Alquran Surat al Ahzab: 59. عَلَيْهِنَّ مِن جَلٰبِيبِهِنَّ ۚ ”...Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya...”. Makna jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh perempuan. Makna mengulurkannya adalah dengan menjulurkannya sampai menutupi perhiasannya yang Allah perintahkan untuk ditutupi.


Kedua dalil ini sudah sangat gamblang menjelaskan perbedaan kerudung dan jilbab yang seharusnya dikenakan oleh seluruh kaum perempuan.


Dalam sistem Islam (Khilafah) negara akan berusaha menjaga ifah dan keselamatan kaum perempuan melalui penerapan aturan pakaian takwa (jilbab dan kerudung). Wanita muslimah akan ikhlas dan rida ketika syariat Islam memerintahkan untuk menutup aurat, bukan malah menganggap sebagai bentuk perundungan.


Wallahualam bissawab.


Oleh Heni Ummu faiz 



Posting Komentar

0 Komentar