Mau #Stopbayarpajak? Bisa!

 



Bulan Juli 2022 lalu sempat Viral #Stopbayarpajak. Walau tidak trending dalam waktu lama dan tidak jelas ujungnya, tagar ini sempat menjadi pro kontra. Bahkan, Ibu Sri Mulyani, Menkeu RI, pun sempat terusik untuk berkomentar. Yang tidak mau bayar pajak tidak cinta Indonesia dan tidak mau Indonesia maju, demikian statement Bu Mentri di berbagai media. Ada juga yang sampai “mengusir” dari Indonesia. Gak mau bayar pajak, pindah saja dari Indonesia.


Memang wajar jika Ibu Menkeu sampai meradang. Karena pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi negara. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pajak menyumbang 83,5 persen dari total pendapatan negara. Apabila tidak membayar pajak, lanjutnya, berarti negara akan kesulitan membiayai belanja negara dan sulit membayar bunga utang. Bisa berakibat pada kebangkrutan, rupiah melemah, hingga naiknya harga berbagai kebutuhan masyarakat. (www.kompas.com)


Di negara yang mengelola sistem fiskalnya dengan sistem ekonomi kapitalistik, pajak merupakan instrumen utama dalam pos penerimaan APBN. Ini diamanahkan lewat UUD 1945. Menurut Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H. (Pengajar Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia) dalam sebuah diskusi, pajak diatur dalam Pasal 23A UUD NRI 1945. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Lebih lanjut Siti Rahma mengatakan, “Artinya untuk mendanai kehidupan negara, dananya itu didanai oleh masyarakat itu sendiri melalui pemungutan pajak dan pungutan lainnya, sehingga terwujud APBN yang sehat dari kita, oleh kita, dan untuk kita,”(www.uii.ac.id) 


Inilah pengelolaan negara bercorak kapitalistik. Rakyat memang harus bergotong-royong membiayai negara. Karena, sumber-sumber finansial negara seperti sumber daya alam dan sektor-sektor ekonomi lainnya telah dimiliki individu-individu. Tidak ada pilihan bagi rakyat selain bayar pajak. Kalau tidak, maka siap-siap dapat sanksi dari negara.


Sebenarnya sistem ini bukan harga mati. Jika ingin keluar dari #Stopbayarpajak sebenarnya bisa. Caranya tak perlu pindah dari Indonesia. Kemana pun menuju pasti akan bertemu dengan pajak. Karena saat ini berbagai negara di belahan dunia menggunakan sistem kapilatis juga. Bahkan, di luar sana pajaknya lebih menggila. Walaupun disana dikatakan pungutan sepadan dengan pelayanan negara. 


Untuk #Stopbayarpajak kita perlu ganti sistem saja. Dari sistem ekonomi kapitalistik menuju sistem ekonomi tak tergantung pajak yaitu sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam mempunyai kebijakan fiskal yang disebut dengan Baitul Mal. Disana dijelaskan oleh hukum-hukum syariat terkait pos penerimaan dan pengeluaran negara.


Sumber penerimaan Baitul Mal terbagi ke dalam 3 pos besar. Pertama, penerimaan dari harta Individu. Pos ini ini menerima harta berupa hibah, sedekah, zakat. Untuk harta zakat akan disimpan tersendiri. Karena Allah Swt telah menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat terbatas pada 8 golongan saja sesuai dengan QS. Attaubah:60. 


Pos pertama tadi bisa dianggap hanya tetesan air ketika masuk ke Baitul Mal. Pos pendapatan negara yang bak hujan deras justru terdapat pada dua Pos berikutnya. Pos pemilikan umum. Pos yang mengelola harta milik umum seperti migas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang rumput, dan tempat khusus yang diproteksi oleh negara. Untuk Indonesia, dari bahan tambang saja dikatakan nilainya mencapai ribuan triliun rupiah. (www.cbncindonesia.com) Bayangkan, jika itu semua jadi pemasukan negara dan digunakan secara amanah untuk mengurusi umat.


Pos yang terakhir adalah pos penerimaan harta milik negara. Pos ini unik. Hanya negara Islam saja yang punya. Pos ini berupa harta ghanimah, anfal, fai, dan khumus dimana harta ini terkait dengan proses penaklukan suatu wilayah oleh negara Islam. Lalu ada kharaj yaitu pungutan terkait tanah yang ditaklukan. Jizyah untuk pungutan dari lelaki dewasa dan mampu kafir yang menjadi warga negara. Ada juga rikaz terkait dengan barang temuan yang terkubur dalam tanah. Dan, ada pajak atau dlaribah masuk ke dalam pos ini.


Pajak atau dlaribah dalam sistem Islam tidak bisa disamakan dengan pajak saat ini. Dlaribah tidak dipungut secara permanen. Bahkan, bisa saja tidak dipungut sama sekali. Pajak dalam negara Islam dipungut secara temporer jika ada kondisi yang memang menurut hukum Islam boleh untuk memungutnya. Yaitu, ketika negara tidak mempunyai cukup uang atau tidak ada uang sama sekali untuk membiayai pos pengeluaran yang akan menimbulkan kemudaratan jika tidak dibiayai. Seperti, jihad, pembiayaan industri militer, pembiayaan bagi orang miskin dan ibnu sabil, pembiayaan gaji tentara dan pegawai negara, kemaslahatan umat, darurat bencana.


Pajak diwajibkan ketika memang negara tidak mempunyai uang saja untuk membiayai hal di atas. Negara tidak boleh mewajibkan pajak tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Pajak juga tidak boleh diambil dari rakyat melebihi kebutuhan negara. Rakyat juga tidak boleh dipaksa bayar pajak sementara dia tidak mampu. Pajak hanya diambil dari orang yang mampu dan tidak dikenakan pada barang dan transaksi-transaksi seperti jual beli tanah.

Inilah konsep Baitul Mal/APBN dalam Islam. Ketika ia diterapkan dalam negara Khilafah, insyaallah masyarakat tidak akan dibebani oleh pajak. Jadi mau #Stopbayarpajak itu, BISA!


Oleh Rini Sarah



Posting Komentar

0 Komentar